• Berita Terkini

    Kamis, 16 November 2017

    Berjuta Dolar Transaksi Online Dinikmati Pihak Asing

    JAKARTA – Indonesia mencatatkan 132 juta pengguna internet pada tahun 2016. Merupakan pasar yang strategi sebagi penyedia layanan berbasis internet. Namun, dengan pasar sebesar itu, Indonesia belum memiliki kedaulatan terhadap potensi digitalnya. Keuntungandari berbagai transaksi dunia maya pun belum banyak masuk ke kantong negara.


    Sekretaris Dewan Pertimbangan Teknologi Informasi dan Komunikasi Nasional (wantiknas), M. Andy Zaky menyebut potensi digital negara ini sangat besar. Setiap tahun, indonesia mencatatkan belanja bandwith (paket data internet)  sebesar 600 juta USD atau sekitar 8 triliun. Dengan koneksi menghabiskan 500 gigabyte setiap detiknya.

    “Itupun tak ada yang masuk pada kantong negara, mengalir ke luar semua,” kata Zaki  dalam diskusi di kantor PBNU kemarin (15/11).


    Selama ini, kata Zaky masyarakat indonesia terlalu terlena dengan kenyamanan menggunakan berbagai aplikasi media sosial yang gratis. Namun, ternyata bernilai bisnis. Setiap tahunnya, Zaky menyebut Facebook menghasilkan 500 juta USD hasil dari aktivitas orang indonesia. twitter meraup 120 juta, platform lain kira-kira 500 juta. “Jadi negara kita belum berdaulat dalam bisnis ekonomi digital,” katanya.


    Zaky menyebut masyarakat indonesia masih menggunakan internet hanya untuk bermain di media sosial. Belum banyak yang menggunakannya untuk keuntungan ekonomi. Ada juga beberapa aplikasi besar berasal dari indonesia seperti Go-Jek, Tokopedia, maupun Traveloka. “Tapi perusahaa-perusahaan itu sebagian besar kepemilikannya juga asing,” katanya.


    Untuk membangun sebuah kedaulatan, kata Zaky, pemerintah harus mulai memikirkan untuk memvirtualisasi batas yurisdiksi batas negara. Dalam dunia nyata, batas negara bisa dilihat. Namun di dunia maya, batas negara masih kabur.


    Hal ini menyulitkan dalam menentukan regulasi terkait transaksi di indonesia. Zaky berharap pemerintah segera melaksanakan UU ITE untuk menarik insentif dari semua transaksi yang terjadi di wilayah indonesia. ”Memang ada beberapa upaya dari pemerintah, misalnya bikin server sendiri,” katanya.


    Untuk itu, perlu dilakukan beberapa upaya. Misalnya dengan memperkuat frekuensi, menyediakan konektivitas yang rata, aman, dan terjangkau bagi seluruh warga negara. “Frekuensi jaringan itu kan sumber daya yang terbatas, itu juga mesti kita kuasai,” kata Zaky.


    Selain itu, indonesia juga harus mulai merintis platform internet sendiri. Saat ini yang dikuasai baru platform payment lewat bank-bank BUMN. Tapi kedepan, minimal indonesia punya paling tidak platform email sendiri. “Penting juga untuk membikin pusat data nasional, biar tidak numpang ke jaringan internasional,” paparnya.


    Sementara dalam transaksi digital, indonesia perlu memperkuat iklim e-commerce agar start-up-start-up digital baru bisa tumbuh. “Selama ini kita selalu menyerah pada investor-investor besar,” pungkas Zaky.




    Pengamat IT Didik Soenardi mengatakan dunia digital berpotensi untuk merevolusi ekonomi dan insutri dunia. Sama saat revolusi industri abad ke 18 saat ditemukannya mesin uap. “Saat itu dunia berubah drastis,” katanya.


    Dalam tahun-tahun setelahnya pun, revolusi industri terus terjadi saat listrik ditemukan pada abad ke 19, disusul penemuan bahan-bahan kimia. Tahun 1950 saat industri minyak dan ekstraksi ditemukan. Nantinya pada 2020, dunia akan kembali berubah dengan ekonomi digital. “Jadi siapapun yang tidak awas dengan hal ini akan tergulung,” punkasnya.(tau)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top