• Berita Terkini

    Selasa, 10 Oktober 2017

    Geledah Ruang Ketua PT Sulut, KPK Buka Peluang Keterlibatan Hakim Lain

    Febri Diansyah
    JAKARTA – Penyidik KPK mulai mengembangkan kasus suap yang melibatkan anggota Komisi XI DPR Aditya Anugrah Moha (AAM) dan Ketua Pengadilan Tinggi Sulut Sudiwardono (SDW). Pengembangan itu diawali dengan penggeledahan di sejumlah lokasi Minggu (8/10) lalu di Manado dan Jakarta. semua pihak yang diyakini terkait dengan kasus dugaan suap itu akan dihadirkan satu persatu.


    Penggeledahan dilakukan di tiga lokasi. Dua lokasi di Manado dan satu lokasi di Jakarta. ’’Untuk satu lokasi di Jakarta itu kami geledah rumah dinas AAM di Kalibata, rumah dinas anggota DPR,’’ terang Juru Bicara KPK Febri Diansyah kemarin (9/10). Sementara, di Manado, KPK menggeledah rumah dinas ADW dan kantornya.


    Penyidik juga menyita rekaman CCTV hotel dan bukti pemesanan kamar untuk SDW. Setelahnya, KPK akan memantau siapa saja yang berkaitan dengan kasus tersebut. Termasuk kaitannya dengan pihak-pihak di pangkal perkara, yakni kasus korupsi tunjangan pendapatan aparatur pemerintahan desa (TPAPD) di Kabupaten Bolaang Mongondow.


    ’’Kami belum menggunakan pasal 55 ayat 1 ke-1, karena kami masih menduga indikasi pemberian itu terjadi antara AAM kepada Ketua Pengadilan Tinggi. Yang jelas, sebelum uang diserahkan kali pertama pada pertengahan Agustus lalu, ada sejumlah pertemuan untuk mengurus proses banding itu.


    Mantan aktivis Indonesia Corruption Watch itu menuturkan, kasus yang menjerat Marlina di Kabupaten Bolaang Mongondow itu ditangani Polres setempat dan disupervisi KPK. ’’Supervisi kami lakukan sejak 2004,’’ terang Febri kemarin. Marlina sendiri merupakan mantan bupati Bolaang Mongondow dua periode. Yakni, 2001-2006 dan 2006-2011. Kasussnya terjadi pada 2011.


    Sudah ada enam orang yang dijatuhi hukuman pidana dalam kasus itu, dan sudah inkracht. Di level pengadilan, tinggal Marlina yang masih belum selesai karena dia mengajukan banding. Sementara, di tingkat penyidikan ada satu pihak lagi yang sedang ditangani penyidik. Yakni, pihak peminjam dana TPAPD. ’’Semoga penanganan kasus ini tidak berhenti hanya karena ada kasus suap,’’ lanjutnya.


    Sementara itu, Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan menyatakan bahwa temuan sementara KPK baru sebatas suap untuk membebaskan Marlina. ’’Ada seorang anak yang berusaha mengurus supaya ibunya lepas dari ranah tindak pidana korupsi dengan segala macam upaya,’’ terangnya di gedung KPK kemarin.


    Apakah itu berarti memang ada mfia peradilan di PT Sulut, Basaria menyatakan belum bisa memastikan. ’’Kami belum menemukan apakah ada kebersamaan antara pak SDW dalam hal ini bersama-sama dengan (hakim) yang lainnya,’’ lanjut purnawirawan Polri itu.


    Dia menjelaskan, penyidik kemarin baru memulai pengembangan-pengembangan pasca OTT AAM dengan SDW. Pihaknya akan melihat lebih lanjut apakah memang ada keterlibatan tim dalam hal ini majelis hakim secara keseluruhan. Untuk saat ini, hakim yang menjadi tersangka masih satu orang, yakni SDW.


    Mengenai kemungkinan memanggil para anggota majelis hakim yang menyidangkan Marlina, Basaria menyatakan belum bisa memastikan. Sebab, hal itu tergantung kebutuhan penyidik. ’’Semua yang berhubungan dengan kasus tersebut pasti akan dipanggil,’’ tambahnya.


