• Berita Terkini

    Kamis, 23 November 2017

    Surat Setnov Tidak Bisa Intervensi MKD

    JAKARTA – Dugaan keterlibatan Ketua DPR Setya Novanto dalam kasus korupsi e-KTP berdampak pada citra lembaga legislatif tersebut. Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) yang independen diminta peran nyatanya untuk menjaga marwah lembaga tersebut.



    Wakil Presiden Jusuf Kalla menuturkan tindakan seseorang yang melanggar hukum tentu punya dampak buruk yang langsung mengena pada lembaga. Termasuk yang sekarang menimpa DPR karena ketuanya tersangkut kasus korupsi. ”Bukan hanya di DPR. Di mana saja ada perbuatan yang tidak sesuai dengan hukum, pasti mempunyai efek negatif terhadap instansi terkait,” ujar JK di kantor Wakil Presiden, kemarin (22/11).


    Dia pun berharap peran MKD yang independen bisa memutuskan yang terbaik untuk DPR. Dia menyerahkan itu kepada kebijakan lembaga tersebut. Termasuk tidak terpengaruh dengan surat Setnov yang disampaikan ke DPR dan partai Golkar bahwa Setnov tidak ingin diganti terlebih dahulu. ”Ya tertunda (karena surat, red) tapi tidak berarti tidak kan,” ujar dia.


    Meskipun begitu, dia yakin DPR tidak akan tersandera dengan kasus yang sedang menimpa Setnov. Lantaran, selama ini semua persidangan termasuk paripurna juga bisa tetap berjalan meskipun tidak ada Setnov.


    ”Ini tetap jalan, paripurna bisa tetap jalan, ya tidak ada (tersandera, Red). Karena ketua itu speaker, hanya mengatur lalu lintasnya bukan penentu. Itu kalau di luar negeri namanya speaker,” jelas dia.

    Ketua MKD Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, MKD merupakan alat kelengkapan dewan yang independen. Tidak bisa diintervensi dari pihak mana pun. Baik dari pimpinan DPR atau fraksi. Pihaknya akan bekerja sesuai dengan Undang-Undang MD3 dan tata tertib DPR. “Kami akan bekerja sesuai prosedur,” terang dia.


    Terkait dengan surat dari Setnov, menurut Dasco, sampai sekarang mahkamah belum menerima surat tersebut. Politikus Partai Gerindra itu menerangkan, dia tidak tahu apakah surat itu asli atau tidak. Yang jelas, lanjut dia, surat itu hanya berisikan permohonan dari Setnov.


    Jadi, tutur Dasco, bisa dikabulkan atau ditolak. Surat Setnov tidak mengintervensi kerja MKD. Pihaknya bisa saja mengabulkan atau menolak surat itu. “Kami kan belum menerima suratnya,” ungkap dia. Yang pasti surat tersebut hanya bersifat permohonan saja. Tidak ada kewajiban untuk melaksanakannya.


    Legislator asal dapil Banten itu menerangkan, sampai sekarang MKD belum mengambil sikap terhadap perkara yang menimpa Setnov. Pihaknya akan lebih dulu melakukan rapat konsultasi dengan fraksi-fraksi di DPR. Selasa (21/11) lalu, seharusnya pertemuan itu diselenggarakan, tapi ada beberapa fraksi yang tidak bisa hadir, sehingga rapat belum bisa dilaksanakan.


    Saat ini, MDK masih mencocokkan jadwal dengan agenda fraksi. Pihaknya menghubungi semua fraksi. Dia meminta pimpinan atau sekretaris fraksi untuk bisa hadir rapat konsultasi. Pertemuan akan diagendakan pekan depan, karena minggu ini masih ada fraksi yang mempunyai kegiatan lain.


    Pihaknya ingin mendengarkan masukan dan pandangan dari fraksi-fraksi. Pertemuan itu untuk menyamakan pandangan terhadap kasus Setnov. Dasco belum bisa menyebutkan langkah apa yang akan diambil MKD. Selama Setnov masih berstatus tersangka, mahkamah belum bisa mengambil langkah.


    Selain kasus e-KTP yang menjerat Setnov, ada beberapa laporan dari masyarakat terkait dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Setnov. Misalnya, politikus Partai Golkar itu dianggap memperburuk citra DPR. Setnov juga dianggap tidak bisa melaksanakan tugasnya sesuai dengan sumpah dan janji yang diucapkan.


    Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah mengatakan, dia sudah mendapatkan surat dari Setnov. “Saya dapat dari pengacaranya,” ucap dia saat ditemui di gedung DPR kemarin.

    Politikus asal Sumbawa itu lantas membacakan isi surat yang disertai materai itu. Menurut dia, surat itu masih mempunyai kekuatan, khususnya di internal Partai Golkar, karena Setnov masih menjabat sebagai ketua umum. “Semua keputusan ditandatangani ketua umum,” paparnya. Apa yang diputuskan Partai Golkar sangat elegan.

