Dengan kedalaman longsoran sekitar 5 meter dari ketinggian tebing 15 meter, panjang jalan hilang mencapai 10 meter. Tidak ada pilihan lain dan harus menghindar dari jalan itu untuk mencapai Desa Hulosobo ataupun masuk tempat pendidikan.
"Kami terpaksa harus memutar dari belakang sekolah lewat lorong sempit yang hanya cukup untuk sebuah kendaraan guna mencapai gerbang sekolah. Itu tetap kita syukuri karena kalau menggunakan jalan lain harus memutar lewat jalan kampung yang lumayan licin," kata salah satu guru SMPN 24, Ika Wahyu Cahyaningrum, (35), kemarin.
Ika mengaku penanganan jalan membutuhkan prioritas, saat jam sibuk utamanya jam keberangkatan siswa, anak bisa berebut jalan sekitar 50 sentimeter rabat yang ada. Mereka bisa tertahan jika ada kendaraan dari arah berlawanan juga memasukinya.
Sukendar (37), warga Desa Hulosobo mengatakan, kebutuhan warga Desa Hulosobo akan akses jalan utama adalah hal yang tidak bisa ditawar. Alternatif lain melalui jalur Somongari untuk mencapai kecamatan atau kota, menjadi pilihan sulit karena beratnya medan dan terlalu jauh.
"Sementara waktu mungkin roda empat tidak masalah lewat Somongari. Tapi kalau kendaraan roda dua ya menurut kami amat berat, karena cukup jauh. Makanya warga membuat jembatan darurat di atas bekas longsoran menggunakan bambu batangan jenis pethung," tandas Sukendar. (ndi)
