• Berita Terkini

    Rabu, 13 September 2017

    Nasib Malang Mbah Surip, Warga Desa Jagasima Kecamatan Klirong

    fuadhasyim/ekspres
    Rumah Tinggal Menunggu Ambruk, Berharap Segera Diperbaiki

    Diusianya yang mendekati kepala delapan, Mbah Surip harusnya tinggal menikmati sisa usianya yang kian senja. Tapi takdir berkata lain. Tidak hanya harus mencukupi kebutuhan hidup, Mbah Surip bahkan harus bertaruh nyawa tiap hari akibat kondisi rumahnya yang sangat memprihatinkan dan tinggal menunggu ambruk.Kondisi memprihatinkan Mbah Surip ditemukan tanpa sengaja saat rombongan Kasatlantas Polres Kebumen menggelar bakti sosial di desa itu.
    ----------------------------
    Fuad Hasyim-Klirong
    ----------------------------

    Bangunan berukuran sekitar 6x4 meter itu berada di Dusun Tinayan Desa Jagasima Kecamatan Klirong. Dari arah balai desa Jagasima, lurus ke arah barat sekitar 500 meter.
    Jika bukan warga desa setempat, pasti tidak akan mengira jika bangunan itu adalah sebuah rumah tinggal.

    "Subhanallah, ini rumah, masih dihuni?," kata Kasatlantas Polres Kebumen AKP Suryo Wibowo saat blusukan bagi-bagi sembako di Jagasima dalam rangka bakti sosial peringatan HUT ke-62 Polantas, Selasa (12/9).

    Wajar jika AKP Suryo berkata demikian. Ekspres dan wartawan lain yang ikut dalam rombongan juga tak kalah terkejutnya. Sebab mereka mengira rumah itu adalah bangunan kosong yang sudah tidak berpenghuni karena saking rusaknya.

    Dinding rumah yang seluruhnya terbuat dari gedek alias anyaman bambu sudah bolong disana-sini. Di bagian atap, hampir seluruhnya bocor. Sementara kayu penyangga rumah telah rapuh dan terancam akan ambruk. Bahkan terpaan hujan beberapa waktu lalu membuat atap kamar sebelah barat ambrol dan tak kunjung diperbaiki hingga kini. Sementara bagian atap lainnya seperti tinggal menunggu ambruk saja.

    Masuk ke dalam rumah, kondisinya lebih memprihatinkan dan bikin mengelus dada.

    Hanya satu ada ruangan utama yang dipakai untuk tempat tidur sekaligus ruang tamu. Semuanya masih beralaskan tanah. Kondisinya sangat berantakan dengan tumpukan pakaian, perabot dan kaleng makanan disana-sana.

    Tak ada satupun peralatan elektronik yang terlihat, bahkan jam dinding sekalipun.

    Disudut rumah, terlihat satu buah ranjang beralaskan kasur yang kusut dan tipis.

    Di ranjang reot itulah, Mbah Surip mengisi hari-harinya selama bertahun-tahun. Terutama setelah ditinggal pergi sang suami tercinta, Muhamad Sohirin, empat tahun silam.Di tempat itu pula Mbah Surip harus bertaruh nyawa. Tepat diatas kasur, atap bambu yang dipakai untuk menopang genteng sudah melengkung dan tinggal menunggu ambruk. Dikhawatirkan hujan akan membuat rumah itu ambruk karena kondisinya yang sudah lapuk.

    "Menawi jaweh nggih bocor pun teng pundi-pundi," kata nenek yang ingatan, pendengaran dan penglihatannya kian berkurang akibat digerogori usia.

    Mbah Surip menuturkan, kerusakan rumahnya sudah berlangsung lama. Tapi akibat tak ada biaya, renovasi rumah terpaksa tinggal mimpi belaka. Apalagi setelah sang suami meninggal dan anak-anaknya satu persatu meninggalkan rumah setelah menikah. Kini, Mbah Surip harus masak dan mencari lauk sendiri. Untungnya, ada sejengkal tanah berisi tanaman pohon kelapa yang menjadi sandaran hidupnya.

    "Klopone ditumbas tiang terus kulo angsul arto ngge tumbas beras kalih lawuh," ucap nenek enam anak ini.

    Tempat masak Mbah Surip jauh dari kata ideal sebuah dapur. Berada di halaman depan, hanya ada pawon kayu bakar. Tak ada atap penutup alias langsung beratap langit. Jangan heran jika hujan, Mbah Surip terpaksa tidak bisa masak. Untungnya, tetangga sekitar Mbah Surip peduli dan kerap memberikan makanan.

    Mbah Surip memang tidak hidup sebatang kara. Ada Udin (50), salah satu putranya yang kadang menemaninya tidur di gubug reot itu. Tapi menurut penuturan warga, keberadaan Udin, justru malah membuat Mbah Surip kian merana. Ini karena Udin menolak bantuan bedah rumah yang diberikan pemerintah. Tak hanya itu, inisiatif warga untuk membantu memperbaiki rumah Mbah Surip juga lagi-lagi mendapat penolakan dari Udin.

    "Kulo pun sanjang teng Udin, niki rusake umah pun mrembet-mrembet, pun nenggo ambruk. Tapi Udin malah matur ngenjang-ngenjang didandani, kados niku terus. Kulo nggih kepengin sanget didandosi umahe," kata nenek yang mengaku saat masih kecil pernah dirawat bupati Kebumen.

    Mbah Surip mengaku tidak habis pikir dengan sikap Udin. Termasuk alasannya tidak mau memperbaiki rumahnya yang sudah rusak parah.

    Ahmad (57), salah satu warga setempat membenarkan hal itu. Dijelaskannya, saat kamar tidur mbah Surip ambrol, warga sebenarnya berinisiatif akan melakukan gotong-royong memperbaiki. Namun uluran tangan warga itu ditolak Udin tanpa alasan yang jelas.

    "Nggak tahu kenapa, pokoknya tak boleh diperbaiki," ucap dia.

    Dia menambahkan, material untuk memperbaiki rumah Mbah Surip sebenarnya sudah ada. Termasuk batu bata dan bambu. Sayang, material itu hanya teronggok begitu saja di depan rumah tanpa pernah disentuh. Bahkan tumpukan bambu akhirnya lapuk dimakan rayap.

    Kepala Desa Jagasima Sokhibun menuturkan, ada sekitar 50 rumah di Jagasima yang perlu mendapatkan bantuan bedah rumah program Rumah Tidak Layak Huni (RTLH). Tahun ini, pihak desa mengajukan 12 rumah untuk diperbaiki.

    "Rumah Mbah Surip tidak termasuk yang kami ajukan mendapatkan bantuan RTLH, karena dulu pernah dapat tapi ditolak pihak keluarga," ucapnya.

    Terkait kondisi rumah Mbah Surip, Sokhibun berjanji akan melakukan pendekatan kepada pihak keluarga agar rumah itu bisa segera diperbaiki. (has)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top