• Berita Terkini

    Sabtu, 16 September 2017

    Heboh Pil Halusinasi, Sembilan Orang Ditetapkan Sebagai Tersangka

    ILUSTRASIILUSTRASI
    JAKARTA - Guna mengungkap peredaran pil PCC yang bikin halusinasi, aparat kepolisian terus bergerak. Kemarin jumlah tersangka yang ditangkap dan diamankan oleh Polres Kendari bertambah menjadi empat. Sehingga jumlah total tersangka pun bertambah. ”Saat ini ada sembilan orang ditetapkan sebagai tersangka,” ungkap Kabagpenum Divhumas Polri Kombes Martinus Sitompul. Selain Polres Kendari, Polres Kolaka turut mengamankan dua tersangka sedangkan Polres Konawe mengamankan seorang tersangka. Sisanya diringkus oleh Polda Sulawesi Tenggara (Sultra).



    Bersamaan dengan penangkapan sembilan tersangka, jajaran Polda Sultra juga turut menyita sejumlah barang bukti. Di antaranya 5.227 butir pil siap edar. ”Beserta uang tunai Rp 400 ribu dan 1 sachet bubuk PPC,” terang pria yang akrab dipanggil Martin itu. Namun demikian, mereka belum tahu pasti motif para tersangka mengedarkan pil tersebut. ”Nanti kami gali di situ motif-motifnya. Apakah yang bersangkutan dengan sengaja meracuni anak-anak? Nanti kami gali lebih dalam dari sembilan tersangka itu,” beber dia.



    Sesuai ketentuan yang berlaku, mereka disangkakan melanggar Undang-Undang (UU) Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Bukan hanya terancam hukuman 15 tahun penjara, mereka juga bisa kena sanksi denda. ”Paling banyak denda Rp 1,5 miliar,” imbuh Martin. Mantan kabidhumas Polda Metro Jaya (PMJ) itu pun menjelaskan bahwa sembilan tersangka mengedarkan pil tersebut tanpa izin. Karena itu, mereka dianggap melanggar ketentuan yang berlaku.



    Berdasar data yang diperoleh Divhumas Polri, sampai kemarin masih ada korban yang dirawat di rumah sakit. ”Tinggal 15 orang,” kata Martin. Sebanyak 12 korban menjalani perawatan di RS Jiwa Kendari, 2 korban dirawat di RS Bhayangkara, dan seorang lainnya di RS Bahteramas. Mereka harus menjalani perawatan lantaran efek mengonsumsi pil terlarang itu belum hilang. Lebih lanjut, sambung dia, pil tersebut dikonsumsi oleh para korban dengan dua cara. ”Ada yang ditenggak langsung. Ada yang ditumbuk halus kemudian dicampur minuman,” jelasnya.



    Alhasil, puluhan korban bertumbangan. Mereka lepas kontrol dan bertingkah di luar kendali. Bahkan ada yang sampai kehilangan nyawa. Atas kejadian tersebut, Martin menyampaikan bahwa semua pihak harus belajar dari insiden di Sultra. ”Sehingga tidak terulang kembali,” ujarnya. Aparat kepolisian pun berjanji terus menggali data dan informasi dari para tersangka guna mengetahui lebih jauh peredaran pil tersebut. Termasuk asal muasalnya juga proses pengedarannya.



    Meneteri Kesehatan Nila F Moeloek turut prihatin dengan adanyan kasus penyalahgunaan PCC. Nila sangat berharap Badan Narkotika Nasional (BNN) segera mengidentifikasi kandungan obat sekaligus menetapkan status zat tersebut dalam kelompok adiktif. Hal tersebut dikarenakan jumlah korban yg berusia muda lebih banyak. "Jika ini terbukti zat psikotropika, Kemenkes mengingatkan agar masyarakat berhati-hati. Kami juga berharap agar BNN menginvestigasi secepatnya,” tegas Menkes.



    Selain itu Nila juga mengatakan jika kemeterinnya sudah menindaklanjuti hingga ke dinas kesehatan setempat. Nila menghimbau agar dinas kesehatan untuk melakukan pengawasan peredaran dan penggunaan obat.



    Bahayanya PCC juga di tuturkan oleh Spesialis kesehatan jiwa RSAL dr Ramelan Surabaya dr. Ketut Tirka Nandaka SpKJ. Dia menjelaskan bahwa somadryl merupakan merek dagang yang di dalamnya mengandung PCC. "Ada kombinasi antara Obat Paracetamol, Carisoprodol dan Caffein. Corisoprodol membuat gejala sakau dan kecanduan," tuturnya.



    Lebih lanjut Tirka menjelaskan bahwa obat yang mengandung PCC punya khasiat melemaskan otot. Dia menyebutkan cara kerja obat tersebut hampir sama dg benzodiazepin, alprazolam, dam lexotan.



    "Gejala yg berbahaya dari Criprosodol adalah, gerakan motorik yang tidak terkendali,  kejang,  tremor, dan tidak sadar," tuturnya. Obat tersebut tidak masuk ke dalam golongan halisinogen. Sehingga tidak menimbulkan halusinasi

    Tirka mengatakan jika somadryl termasuk obat resmi. Dimana tahun 1990an banyak digunakan untuk obat Flu Hongkong yg saat itu mewabah. Gejala flu hongkong adalah panas disertai nyeri hebat otot dan sendi.



    Sementara itu paracetamol itu untuk penurun panas. "Sedangkan caffein itu dimaksudkan supaya pasien tidak ngantuk," ujar Tirka. Dia menambahkam jika obat tersebut legal dan termasuk golongan G. "Masih beredar saya kira," imbuhnya.



    Masalah tersebut juga mendapat perhatian KPAI. Komisioner KPAI Bidang Hak Sipil dan Partisipasi Anak Jasra Putra menyampaikan keprihatikan dan penyesalan atas kasus konsumsi pil PCC anak-anak di Kendari. Dia mengatakan jumlah korban yang mencapai 64 anak itu merupakan kasus yang luar biasa. ’’Kami mendukung pemda setempat menetapkan kasus ini sebagai kejadian luar biasa (KLB, red),’’ tutur dia kemarin (15/9).



    Jasra meminta rumah sakit melakukan penanganan korban dengan sebaik-baiknya. Sehingga hak-hak kesehatan anak-anak yang menjadi korban pil memabukkan itu tidak terabaikan. Dia juga berharap masyarakat menghentikan penyebaran video rekaman anak yang ’’gendeng’’ setelah mengkonsumsi pil PCC itu. Supaya tidak menimbulkan dampak buruk bagi perkembangan anak itu kedepannya.



    KPAI mendesak supaya BNN, polisi, BPOM, serta Kemenkes menyelidiki kasus ini dengan serius. Jika benar pil PCC sudah tidak lagi dimasukkan dalam kategori obat, karena berbahaya sejak 2013 lalu, kenapa sampai sekarang masih beredar. Oknum pengedar, pengusaha apotik, bahkan sampai produsen yang terlibat dalam perederan pil PCC harus ditindak.



    ’’Kepada orang tua dan masyarakat bersama-sama meningkatkan pengawasan pergaulan anak-anak, supaya tidak lagi ada yang mengkonsumsi pil ini,’’ jelasnya. Menurut Jasra peran lingkungan masyarakat serta keluarga sangat penting. Apalagi peredaran pil PCC diduga kuat berjalan dari tangan ke tangan. Apalagi harga belinya cukup terjangkau di kisaran Rp 20 ribu per butir. (syn/lyn/wan)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top