• Berita Terkini

    Jumat, 29 Desember 2017

    Awasi Konten Buku, KPAI Desak Bentuk Badan Perbukuan

    JAKARTA – Sudah saatnya Badan Perbukuan Nasional Dibentuk. Desakan tersebut disampaikan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) setelah untuk kesekian kalinya muncul konten yang tidak layak pada buku bacaan anak-anak. Dalam hal ini, konten terkait kampanye Lesbian Gay, Bisex, and Transgender. Terlebih, pihak penerbit juga tidak hadir dalam pemanggilan yang dijadwalkan kemarin (28/12).


    Ketua KPAI Susanto menuturkan, saat ini ada kekosongan sistem, di mana tidak ada lembaga yang mengawasi konten-konten buku yang beredar di Indonesia. sehingga, konten buku untuk anak pun juga ikut tidak terkontrol. ’’Kita butuh Badan Perbukuan Nasional yang memuliki fungsi kontrol terhadap buku-buku yang beredar,’’ terangnya di kantor KPAI kemarin.


    Menurut dia, dorongan itu tidak bermaksud untuk membatasi kreativitas penulis. ’’Tapi agar core dari buku yang diterbitkan ini semangatnya sesuai dengan nilai-nilai keadaban dan kepatutan sesuai regulasi yang ada di Indonesia,’’ lanjut Susanto. Sebulan belakangan, pihaknya menerima aduan sejumlah buku yang diduga kontennya tidak patut. Bila tidak ada yang mengontrol, akan berbahaya bagi anak-anak.


    Selama ini kontrol dari pemerintah, dalam hal ini Kemendikbud, hanya terbatas pada buku-buku pelajaran yang menunjang kurikulum. Di luar itu, tidak ada kontrol. Padahal, sejumlah buku anak yang tidak patut justru bukan termasuk buku pelajaran. ’’Kalau ternyata ini bukan buku pelajaran, siapa yang bertanggung jawab kalau Kemdikbud lepas tangan dengan mengatakan kalau ini bukan buku pelajaran,’’ timpal Komisioner KPAI Retno Listyarti.


    Konten-konten tidak patut seperti LGBT akan berdampak pada anak-anak, karena mereka saat ini dalam tahap suka meniru. Dengan mendapatkan pengetahuan tersebut, maka sejak dini anak-anak akan menganggap bahwa menjadi LGBT itu boleh dan wajar. ’’Kita sepakat semua, termasuk aktivis LSM, semua sepakat bahwa pro kontra LGBT itu untuk orang dewasa. Tapi untuk anak, kita harus lindungi dari LGBT,’’ tutur komisioner KPAI Susiana Affandi.


    Perlindungan tersebut perlu dilakukan karena aktivitas LGBT sudah jamak diketahui terdapat hal-hal yang berdampak buruk bagi anak-anak. Yang berbahaya, bacaan tentang LGBT akan direkam dalam benak anak sebagai sesuatu yang wajar.


    Khusus mengenai buku berknten LGBT, KPAI akan menjadwalkan ulang pemanggilan penerbit maupun penulis buku tersebut. meskipun demikian, saat ini buku berjudul Balita Langsung Lancar Membaca itu sudah tidak lagi dijumpai di toko-toko buku. Berdasarkan informasi yang diperoleh KPAI, buku-buku itu sudah ditarik oleh penerbitnya.


    Munculnya lagi polemik terkait konten buku untuk anak-anak mendapat respon dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tauhid Sa'adi menjelaskan idealnya sebuah buku harus disesuaikan dengan sasaran pembacanya. Jika itu buku untuk anak-anak, maka isinya harus diupayakan dekat dengan anak-anak.

    Namun Zainut memandang buku belajar membaca yang memunculkan kata "waria" itu tidak pas. "Kenapa contoh-contoh yang diungkapkan kok sepertinya tidak mengarah pada pendidikan sesuai target usia yang membca," jelasnya di Jakarta kemarin (28/12).


    Dia menjelaskan cukup banyak contoh kalimat yang dekat dengan dunia anak. Seperti kalimat soal bermain anak, kehidupan di keluarga, dan lain sebagainya. Memilih contoh untuk buku bacaan anak, menurutnya harus tepat. Sehingga anak-anak bisa mudah memahaminya.


    MUI berharap ada penjelasan resmi dari penerbit atau penulis buku berjudul Balita Langsung Lancar Membaca itu. Dengan demikian informasi yang sampai ke masyarakat jelas dan utuh. "Jadi supaya tidak salah paham," katanya. Dia berharap kementerian atau lembaga pemerintah terkait bisa mengorek informasi yang utuh dari penerbit atau penulisnya. (byu/wan)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top