• Berita Terkini

    Selasa, 10 Oktober 2017

    Dwi Hartanto, The Next Habibie, Akui Berbohong

    JAKARTA - Nama Dwi Hartanto yang dulu mencuat lantaran punya sederet prestasi di bidang antariksa hingga mendapat julukan The Next Habibie kembali jadi perbincangan. Namun, kali ini bukan karena prestasinya, melainkan kebohongan besar yang dia lakukan.


    Dalam pernyataan tertulis yang dirilis 7 Oktober lalu, dia mengakui hampir seluruh informasi yang beredar selama ini adalah kebohongan. Termasuk bahwa dia adalah kandidat profesor. "Saya sekarang berstatus mahasiswa S3 di Departemen Sistem Intelejen di TU Delft Belanda," terangnya.


    Terkait rekam jejak studinya, dia juga mengakui informasi yang disampaikan bahwa dia lulus dari S1 Tokyo Institute of Technology di Jepang tidak benar. Dia adalah lulusan S1 Institut Sains dan Teknologi AKPRIND Jogjakarta. Setelah itu, Dwi melanjutkan S2 dan S3 di TU Delft Belanda. Program S2 Dwi merupakan beasiswa dari Kementerian Kominfo.


    Pria 35 tahun itu juga menyatakan bahwa tidak benar mengikuti riset rancang bangun proyek dirgantara militer pemerintah Belanda. Yang dia lakukan ada proyek roket amatir mahasiswa. Dwi juga memanipulasi informasi bahwa telah memenangkan kompetisi riset teknologi antar space agency dunia pada 2016 lalu. Dia mengaku telah mengubah dan mendesain ulang plakat penghargaan. Kemudian plakat editannya itu dia sebar ke mana-mana melalui media sosial. Sampai akhirnya menghebohkan tanah air. "Informasi saya masuk tim riset pengembangan pesawat tempur EuroThypoon menjadi EuroThypoon NG (New Generation) di Airbus tidak benar," tutur dia.


    Informasi soal pertemuannya dengan B.J. Habibie juga dibumbui kebohongan. Pertemuan dengan Habibie memang benar terjadi dan ada foto dokumentasinya. Namun pertemuan itu atas permintaan Dwi melalui perwakilan Indonesia di Den Haag, Belanda. Bukan seperti yang dia katakan, bahwa tiba-tiba ajudan Habibie meneleponnya untuk bertemu.

    Rubijanto, sekretaris pribadi B.J. Habibie, membenarkan hal tersebut. Dia mengatakan, Atase Pendidikan KBRI Den Haag yang mempertemukan Dwi dengan Habibie di Belanda. Tidak benar jika Habibie yang meminta dipertemukan dengan Dwi. ”Dwi memang pandai bisa menyakinkan Atase Pendidikan KBRI Den Haag di Belanda,” tutur Rubijanto kepada Jawa Pos kemarin (9/10).


    Tidak berhenti sampai di situ. Pernyataannya tentang tawaran pindah kewarganegaraan dari Pemerintah Belanda pun ternyata bohong. Atas segala kebohongan yang telah dia buat, Dwi menyampaikan permohonan maaf sedalam-dalamnya. "Saya tidak akan mengulangi kegiatan tidak terpuji ini," jelasnya. Dwi juga berjanji tidak akan menyampaikan pendapat apapun ke media di luar kompetisi keilmuannya. Khususnya dia tidak akan lagi berkomentar seolah-olah ahli di bidang teknologi satelit dan pengembangan roket. Termasuk juga pada riset pesawat tempur.


    Pada program Visiting World Class Professor 2016 di Jakarta lalu, Dwi memang menjadi salah satu peserta yang terpilih berdasarkan atas riwayat hidup, capaian, dan prestasi akademis. Hal itu diperkuat dengan pernyataan Dwi melalui surat elektronik bahwa dia merupakan assistant professor yang tengah dipersiapkan dan diproyeksikan menjadi full professor permanen di TU Delft.


    Dirjen Sumber Daya Iptek Dikti Ali Ghufron Mukti membenarkan Dwi menjadi bagian program Visiting World Class Professor 2016. Menurut Gufron, saat itu, Dwi mengaku dirinya merupakan assistant professor di TU Delft Belanda dan siap berkolaborasi dengan akademisi dalam negeri. Sayangnya, saat ini Dwi melakukan sebuah kesalahan yang seharusnya tidak dilakukan seorang ilmuwan atau akademisi.


    Ghufron menegaskan, kebohongan akademis tidak bisa diterima. Apalagi kebohongan akademis di publik. Kendati demikian, Ghufron berharap ke depan Dwi mampu memperbaiki diri dan kembali mengembangkan potensi yang ada pada dirinya, serta memperbaiki dan menjaga integritasnya.


    ”Bagi kami, Dwi Hartanto sebenarnya memiliki potensi untuk berkembang. Kami juga mengimbau para ilmuwan Indonesia di luar negeri untuk membantu Dwi memperbaiki dirinya. Janganlah kita kemudian menghakimi. Tetapi kita arahkan dan berikan kesempatan. Jalan karir Dwi masih panjang. Mari kita tegur, kita ingatkan, dan kita bantu ke arah yang baik,” tuturnya.


    Terkait dengan beasiswa, Plt Kepala Biro Humas Kemenkominfo Noor Iza membenarkan bahwa Dwi merupakan penerima beasiswa dari Kemenkominfo. Menurutnya, Dwi mendapatkan beasiswa S2 di Belanda pada 2007 melalui seleksi. ”Ketika itu ada pembukaan seleksi beasiswa. Dia mendaftar, lalu mengikuti proses seleksi sampai tahap akhir,” tuturnya kemarin. Beasiswa yang diberikan itu tanpa ikatan dinas. Sehingga, setelah lulus Dwi tidak punya kewajiban untuk menjalani masa ikatan dinas.


    Plt Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Prof Bambang Subiyanto mengungkapkan, peneliti itu pada dasarnya bisa salah. Tapi tidak boleh berbohong. Sekali berbohong dan ketahuan maka tidak akan ada ampun. Meskipun tidak ada hukuman pidana secara langsung. ”Tapi secara moral dia tidak akan diakui sebagai peneliti. Itu sangat menyakitkan hati sebagai peneliti. Sebagai contoh saya manusia tapi tidak diakui sebagai manusia,” tegas Bambang. Dia menyebut karir Dwi sebagai peneliti bisa tamat.


    Dia menuturkan, setidaknya ada tiga peristiwa menghebohkan dalam dunia penelitian yang mengindikasikan kebohongan besar. Selain kasus Dwi, ada pula muncul kehebohan penelitian padi yang bisa menghasilkan beras 15 ton tiap hektare. Selain itu muncul pula penelitian tentang blue energy dari air. ”Sebelum panggil orang itu lihat dulu track recordnya. Jangan hanya, bahasa Jawanya gedabrus,” kata pria kelahiran Nganjuk itu. (wan/and/jun)



    Kasus Bambang itu menjadi pelajaran yang sangat berharga perlunya pembuatan data base yang akurat para peneliti Indonesia. Di negara-negara lain seperti Jepang data base seperti itu sudah lama diterapkan. ”Sampai tahu satu-satu saya pernah menulis di majalah dalam bahasa Jepang itu ditunjukin,” ujar peraih gelar Master bidang pertanian di Universitas Kyoto, Jepang. (wan/and/jun)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top