    Fahri menyatakan, pihaknya akan meneruskan surat dari Setnov ke MKD. Ia menegaskan bahwa dia tidak ingin mengintervensi mahkamah. Sebab, MKD merupakan alat kelengkapan dewan yang independen. Tidak ada yang bisa mengintervensi.


    Mantan ketua umum KAMMI itu menambahkan bahwa pimpinan DPR belum melakukan rapat terkait masalah yang menimpa Setnov. Jadi, belum ada pembahasan soal pelaksana tugas (Plt). Dia menegaskan bahwa tidak ada tugas dewan yang terganggu, karena pimpinan DPR bersifat kolektif kolegial.



    Sementara itu, KPK terus mengebut pemeriksaan sanksi tersangka kasus dugaan korupsi proyek e-KTP Setya Novanto (Setnov) dan Anang Sugiana. Kemarin, mereka memanggil politisi Golkar Ade Komarudin. Ketika diwawancarai usai pemeriksaan, pria yang akrab dipanggil Akom itu mengaku bahwa dirinya diperiksa untuk tersangka baru dalam penanganan kasus e-KTP. ”Tadi (kemarin) saya diminta sebagai saksi Pak Nov dan Pak Anang,” ujarnya.



    Menurut Akom, dirinya sudah diperiksa KPK beberapa kali terkait penanganan kasus e-KTP. Mulai sebagai saksi terpidana Irman dan Sugiharto, saksi terdakwa Andi Agustinus alias Andi Narogong, serta saksi tersangka Setnov dan Anang. ”Dengan tersangka yang berbeda untuk urusan yang sama,” jelasnya. Sebagai warga negera yang baik, kata Akom, dia berusaha membantu KPK dalam menangani kasus tersebut. ”Saya harus siap membantu pemberantasan korupsi oleh KPK,” ucap dia.



    Legislator kelahiran Purwakarta memaklumi panggilan KPK yang berulang. Sebab, kasus e-KTP memang diduga dilakukan bersama-sama oleh sejumlah pihak. Termasuk di antaranya Setnov yang mejabat sebagai ketua DPR. ”Dan saya tentu concern membantunya,” ujar Akom. Dalam pemeriksaan kemarin, penyidik KPK tidak lama menanyai dirinya. Sebab, keterangan yang diberikan serupa dengan sebelumnya. ”Sudah saya jelaskan hal yang sama. Makanya tidak lama,” imbuhnya.



    Mulai diperiksa sekitar pukul 11.00 WIB, Akom sudah keluar Gedung Merah Putih KPK sekitar pukul 13.00 WIB. Dia menjelaskan bahwa keteranganya sama persis dengan keterangan untuk Irman, Sugiharto, maupun Andi Narogong. ”Tidak ada yang berubah. Sama seperti dulu. Nggak ada yang baru,” bebernya. ”Itu aja kok, copy paste. Nggak ada yang berubah sama sekali,” tambah dia menegaskan. Menurut dia, keteranganya juga sudah dibuka dalam persidangan di Pengadilan Tipikor.



    Berkaitan status setnov sebagai tersangka sekaligus tahanan KPK, Akom mengakui sedikit banyak berpengaruh terhadap Partai Golkar. ”Harus diakui ada dampaknya,” kata dia. Karena itu, DPP Partai Golkar meminta agar seluruh pengurus, kader, maupun anggota DPD tingkat satu dan tingkat dua menyatukan langkah. Sehingga Partai Golkar tetap solid. ”Kompak menghadapi pemilihan legislatif dan pemilihan presiden,” jelasnya.



    Pejabat yang sempat menduduki kursi ketua DPR itu pun menyampaikan bahwa keputusan rapat pleno Partai Golkar Selasa (21/11) harus dihormati. Termasuk soal penunjukan Idrus Marham sebagai pelaksana tugas ketua umum (plt ketum) Partai Golkar. ”Kan sampai praperadilan. Tidak ada masalah,” imbuhnya. Menurut dia, keputusan dalam rapat pleno tersebut masih bisa ditoleransi oleh anggaran dasar dan angaran rumah tangga (AD/ART) Partai Golkar.



    Mengenai beberapa suara yang menyebut namanya cocok menggantikan Setnov apabila pria kelahiran Bandung itu dicopot dari posisi ketua DPR, Akom ogah banyak bicara. Menurut dia, tidak pantas jika dirinya berkomentar soal itu. ”Pak Nov masih ketua DPR. Bicara itu ya tidak elok,” jelasnya. Dia pun menegaskan bahwa dirinya belum ada pikiran sama sekali untuk kembali mejabat sebagai ketua DPR menggantikan Setnov. (jun/lum/syn/)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top