• Berita Terkini

    Selasa, 05 Desember 2017

    Dittipikor Fokus Selesaikan 40 Kasus Korupsi

    JAKARTA— Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dittipikor) berkejaran dengan waktu untuk menyelesaikan kasus korupsi yang ditangani. Pasalnya, tahun anggaran 2017 hanya tinggal 27 hari lagi, namun masih 28 kasus yang masih dalam proses penyelesaian.



    Sesuai data Dittipikor pada 2017 hingga Agustus, dari 40 kasus korupsi yang dilaporkan, baru ada 12 kasus yang telah selesai hingga ke penuntutan. Artinya, masih ada 28 kasus yang masih dalam proses penanganan, baik tingkat penyelidikan dan penyidikan.


    Wadir Dittipikor Kombespol Erwanto Kurniadi menjelaskan, waktu yang cukup mepet itu membuat penyidik saat ini fokus menyelesaikan kasus yang ditangani. Harapannya, kasus korupsi tersebut bisa sampai ke penuntutan. ”Ya, fokusnya penyelesaian kasus,” terangnya.


    Penanganan kasus korupsi memang membutuhkan waktu yang cukup. Apalagi, mengingat, kasus korupsi yang ditangani Dittipikor merupakan kasus yang memiliki kompleksitas tinggi. ”Yang pasti, penanganan kasus korupsi harus pula menargetkan penyelamatan kerugian uang negara,” jelasnya.


    Hal tersebut bisa terlihat dari nilai penyelamatan kerugian uang negara yang dilakukan Dittipikor Bareskrim Polri. Dari 12 kasus yang diselesaikan, hingga Agustus uang negara yang diselamatkan mencapai Rp 348 miliar. ”Tentu uang negara harus diselamatkan dan dipergunakan untuk kesejahteraan masyarakat,” tegasnya.


    Sementara Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menuturkan, alangkah baiknya bila penanganan kasus korupsi di Dittipikor tidak hanya soal bagaimana menghukum koruptor dan mengembalikan uang negara. Namun, lebih jauh dari itu, seharusnya bisa mengungkap hingga penyebab sebuah kasus korupsi terjadi.

    ”Mengapa penyebab korupsi ini penting untuk diketahui, jelas karena bangsa ini perlu mengetahui penyakitnya untuk bisa memberikan obatnya dan mencegahnya,” jelasnya.

    Penyebab korupsi di Indonesia ini selama ini selalu dibilang soal ketamakan, kurang sejahteranya pejabat hingga soal sistem birokrasi. Namun, apakah semua asumsi penyebab itu terukur. ”Sayangnya, sama sekali tidak terukur dan akhirnya hanya sebatas asumsi,” terangnya.


    Bila Dittipikor mampu untuk menggali dengan sangat dalam hingga menemukan penyebab terjadinya korupsi. Maka, pemerintah kemudian bisa untuk meracik apa solusinya agar tidak terjadi korupsi. ”Intinya, penegak hukum ini setelah menyelesaikan kasus korupsi juga baik bila memberikan masukan ke pemerintah. Perbaikan semacam apa yang bisa dilakukan untuk mengobati dan mencegah korupsi,” jelasnya. (idr)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top