• Berita Terkini

    Senin, 30 Oktober 2017

    Kasus PD BPR Kebumen, Sriyanto: Jajaran Direksi harus Tersangka

    Sriyanto
    KEBUMEN (kebumenekspres.com)- Praktisi hukum Kabupaten Kebumen, HD Sriyanto SH MH MM mengingatkan penegak hukum tidak main-main dalam penanganan perkara kredit bermasalah PD BPR BKK Kabupaten Kebumen yang saat ini sedang bergulir. Sriyanto mendesak penegak hukum dan hal ini Polri dan Kejaksaan mengusut tuntas seluruh pelaku yang terlibat tanpa kecuali.


    Seperti diberitakan, penanganan perkara kredit bermasalah PD BPR BKK Kabupaten Kebumen tengah memasuki proses persidangan. Dalam hal ini, baru ada satu pelaku yang dijadikan tersangka yakni mantan Direktur PD BPR BKK Kebumen yang didakwakan bertanggung jawab atas pencairan kredit bermasalah senilai Rp 13 miliar kepada satu orang debitur, Giyatmo pada tahun 2011 lalu.

    Sriyanto mengatakan, perkembangan perkara ini membuatnya ragu akan proses penegakkan hukum yang dilakukan Polisi dan Kejaksaan. Dalam perkara semacam ini, kata Sriyanto, tak mungkin pencairan kredit senilai Rp 13 miliar hanya dilakukan seorang direktur utama.

    Setiap kasus Perbankan, katanya, dilaksanakan berdasar pada keputusan kolektif kolegial. Untuk itu tidak ada pelaku tunggal dalam kemelut kasus perbankan. Termasuk pula pada kasus PD BPR Kebumen. "Penting untuk diketahui, disini tidak ada alasan pemaaf atau pembenar pada pasal tersebut," katanya.

    Sekali lagi Pengacara yang berkantor di Perum Pejagoan Indah Jalan Gelora Blok B nomor 12 Pejagoan tersebut menegaskan, penegak hukum tidak boleh membawa kasus ini kemana-mana karena kuncinya ada pada direksi PD BPR Kebumen. "Maka mulai direksi hingga Dirut dapat diterapkan sebagai tersangka," terangnya.

    Namun yang terjadi saat ini, katanya, penegak hukum berkesan tengah berupaya menarik Giyatmo dalam pusaran kasus. Diakui Sriyanto, Giyatmo memang terkait dengan perkara ini bahkan warga Desa Kutosari Kecamatan Kebumen itu pernah dihukum dalam perkara lain. Namun dalam perkara pencairan kredit PD BPR Kebumen, Sriyanto mengingatkan, Giyatmo telah melunasi seluruh utangnya.

    "Lah bila Giyatmo akan ditarik sebagai pihak dalam kasus perbankan adalah sangat lucu, karena hutangnya sudah lunas ya mengakibatkan hubungan hukumnya telah putus," ucap pengacara yang kini tengah menyelesaikan disertasi di bidang TPPU tersebut.


    Nah, rangkaian fakta itulah yang membuat Sriyanto geram. Belum lagi bila dilihat dari sisi kerugian yang ditimbulkan akibat adanya pencairan kredit bermasalah tersebut. Sebagai sebuah perusahaan daerah, seharusnya kerugian yang diderita PD BPR BKK Kebumen juga dianggap sebagai kerugian negara.

    Bila demikian apalagi melihat besaran nilainya, kata Sriyanto, layak jika penegak hukum menerapkan pasal pidana korupsi dalam kasus ini. Yang sayangnya, hingga saat ini tidak atau belum dilakukan.

    "Bila merupakan keuangan negara kenapa kok tidak memakai Undang-undang korupsi saja. Adanya kasus  tersebut paling tidak telah mengganggu perekonomian negara, sebab pasca pengucuran dana Rp 13 miliar PD BPR sempat goyah, " tuding Sriyanto.

    Inilah yang kemudian membuat Sriyanto mempertanyakan kredibilitas aparatur negara dalam mengungkap kasus tersebut. "Dalam hal ini terkesan seakan-akan tebang pilih dan tidak maksimal. Dalam kasus ini tampak seperti ada pesanan dari pihak-pihak tertentu," tegasnya.

    Seperti diberitakan, Mantan Direktur PD BPR BKK Kebumen, Budi Santoso, didakwa melanggar Pasal 49 A  ayat (1) huruf a UU No 7 Tahun 1992  tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU No 10 tahun 1998 dan atau  dakwaan kedua Pasal 3 UU Nomor 8 tahun 2010  tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

    Dia didakwa bertanggung jawab dalam proses pencairan dana Rp 13 miliar kepada debitur Giyatmo, warga Kutosari Kecamatan Kebumen  pada tahun 2011 yang mengakibatkan PD BPR BKK Kebumen mengalami kertugian Rp 8,7 miliar.(mam/cah)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top