    Terpisah, Ketua Mahkamah Agung (MA) M. Hatta Ali sudah menandatangani surat keputusan pemberhentian sementara Ketua Pengadilan Tinggi Sulawesi Utara (Sulut) Sudiwardono alias SDW Senin (9/10). Bersamaan dengan keluarnya surat tersebut, MA juga memangkas gaji pokok SDW sebesar 50 persen. ”Terhitung mulai 1 November 2017,” ungkap Kepala Biro Hukum dan Humas MA Abdullah.


    Tidak hanya itu, tunjungan sebagai hakim maupun ketua PT Sulut juga tidak diberikan lagi kepada SDW. Menurut Ketua Kamar Pengawasan MA Sunarto, keputusan pemberhentian sementara berlaku sampai ada putusan berkekuatan hukum tetap untuk SDW. ”Ada asas praduga tak bersalah. Kami harus hormati itu,” ungkap dia kemarin. Namun demikian, MA memastikan segera mencari pengganti SDW.


    Menurut Sunarto dalam waktu dekat bakal diselenggarakan rapat pimpinan MA guna membahas hal itu. Mereka ingin, pengganti SDW sudah terpilih bulan ini. ”Insya Allah bulan ini sudah ada,” ucap dia. Sesuai keterangan yang mereka sampaikan sebelumnya, untuk sementara posisi SDW digantikan oleh wakil PT Sulut. Dengan demikian, kerja aparat maupun pejabat PT Sulut tidak terganggu meski pimpinan mereka terjaring dalam OTT KPK.


    Sunarto menegaskan, kerja sama MA dengan KPK tidak main-main. Sebab, mereka tengah menggalakan program bersih-bersih. Sistem yang dibuat tahun lalu mulai diimplementasikan. ”Kalau teman-teman di daerah atau di MA tidak mau berubah ya kami libas saja,” kata dia tegas. Karena itu, dia menyatakan bahwa masih sangat mungkin ada aparat atau pejabat MA serta badan peradilan di bawah naungan institusi tersebut kena OTT KPK.


    Lantaran berniat membersihkan MA dari perilaku korup, mereka tidak merasa malu sama sekali apabila ada lagi yang ditindak oleh KPK. ”Buat apa kami malu. Buat apa kami tutup-tutupi. Nggak akan selesai,” ujar Sunarto. Pria yang juga menduduki salah satu kursi hakim agung itu menuturkan, setiap sistem baru pasti menuntut korban. ”Namanya perubahan kalau nggak makan korban bukan perubahan. Sama saja dengan yang kemarin,” tegasnya.


    SDW yang kena OTT KPK bersama anggota DPR Aditya Anugrah Moha alias AAM adalah sampel korban sistem baru yang diterapkan MA. ”Korban dari sistem itu,” ucap Sunarto. Karena itu, MA tidak ambil pusing meski banyak pihak mengkritik mereka. Yang pasti, sambung, dia saat ini mereka tengah berbenah diri. Mereka ingin membersihkan MA dari aparat atau pejabat yang tidak punya komitmen untuk bekerja dengan baik sesuai ketentuan.


    Berkaitan dengan informasi pemberhentian Dirjen Badilum MA Herri Swantoro pasca SDW kena OTT KPK, Sunarto membantah hal tersebut. Dia menjelaskan, pemeriksaan terhadap Herri sebagai atasan SDW baru rampung kemarin siang. Hasilnya juga positif. ”Tim pemeriksa berkesimpulan dirjen badilum selaku atasan langsung ketua PT Sulut telah memenuhi kewajiban pengawasan dan pembinaannya,” terangnya.


    Karena itu, MA tidak memberhentikan Herri. Dia tetap mejabat sebagai dirjen badilum MA yang membawahi seluruh ketua PT di tanah air. Keterangan itu disampaikan Sunarto sekaligus untuk menepis kabar pemberhentian Herri yang sempat beredar. ”Itulah temuan kami dan tidak ada upaya pencopotan seperti muncul di media,” imbuhnya. Dia berharap keterangan tersebut menjelaskan kabar yang sempat simpang siur.


    Sementara itu, Juru Bicara (Jubir) MA Suhadi meminta agar para pencari keadilan tidak bertindak di luar koridor. ”Jangan semata-mata mencari kemenangan. Carilah keadilan,” pintanya. Dengan begitu dia yakin kejadian serupa yang menyeret AAM maupun SDW ke dalam pusara kasus dugaan suap tidak akan terjadi. Sebab, pencari keadilan tidak akan melakukan berbagai cara untuk menang dalam peradilan. (byu/syn)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top