• Berita Terkini

    Kamis, 16 November 2017

    Pasca Penembakan Brimob, Kapolri: Polisi di Papua Jangan Kendor

    ILUSTRASI
    JAKARTA – Upaya Polri – TNI dalam berdialog dengan kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Papua, justru dibalas dengan serangan bersenjata. Kemarin (15/11) Satgas Gabungan dari Brimob Den B Polda Papua yang sedang berpatroli dan menyelidiki kasus penembakan justru diserang dengan rentetan tembakan yang diduga dilakukan KKB. Dua orang anggota Brimob tertembak, yakni, Brigadir Firman dan Bripka Yongki Rumte.



    Firman dipastikan tewas karena luka tembak di bagian punggung. Sementara Yongki masih dalam kondisi kritis dan dilakukan perawatan. Kadivhumas Polri Irejen Setyo Wasisto menjelaskan, tim Brimob itu diserang saat melakukan penyelidikan kasus penembakan seorang warga bernama R. Totok Sahadewo sekitar pukul 03.50. ”Warga itu ditembak Selasa pagi (14/11) dengan luka di bagian paha,” ujarnya.



    Personil Brimob yang tewas dan yang mengalami luka itu saat ini telah dievakuasi. Pengejaran terhadap pelaku penembakan juga sedang dilakukan. Diduga pelaku penembakan adalah KKB, namun Polri masih menyelidiki . ”Evakuasi dan penyelidikan dilakukan,” terangnya.



    Dalam beberapa minggu ini sudah ada dua anggota Polri yang gugur diduga akibat ditembak KKB. Selain Firman, ada pula Anggota Brimob Den B Timika Briptu Berry Pramana Putra. Karopenmas Divhumas Polri Brigjen Rikwanto menjelaskan, untuk personil yang terluka akibat tembakan mencapai tujuh orang. ”Dua orang gugur dalam tugas dan tujuh personil luka tembak,” jelasnya.



    Terkait penembakan pada dua anggota Brimob, Kapolri Jenderal Tito Karnavian menuturkan bahwa penembakan terhadap personil Polri itu merupakan risiko dalam sebuah operasi. Apalagi, operasi di daerah-daerah yang terdapat gejolak keamanan, seperti Tembagapura, Papua. ”Risiko semacam ini harus ditanggung,” ungkapnya.



    Dia menuturkan, pimpinan Polri akan memberikan penghargaan kenaikan pangkat anumerta kepada korban penembakan. ”Saya sangat prihatin dan sebagai pimpinan Polri menyampaikan duka sedalam-dalamnya pada keluarga yang ditinggalkan,” tuturnya.



    Tito juga terus memberikan semangat kepada personelnya. Dia menegaskan bahwa kepada personel yang lain, yang bertugas dimanapun. Terutama, yang bertugas di PT Freeport untuk jangan kendor. ”Terus semangat, soal kematian itu ada ditangan Allah SWT,” paparnya.



    Apakah serangan KKB ini membuat strategi Polri untuk melakukan langkah persuasif berubah? Tito mengatakan, Polri masih menjalankan langkah persuasif. Tapi, mengenai teknis lainnya, tidak bisa disampaikan ke publik. ”Nanti, KKB itu akan mendengar juga kalau kami ungkap,” ujarnya.



    Langkah penegak hukum di Papua saat ini sangat situasional. Nanti berbagai pergerakan di Papua yang menentukan adalah Pangdam XVII/Cendrawasih Mayjen TNI George Elnadus Supit dan Kapolda Papua Irjen Boy Rafli Amar. ”Penentunya mereka yang ada di lapangan. Yang jelas dipertimbangkan medannya yang sulit sekaligus tidak boleh ada masyarakat yang menjadi korban,” paparnya.



    Juru Bocara Front Rakyat Indonesia untuk West Papua (FRI – WP) Surya Anta memastikan bahwa KKB yang mereka sebut Tentara Nasional Pembebasan – Papua Barat (TNP – PB) dalang dibalik penembakan Satgas Gabungan Brimob Den B Polda Papua kemarin. ”Terkonfirmasi kalau itu TPN (TNP – PB),” ungkap dia ketika dikonfirmasi Jawa Pos. Serangan tersebut dilakukan dengan motif serupa yang selama ini melandasi gerakan mereka. ”Motifnya sesuai pernyataan sikap mereka. Merebut kedaulatan politik,” imbuh Surya.



    Menurut Ketua Asosiasi Mahasiswa Papua (AMP) Frans Nawipa, TNI – Polri memang menjadi sasaran TNP – PB. ”Fokus perlawanan adalah TNI dan Polri,” ungkap dia. Karena itu, kelompok yang disebut sebagai organisasi sayap militer OPM itu terus menyerang aparat keamanan yang bertugas di Papua. Frans pun menekankan bahwa aksi tersebut tidak akan berhenti sampai pemerintah Indonesia mendengar dan memenuhi tuntutan mereka.



