• Berita Terkini

    Selasa, 03 Oktober 2017

    Ada Jejak Kaki Bima di Karangsambung

    ISTIMEWA
    KEBUMEN (kebumenekspres.com)-Dukuh/Desa/Kecamatan Karangsambung, tepatnya di bawah Bukit/Gunung Paras terdapat lubang batu yang berbentuk mirip tapak kaki. Besarnya tapak kaki yang mencapai panjang sekitar 50 centimeter tersebut membuat membuat warga setempat menyebutkan dengan istilah Watu Tepak Bima.

    Keberadaan tempat Watu Tepak Bima hingga kini masih dianggap sakral oleh masyarakat. Keberadaan Watu Tepak Bima yang berada di bawah Gunung Paras membuat warga berharap kawasan tersebut menjadi tempat objek wisata. Pasalnya di Gunung Paras juga terdapat makam Ki Hajar Wlaran yang dipercaya merupakan Arumbinang V.

    Sudaryanto (65) salah satu warga menyebutkan,  Watu Tepak Bima memang telah lama ditemukan. Fenomena tersebut tergolong unik, sebab terdapat tapak berukuran sangat besar jika dibandingkan dengan tapak kali manusia masa kini. “Kalai dilihat bentuknya mirip tapak kali kiri, dan hanya ada satu,” jelasnya, kemarin (2/10/2017).

    Entah buatan manusia atau karena fenomena alam yang jelas adanya tapak kali berukuran besar menjadi tanda tanya tersendiri bagi warga. Saking keramatnya, hingga kini masih terdapat warga yang mengambil air yang berada di tapak tersebut. Bahkan di Dukuh Karangsambung, banyak warga yang melarang anak-anak untuk bermain di lokasi tersebut. Mitosnya kawasan Watu Tepak Bima dijaga oleh sosok ular yang sangat besar.

    Terlepas dari banyaknya pandangan, Budayawan Ravie Ananda menyampaikan, di bawah Watu Tepak Bima terdapat  sungai kecil yang bernama Sungai Wuluh. Warga menyebut Watu Tepak Bima karena menyerupai telapak kaki yang besar.

    “Kalau pendapat saya mengatakan hal itu sengaja dibuat oleh orang-orang zaman dulu,” paparnya.

    Watu Tepak Bima berada di batuan jenis Andesit. Lubang batu sengaja dibuat untuk menampung air hujan dari langit. Air tersebut merupakan air suci dari langit yang dapat digunakan untuk kegiatan upacara, ritual kepercayaan (mitologi). “Masyarakat saat itu sangat erat kaitannya spiritual dan alam,” tegasnya.

    Ravi menegaskan, adanya kepercayaan turun-temurun membuat hingga kini masih ada sebagian masyarakat yang masih mengambil air dalam lubang tersebut. Selain itu, air yang suci dan menyucikan memang ada tujuh yakni Air laut, sungai, sumur, embun, hujan, salju dan mata air. “Air hujan merupakan air yang suci terlebih jika berada pada tempat yang tidak terhalang apapun,” ucapnya. (mam)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top