• Berita Terkini

    Selasa, 26 September 2017

    Setengah Hari, Masyarakat Karangasem Diguncang Gempa 495 Kali

    ILUSTRASI
    KARANGASEM - Gunung Agung terus menunjukan aktivitas vulkanik. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) mencatat ratusan kali gempa vulkanik dalam dan gempa vulkanik dangkal terjadi Senin (25/9). Tidak hanya itu, mereka juga medeteksi puluhan gempa tektonik lokal. Secara keseluruhan terjadi 495 kali gempa sejak pukul 00.00 WITA sampai pukul 12.00 WITA.



    Menurut Kepala PVMBG Kasbani data tersebut menunjukan bahwa jumlah kegempaan di sekitar Gunung Agung dalam tiga hari belakangan terus naik. "Gempa-gempa terasa sering terjadi," ungkap dia. Itu mengindikasikan energi magmatik yang luar biasa besar dari gunung tersebut. "Yang terbesar dalam sejarah pemantauan instrumental di Gunung Agung," jelasnya.



    Tidak heran dalam pertemuan antara pejabat teras Pemprov Bali kemarin, Gubernur Bali I Made Mangku Pastika meminta seluruh organisasi perangkat daerah (OPD) selalu siaga. Pejabat yang akrab dipanggil Pastika itu pun menekankan agar anak buahnya tidak bepergian keluar daerah. "Kecuali untuk urusan yang sangat urgent," kata dia. Sebab, mereka harus konsentrasi berhadapan dengan kondisi saat ini.



    Selain itu, Pemprov Bali bersama BNPB, BPBD Bali, serta instansi lainnya terus berupaya mengevakuasi seluruh masyarakat dari kawasan rawan bencana. Khususnya yang berada di zona merah. Kemarin Jawa Pos turut serta dalam evakuasi tersebut. Bukan sekedar ucapan, membujuk masyarakat untuk mengungsi memang sulit. "Banyak yang khawatir dengan hewan ternak," ungkap salah seorang relawan bernama I Komang Ardita.



    Benar saja dalam perjalanan menuju Dusun Batu Gede, Desa Duda Timur, Kecamatan Selat, Karangasem, truk yang dipakai untuk evakuasi sempat diberhentikan masyarakat. Ketika ditanya kenapa? Mereka menjawab ingin minta tolong agar truk tersebut dipakai untuk mengangkut hewan ternak. "Sekarang jiwa (masyarakat) dulu," kata Ardita. Sempat berdialog panjang, akhirnya mereka mengerti.



    Kesulitan mengevakuasi seluruh masyarakat di kawasan rawan bencana juga tampak di sepanjang perjalan. Masih ada yang duduk santai bersama keluarga di pelataran rumah masing-masing. Bahkan juga yang masih membuka warung. Padahal, sebagian besar masyarakat sudah mengungsi. "Bisa ditandai, rumah yang lampunya masih nyala sampai siang berarti sudah mengungsi," kata Ardita.



    Relawan asal Karangasem itu pun meceritakan pengalaman mengevakuasi masyarakat dari kawasan rawan bencana beberapa hari belakangan. "Ada yang sampai diikat keluarganya sendiri," ucapnya. Namun demikian, masih ada saja yang nekat. "Katanya mau mengungsi kalau sudah meletus," ucap dia. Untuk itu, bujuk rayu terus dilakukan agar kawasan rawan bencana benar-benar kosong.



    Begitu tiba di Dusun Batu Gede, Ardita langsung mencari tahu keberadaan masyarakat. Dia bertanya kepada petugas yang berjaga di sekitar lokasi tersebut. "Masih ada yang belum mengungsi?" Kata pria yang sehari-hari bekerja sebagai PNS di Pemkab Klungkung itu. Petugas lantas menjelaskan bahwa ada beberapa masyarakat yang belum diungsikan. Setelah dipastikan lokasinya, pencarian berlanjut.



    Bujuk rayu yang disampaikan Ardita bersama relawan lain pun berhasil. Tidak kurang 25 jiwa dibawa mengungsi dari Dusun Batu Gede. Dia menjelaskan bahwa mereka tidak perlu khawatir. Sebab, lokasi pengungsian aman. "Ibu-ibu yang tenang, jangan takut," ucap dia. Hal serupa disampaikan kepada para bapak. "Nanti berkumpul semua di sana (lokasi pengungsian)," imbuhnya.