    Bukan hanya melalui aksi TNP – PB, mereka juga mendorong agenda tersebut ke level internasional. Salah satunya melalui petisi yang diserahkan oleh United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) kepada Komite Dekolonisasi Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) atau Komite 24 dua bulan lalu. ”Yang dilakukan ULMWP ditingkat internasional melalui lobi-lobi bagian dari perjuangan rakyat Papua Barat untuk menentukan nasib sendiri,” terang Frans.



    Sejauh ini, masih kata Frans, upaya yang dilakukan oleh ULMWP sudah mendapat dukungan dari beberapa negara agar menjadi salah satu agenda utama Komite 24. ”Sejauh ini negara-negara pasifik (mendukung). Jadi, sekitar delapan negara sudah ambil posisi politik untuk mendukung hak penentuan nasib sendiri (oleh Papua Barat),” jelasnya. Dia pun mengklaim bahwa mayoritas rakyat Papua memiliki sikap politik yang sama. ”Merdeka dan memisahkan diri dari Indonesia,” tambahnya.



    Petisi yang dimaksud Frans merupakan sebuah petisi berisi 1,8 juta tanda tangan warga Papua. Petisi yang dilarang oleh pemerintah Indonesia itu konon telah sampai ke tangan PBB. Dilansir The Vanuatu Independent, Koordinator Kemerdekaan Papua yang diasingkan Benny Wenda mempresentasikan petisi tersebut di hadapan Komite 24, badan yang memantau kemajuan bekas koloni menuju kemerdekaan.



    Namun, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Arrmanatha Nasir menolak petisi tersebut. Dia menilai petisi itu hanyalah aksi tidak berdasar. ”Itu murni aksi publisitas tanpa kredibilitas,” katanya kepada Guardian melalui sebuah pesan teks. ”Papua adalah bagian integral dari Indonesia sebagaimana ditetapkan dalam Resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa 2504 (XXIV) 1969,” paparnya.



    Pengamat Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana menilai Indonesia tidak perlu menggubris kabar mengenai OPM yang sudah mengajukan petisi ke PBB. Dia mengatakan, PBB telah mengonfirmasi bahwa mereka tidak menerima petisi untuk kemerdekaan dari OPM. ”Jadi sebaiknya pemerintah tidak menghiraukannya,” kawa Hikmahanto kepada Jawa Pos kemarin. ”Jangan sampai pemerintah terjebak dalam genderang OPM. Itu strategi mereka,” tambahnya.



    Dari Senayan, DPR juga ikut menyoroti persoalan yang terjadi di Papua. Jimmy Demianus Ijie, anggota DPR dari Fraksi PDIP meminta agar jangan melihat persoalan Papua dari Jakarta. “Hanya melihat dari media, tapi mereka melihat kebenarannya yang ada,” kata dia saat rapat paripurna kemarin.



    Anggota dari dapil Papua Barat itu mendesak pemerintah untuk membentuk tim pencari fakta untuk menyelesaikan masalah Papua. Siapa sebenarnya yang membuat kekacauan di sana, apakah betul dilakukan OPM. Selama ini, kata dia, jika ada masalah, OPM yang selalu dituding menjadi pelaku.



    Jimmy menerangkan, ada OPM sungguhan dan ada pula OPM yang sengaja dibentuk. Tujuannya adalah untuk meraih jabatan di Jakarta. Dia tidak yakin jumlah organisasi separatis itu sebanyak yang disebutkan selama ini. Informasi yang berkembang selalu simpang siur. Keterangan dari polisi berbeda dengan apa yang disampaikan masyarakat, sehingga menimbulkan tanda tanya.



    Maka, tutur dia, perlu dibentuk tim pencari fakta untuk mencari kebenaran yang terjadi di bumi yang kaya sumber daya alam itu. Masalah senjata yang digunakan kelompok kriminal bersenjata (KBB) juga menjadi tanda tanya. “Darimana mereka mendapatkan senjata. Apakah itu hasil rampasan,?” terang dia.



    Politikus yang lahir di Fategomi itu menyatakan, ada pihak yang dengan sengaja memasok senjata tersebut. Menurutnya, senjata itu berasal dari TNI Angkatan Darat (AD). Tim pencari fakta yang dibentuk pemerintah bisa mendalami dugaan itu, sehingga persoalan tidak berkepanjangan.



    Dia menegaskan, dia sepakat jika ada yang ingin memisahkan diri dari NKRI, maka harus dilibas. Namun, lanjutnya, jangan sampai karena alasan itu, kemudian menggunakan segala cari. “Sekarang mari kita cari faktanya,” urainya.



    Ketua Fraksi PKS Jazuli Juwaini mengatakan, apa yang dilakukan kelompok separatis dengan menyandera masyarakat tidak bisa dianggap remeh. “Pemeirntah harus serius menanganinya,” papar dia. Jika tidak ditangani dengan baik, masalah itu akan menjadi malapetaka bagi Indonesia. Penanganannya harus cepat seperti penangkapan teroris.



    Selama ini, tutur dia, polisi bergerak cepat memberantas teroris, tapi kenapa sekarang ini lambat mengatasi masalah di Papua. “Pemerintah harus memerangi sparatis dan teroris,” ucapnya. (and/idr/lum/syn)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top