• Berita Terkini

    Sabtu, 02 September 2017

    Buntut Dilaporkannya Novel Baswedan; Bisa Terjadi Cicak Vs Buaya Lanjutan

    JAKARTA – Publik tentu masih ingat perseteruan yang memanas antara KPK versus Polri Januari 2015 silam. Dua komisioner KPK kala itu, Bambang Widjojanto dan Abraham Samad, ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareskrim Mabes Polri. Penetapan itu hanya berselang beberapa hari setelah KPK menetapkan Komjen Budi Gunawan sebagai tersangka dugaan kasus korupsi.


    Perseteruan yang dikenal dengan Cicak Buaya Jilid 3 itu menjadi sejarah kelam pemberantasan korupsi tanah air. Nah, percikan histori itu kini mulai muncul kembali. Itu setelah Brigjen Aris Budiman melaporkan anak buahnya sendiri, Novel Baswedan ke Polda Metro Jaya. Laporan itu pun sudah naik ke penyidikan. Artinya, penetapan tersangka untuk Novel tinggal menunggu waktu.


    Pendiri Lokataru Haris Azhar mengatakan perseteruan antara KPK-Polri cenderung mengerucut pada Novel. Itu dilihat dari skenario polisi yang terkesan hanya mengincar Novel sebagai main target. ”Kalau dulu itu cicaknya kan KPK. Tapi sekarang, dibilang cicak juga nggak bisa. Karena pimpinan KPK nggak mau maju,” ujarnya kepada Jawa Pos.


    Mantan Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) itu menyebut KPK sejatinya sudah lemah semenjak dipimpin komisioner saat ini. Pun, tidak tertutup kemungkinan perseteruan antara Aris-Novel merupakan dampak dari lemahnya pimpinan yang sekarang. ”Ini sudah jelas (serangan Polri) mau mengerucut ke Novel,” paparnya.


    Secara umum, kasus dugaan pencemaran nama baik yang dilaporkan Aris ke Polda Metro Jaya merupakan modus yang biasa dipakai orang-orang panik. Kata lain, tidak ada persoalan krusial dalam kasus tersebut. ”Isi email (Novel, Red) sebenarnya hanya protes biasa,” imbuhnya. Haris pun menduga kasus tersebut hanya “pesanan”. ”Polisi bintang 1 (Aris Budiman, Red) apa sih kepentingannya.”


    Haris menyebut, Presiden Joko Widodo mestinya tidak tinggal diam menyikapi persoalan ini. Setidaknya, Jokowi segera memanggil Kapolri Jenderal Tito Karnavian untuk menanyakan perihal maksud dan tujuan pengusutan kasus dugaan pencemaran nama baik atas Novel.

    ”Jangan ketika masyarakat marah baru mengeluarkan pernyataan,” ucapnya.

    Sementara itu, polisi terus mempercepat penanganan kasus dugaan pencemaran nama baik atas email Novel. Dirkrimsus Polda Metro Jaya Kombespol Ade Derriyan menyebutkan pemanggilan kali kedua Aris kembali dilakukan pada Kamis (31/8). "Pemanggilan pertama pas masih tahap penyelidikan. Nah, kemarin pemanggilan untuk tahap penyidikan," terangnya saat ditemuidi Mapolda Metro.


    Aris dicecar 40 pertanyaan dalam pemeriksaan itu. Menurutnya, Aris memberikan keterangan yang cukup komplit. Aris menjadi informan tunggal dalam kasus tersebut. "Kami tidak butuh memeriksa orang lain. Hanya Pak Aris cukup," tutur mantan Kasubdit I Tipikor Bareskrim Mabes Polri tersebut.


    Lantas, apakah ada perubahan status Novel setelah polisi memeriksa Aris hingga dua kali ? Kabidhumas Polda Metro Jaya Kombespol Argo Yuwono menyebutkan, status Novel masih sama, hingga kemarin. Yaitu, terlapor.

    "Kan ada tahapan-tahapannya. Tidak sembarangan menjadikan seseorang sebagai tersangka," ungkapnya.


    Pekan depan, polisi bakal memeriksa saksi ahli dengan menghadirkan barang bukti (barbuk) dari Aris. Argo mengatakan, barbuk  berupa hand out email yang diduga dikirimkan oleh Novel. Menurutnya, sikap Aris yang melaporkan Novel ke kepolisian adalah hal wajar. "Sekarang, kalau kamu dibilang oleh anak buahmu jelek ke orang lain, gimana? Marah kan," tuturnya.


    Sementara itu, KPK masih irit berkomentar soal perseteruan Aris-Novel. Mereka belum menentukan sikap terkait manuver Aris. KPK tetap akan berpegangan hasil sidang Dewan Pertimbangan Pegawai (DPP) KPK terhadap Aris. Setelah itu, pimpinan baru akan memanggil Aris. ”Ditunggu saja,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah.

    Sidang DPP itu memproses dugaan pelanggaran yang dilakukan Aris. Yakni, terkait dugaan pertemuan Aris dengan anggota Komisi III dan kehadiran di pansus hak angket DPR untuk KPK. KPK pun berjanji hasil sidang itu akan menentukan posisi Aris di internal KPK.


    Sementara itu, Presiden Joko Widodo kembali menegaskan posisinya atas polemik di internal KPK. Menurut dia, KPK merupakan lembaga yang independen. ''Saya tidak ingin mencampuri. Nanti ada yang ngomong intervensi,'' ujar Jokowi di sela kunjungan kerja ke Sukabumi kemarin (1/9).


       Karena itu, dia enggan mengomentari lebih jauh mengenai friksi yang sedang berlangsung. Begitu pula dengan pansus Hak Angket yang menjadi awal mula konflik di internal KPK. Bagaimanapun, pansus merupakan ranah legislatif, dan presiden tidak bisa turut serta. ''Itu haknya DPR. Pansus haknya DPR. Angket haknya DPR," kata Presiden


       Jokowi menambahkan, masyarakat harus memahami bahwa ada wilayah sebuah lembaga yang tidak bisa dicampuri oleh lembaga lainnya. Konstitusi maupun UU sudah mengatur pembagian wewenang antarlembaga negara. Selama regulasi tidak mengizinkan, maka tidak boleh ada lembaga lain yang mengintervensi, sekalipun itu lembaga kepresidenan. (Bayu)(tyo/sam)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top