• Berita Terkini

    Jumat, 08 Desember 2017

    Demo Warga Sambut Kedatangan Menteri Susi di Rembang

    KHOLID HAZMI/RADAR KUDUS
    REMBANG – Kedatangan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Susi Pudjiastuti disambut demo. Warga menggelar spanduk di depan Hotel Fave yang jadi tempat transit Susi. Hingga pukul 18.00 tidak ada pejabat terkait yang menemui warga.

    Susi sendiri mendarat di Stadion Krida Rembang kemarin (7/12) sekitar pukul 16.30. Susi naik helikopter dari Semarang. Tiba di stadion, Susi bersama Bupati Rembang Abdul Hafidz dan pejabat lainnya sowan ke kediaman Gus Mus kemudian menuju Hotel Fave.

    Sesampainya di Hotel Fave, ratusan nelayan menggelar spanduk berisi macam-macam tulisan. Sebelumnya, mereka long march dari Desa Tasikagung ke depan Hotel Fave.
    Mulai dari anak-anak hingga yang dewasa turut dalam aksi tersebut. Mereka meminta cantrang kembali dilegalkan. Hanya saja, tak ada pejabat terkait yang menemui.

    Lilis, salah satu istri ABK mengaku, sudah puluhan tahun menggantungkan hidup dari pendapatan suaminya. Pendapatan sang suami memang tak pasti. Kira-kira sebulan Rp 2 juta. Kadang juga hanya Rp 700 ribu.

    Pendapatan itu untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Lilis sendiri punya tiga anak. Anak pertamanya sudah bekerja. Sedangkan, dua lainnya masih sekolah. Dia tak tahu harus kerja apa agar dapat penghasilan kalau cantrang dilarang dan suaminya tak bisa melaut.

    ”Inginnya cantrang tetap diperbolehkan. Suami saya sudah puluhan tahun ikut kapal. Saya tidak tahu mau usaha apa kalau suami tidak bisa melaut,” ungkap Lilis yang juga mengajak anaknya dalam aksi kemarin.

    Siswanto, salah satu pemilik kapal cantrang menjelaskan, aksi tersebut spontanitas warga. Dia tak tahu kalau warga melakukan aksi di depan Hotel Fave. “Saya tiba-tiba dapat kabar ada warga yang menyampaikan aspirasi, langsung menyusul,” jelasnya.

    Dia berharap, pemerintah memberi kelonggaran waktu antara dua hingga tiga tahun jika cantrang tak boleh digunakan. Rentan waktu tersebut untuk mencari modal merubah kapal.

    Berdasarkan pengalamannya, merubah alat tangkap dari cantrang ke gillnet butuh dana sekitar Rp 3 miliar. Padahal, harga kapal sekitar Rp 1,5 miliar. Hasilnya, hasil tangkapan tak sebagus cantrang. Sehingga nelayan tak bisa mendapat keuntungan. “Saya sudah coba ubah, hasilnya tak seberapa,” imbuhnya.

    Kalaupun pemerintah tak mau melegalkan cantrang secara keseluruhan, bisa dibuat sistem zonasi wilayah penangkapan. Menurutnya, nelayan siap mengikuti aturan asalkan masih bisa melaut dan hasil tangkapan menjanjikan. (lid/ris)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top