• Berita Terkini

    Kamis, 16 November 2017

    Beberapa Jam Sebelum KPK Lakukan Upaya Jemput Paksa Setnov

    fotomiftahulhayatjawapos
    JAKARTA – Ketua DPR Setya Novanto (Setnov) tetap kukuh menolak menghadiri panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kemarin (15/11). Ketua umum DPP Partai Golkar itu meminta KPK untuk menunggu keputusan hasil putusan uji materi pasal UU KPK di Mahkamah Konstitusi (MK) sebelum melakukan pemanggilan.



    Setnov melalui kuasa hukumnya Fredrich Yunadi mengirim surat pemberitahuan tidak memenuhi panggilan perdana sebagai tersangka untuk kedua kalinya dalam dugaan korupsi kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) itu ke KPK pagi kemarin. Dalam surat itu Setnov juga menyinggung soal hak imunitas anggota DPR berdasar UU Nomor 17/2014 Pasal 224 ayat (5) dan pasal 245 ayat (1).


    Yang menarik, surat itu bukan hanya ditembuskan ke KPK. Tapi juga ditujukan ke Presiden Joko Widodo serta sejumlah kepala lembaga. Antara lain, ketua MK, ketua Mahkamah Agung (MA), ketua Komisi Nasional (Komnas) Hak Asasi Manusia (HAM), kapolri, jaksa agung, kabareskrim, kapolda Metro Jaya dan Kajati DKI.


    Usai rapat paripurna di gedung Nusantara II DPR kemarin, Setnov mengakui pihaknya kembali mengirim surat ke KPK terkait pemanggilan sebagai tersangka e-KTP. "Kami sudah kirim surat ke KPK," terang dia. Dia menegaskan bahwa surat itu memberitahukan bahwa dirinya tidak bisa memenuhi panggilan sebagai tersangka.

    Setnov juga berdalih tidak bisa hadir lantaran terbentur agenda rapat pimpinan di DPR. Menurutnya, pertemuan itu sangat penting, karena membahas program-program awal setelah masa reses. "Tugas-tugas negara harus kita selesaikan," tutur legislator asal dapil Nusa Tenggara Timur (NTT) itu.


    Saat ditanya kapan dia akan memenuhi panggilan KPK? "Kita lihat saja," jawabnya singkat. Dia menegaskan bahwa dirinya sudah mengirim surat. Politisi yang juga pengusaha itu menyatakan, dirinya juga menunggu putusan MK terkait judicial review terhadap Undang-Undang KPK.


    Setnov menerangkan, uji materi perlu dilakukan agar tidak ada perbedaan pandangan terhadap aturan yang ada. "Pokoknya kita uji lah," ucapnya.

    Sementara itu, dalam pidatonya di sidang paripurna, Setnov mendorong Pansus Hak Angket DPR atas KPK agar terus melakukan penyelidikan terhadap aspek kelembagaan, kewenangan, anggaran dan aspek tata kelola sumber daya manusia (SDM). "Pada masa persidangan ini diharapkan segera dilaporkan hasil kerja Pansus Angket KPK," tegas dia.


    Sikap Setnov berbeda dengan biasanya. Selama ini, dia selalu menghindar dari wartawan. Kemarin, setelah paripurna, dia menuju ke lift di depan ruang paripurna yang juga dipenuhu wartawan. Dia pun langsung diberondong pernyataan. Para jurnalis berdesakan. Ia hanya memberi keterangan secara singkat, kemudian masuk lift.

    Wartawan terus mengejar Setnov dan mencecar pertanyaan. Tapi, dia enggan berbicara. Petugas pengamanan dalam (Pamdal) mengawal dengan ketat. Setnov baru bebas dari kejaran wartawan ketika masuk di lift gedung Nusantara III menuju ke ruang kerjanya.


    Sekitar 12.30, ada yang berbeda di lobi gedung Nusantara III tempat pimpinan DPR berkantor. Ada puluhan pria bertubuh gelap dan gempal berkumpul di depan lobi. Mereka menyebar di beberapa titik. Ada yang berjaga-jaga di pintu belakang gedung.


    Kepada Jawa Pos, salah satu orang bayaran itu menyatakan bahwa dia dan teman-temannya diperintah DPP Partai Golkar untuk mengawal Setnov. “Tidak sampai 50 orang di sini,” ucap pria berambut cepak itu. Apakah karena ada informasi bahwa Setnov akan ditangkap, sehingga mereka dikerahkan. Menurutnya, dia tidak tahu pasti terkait informasi itu, yang pasti dia diperintah untuk mengawal.


    Pihak Setnov membantah jika dianggap mengerahkan para pengawal. "Tidak ada pengerahan. Kami tidak kenal," ucap Fredich Yunadi, pengacara Setnov setelah bertemu dengan tersangka e-KTP itu. Padahal, saat Fredich diwawancarai para wartawan, orang-orang suruhan itu berdiri di belakangnya. Fredich meminta KPK menghormati proses hukum yang ditempuh kliennya yang telah mengajukan JR ke MK.


    Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah mengatakan, Setnov menggunakan argumen yang dipakai KPK. Selama ini, komisi antirasuah selalu berdalih menunggu putusan MK ketika dipanggil Pansus Angket KPK.


    Jadi, argumen yang dipakai KPK dan Setnov sama. Komisi yang diketuai Agus Rahardjo itu yang lebih dulu berlindung di balik putusan MK, sehingga pansus tidak bisa mendengarkan keterangan dari lembaga yang sudah 15 tahun berdiri itu. Sekarang alasan hukum itu digunakan Setnov untuk mangkir dari pemeriksaan sebagai tersangka.

    Sementara Ketua KPK Agus Rahardjo menjelaskan, bila Setnov tidak hadir pemeriksaan, maka akan ada evaluasi yang harus ditempuh. ”Lima pimpinan KPK ini harus membicarakan langkah-langkah berikutnya,” jelasnya. KPK bakal mengkaji sejauh mana alasan-alasan hukum Setnov tidak hadir panggilan penyidik komisi antirasuah.


    Nantinya, pimpinan KPK juga akan mendapatkan masukan dari penyidik terkait langkah lanjutan setelah Setnov tidak hadir dalam pemanggilan. ”Apa langkah-langkahnya, nanti menunggu rapat dulu,” paparnya. KPK menegaskan belum mempertimbangkan opsi jemput paksa terhadap Setnov. Sebab, lembaga superbodi itu masih fokus terhadap agenda pemeriksaan saksi-saksi e-KTP yang lain.


    Apakah dilakukan pemanggilan kembali? Dia mengatakan bahwa sangat mungkin dilakukan pemanggilan terhadap Setnov. Terkait waktunya tentu diharapkan bisa secepatnya. ”Ya, mungkin secepatnya,” ujarnya.


    Sementara itu, Presiden Joko Widodo tidak banyak berkomentar mengenai keinginan Setnov, agar KPK meminta izin dirinya untuk memeriksa politikus Partai Golkar itu. Dia kembali mengisyaratkan bahwa hukum tidak bisa dicampuri. Jokowi meminta semua pihak mengikuti aturan yang ada, karena bagaimanapun aturan tersebut sudah disepakati bersama.


    ’’Buka undang-undangnya semua. Aturan mainnya seperti apa, di situlah diikuti,’’ ujarnya usai emmbuka Komgres ke-20 Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) di Manado kemarin. tidak perlu dijadikan polemik karena sejak awal aturan perundang-undangannya sudah ada. semua pihak tinggal mengikuti.


    Penjelasan Presiden itu sejalan dengan yang dilakukan KPK. Komisi Antirasuah berpedoman pada UU 30/2002 Tentang KPK. Pada pasal 46 ayat (1), dijelaskan mengenai sifat lex specialis yang dimiliki KPK. Pasal itu menyebutkan, siapapun yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, maka prosedur khusus pemeriksaan tersangka yang diatur dalam UU lainnya otomatis tidak berlaku.


    Pasal itulah yang saat ini digugat oleh Setnov melalui pengacaranya, Fredrich Yunadi, ke Mahkamah Konstitusi. Alasannya, penggunaan pasal tersebut bertentangan dengan hak imunitas DPR yang diatur oleh UUD 1945.


    Senada dengan Presiden Jokowi, Wakil Presiden Jusuf Kalla juga menyarankan agar Novanto bisa menjalani proses hukum yang sedang berjalan di KPK. Selain itu, dia meminta agar Novanto tidak perlu juga mencari-cari alasan menghindari panggilan KPK.


    “Ya semua kita ini harus taat hukum lah. jangan mengada-ada aja,” ujar dia usai meresmikan fasilitas iradiator gamma merah putih milik Batan, kemarin.

    Pada kesempatan lainnya, mantan Ketua Umum Partai Golkar itu juga meminta Novanto agar bersikap layaknya negarawan yang patuh pada proses hukum. Apalagi posisinya sebagai Ketua DPR, lembaga yang membuat undang-undang. Termasuk pula terkait pemeriksaan Novanto yang tidak perlu mendapatkan izin dari presiden. Lantaran sebelumnya, Novanto juga pernah diperiksa tanpa izin presiden.


    JK yang dikonformasi lagi terkait dengan alasan Novanto tidak menghadiri panggilan penyidik itu enggan berkomentar kembali. ”Kan sudah banyak dibahas itu (aturan pemeriksaan anggota DPR dengan izin presiden), semalam (kemarin malam, red) juga dibahas di TV,” ujar dia. (lum/tyo/idr/byu/jun)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top