    Sementara itu Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho menuturkan jika hingga kemarin jumlah pengungsi mencapai 48.540 jiwa yang tersebar di 301 titik pengungsian. Dia memprediksi jika masih ada sekitar 14 ribu jiwa yang belum mengungsi. ”Namun jumlah pasti, kami belum tahu. Sangat dinamis. Ada juga yang tidak lapor,” ucap Sutopo saat konferensi pers di Kantor BNPB kemarin.



    Tim relawan dan Basarnas pun dikerahkan untuk membujuk agar penduduk di daerah zona merah, sembilan kilometer dari puncak gunung, mau mengungsi. Menurut Sutopo ada banyak alasan yang melatarbelakangi masyarakat tidak mau mengungsi. Tidak ada yang mengurus hewan ternak adalah salah satu alasan mereka.



    Sutopo juga menjelaskan, Gunung Agung memiliki tipe letusan vulkanian. Artinya letusannya kecil hingga sedang dan berlangsung beberapa menit. Letusannya termasuk jenis eksplosif atau magma yang keluar ke permukaan bumi disertai ledakan sebagai akibat dari tekanan gas yang kuat. ”Pada 1963 gunung tersebut meletus dengan tipe plinian. Tingginya sampai 20 km dan waktu itu menyebabkan matahari tertutup awan tebal yang akhirnya suhu bumi turun 0,4 derajat celcius,” ujarnya.



    Sayangnya pada 1963, Indonesia belum memiliki alat-alat untuk mendokumentasikan aktivitas gunung. Sistem peringatan dini pun belum ada. Sehingga banyak korban yang meninggal. Sutopo mengatakan jika dengan adanya teknologi untuk memantau aktivitas gunung, dia menyarankan agar warga mematuhi apa yang diimbau pemerintah.



    Selanjutnya Sutopo mengungkapkan bahwa hingga kemarin sudah digelontorkan dana sekitar Rp 1 Triliyun untuk menangani dampak Gunung Agung. Dana tersebut untuk diberikan memberikan fasilitas kepada pengungsi di pengungsian.



    Sebenarnya dana yang disiapkan pemerintah sejumlah Rp 2 trilyun. Dana tersebut berasal dari dana siap pakai BNPB. Ada juga pendanaan dari APBD Bali yang dialokasikan dari dana tak terduga. Bantuan dari BUMN, dunia usaha, dan masyarakat pun juga membantu untuk penanganan dampak Gunung Agung.



    Terkait dengan aktivitas vulkanik Gunung Agung, sektor pariwisata Bali bisa dibilang masih aman. Ketua Tim Crisis Center Kemenpar I Gusti Ngurah Putra mengatakan, beberapa destinasi wisata di Pulau Dewata itu memang terpaksa disterilkan untuk alasan keamanan. ”Destinasi wisata di dekat Gunung Agung sudah steril. Pura Besakih misalnya. Sudah tidak ada yang bisa masuk ke kawasan tersebut,” kata Ngurah kepada Jawa Pos kemarin.



    Ngurah mengatakan, pihaknya terus berkoordinasi dengan BNPB untuk mengetahui perkembangan terkini dari Gunung Agung. Dengan begitu, informasi tersebut bisa disampaikan ke pihak-pihak terkait. Seperti Dinas Pariwisata, ASITA, dan PHRI. ”Kami baru saja melakukan rakor membahas hal tersebut. Sejauh ini, kami tetap memantau situasi di sana,” ungkapnya.



    Namun, penutupan destinasi wisata di kawasan Gunung Agung tidak membuat geliat pariwisata Bali jadi melemah. Menurut Ngurah, destinasi pariwisata lain tetap ramai seperti biasanya. Hal tersebut dibenarkan Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran Pariwisata Nusantara (BP3N) Kemenpar Esthy Reko Astuti. Dia mengatakan, kebanyakan turis yang datang ke Bali adalah turis-turis yang sudah pernah ke Bali sebelumnya. "Kebanyakan dari mereka sudah paham di mana lokasi Gunung Agung dan di mana destinasi wisata yang memang aman. Jadi, tidak ada masalah," ungkap dia. (and/lyn/syn)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top