• Berita Terkini

    Selasa, 19 September 2017

    Banyak Pejabat Daerah Kena OTT, Penguatan Inspektorat Direalisasikan Tahun Ini

    ILUSTRASI ILUSTRASI
    JAKARTA – Kasus Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap pejabat dan kepala daerah yang terjadi beruntun membuat rencana penguatan inspektorat daerah dipercepat. Pemerintah menargetkan, regulasi yang mengatur perubahan terhadap aparat pengawas internal itu rampung akhir tahun ini.


    “Itu bisa tahun ini (realisasinya),” kata Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo usai berkoordinasi dengan KPK di Kantor Kemendagri, Jakarta, kemarin (18/9).

    Saat ini, lanjut Tjahjo, desain perubahan struktur dan sistem di inspektorat yang menjadi rekomendasi KPK sudah sampai ke pihak istana. Secara prinsip, presiden juga sudah menyetujui perubahan yang akan diatur melalui Peraturan Pemerintah tersebut. “Sudah masuk Setneg (Sekretariat negara). Tunggu aja,” imbuhnya.


    Politisi PDIP itu menjelaskan, dari sisi kelembagaan, inspektorat akan menjadi lembaga independen setingkat sekretariat daerah (Sekda). Namun dari sisi pertanggungjawaban, inspektorat harus mempertanggungjawabkan kinerjanya kepada pemerintahan yang satu jenjang di atasnya.


    Untuk inspektorat Kabupaten/kota misalnya, semua temuan atau hasil audit bisa disampaikan ke gubernur. Sementara untuk inspektorat provinsi, penyampaian bisa disampaikan ke Mendagri. Dengan begitu, diharapkan proses pengawasan yang dilakukan inspektorat kepada kepala daerah maupun jajarannya terhindar dari conflict of interest.


    “(Selama ini) Laporannya ada, tapi yang tidak pernah ada penindakannya. Mungkin sesama teman sendiri. Apalagi dia bawahannya sekda, pangkatnya sama,” terangnya.

    Sama halnya dengan pertanggungjawaban, aspek Sumber Daya Manusia (SDM) juga dikuatkan dengan melibatkan pemerintahan di atasnya. Dalam pengangkatan dan pemberhantian inspektur misalnya, itu hanya bisa dilakukan atas persetujuan di atasnya.


    Di tempat yang sama, Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan menilai,penguatan inspektorat merupakan kunci dari maraknya penyalahgunaan yang terjadi di daerah selama ini. Dia yakin, jika fungsi pengawasan internal berjalan baik, maka pejabat daerah akan berfikir ulang melakukan korupsi.


    Sayangnya, lanjut dia, tidak semua kepala daerah menyadari pentingnya inspektorat di wilayahnya. Imbasnya, inspektorat pun kerap diisi sebagai lembaga tempat mutasi pegawai. Oleh karenanya, kontrol harus dilakukan pemerintahan di atasnya.


    Pahala menambahkan, selain perubahan struktur, mekanisme pertanggungjawaban dan SDM, penguatan juga perlu dilakukan dari segi anggaran. Selama ini, anggaran bagi inspektorat terkesan dialokasikan seadanya oleh pemdanya.


    “Kemdagri misalnya, (buat kebijakan) ada presentase dari APBD sehingga penguatan inspektorat tidak lagi tergantung pada komitmen kepala daerah,” ujarnya.

    Padahal jika sumber anggarannya cukup, inspektorat tidak hanya digunakan untuk mengawasi pemerintah daerah, namun bisa sampai ke penggunaan dana desa di tingkat pemerintahan desa. “Dia bisa audit lebih banyak jangkauannya, terutama dana desa,” imbuhnya.


    Lebih lanjut lagi, anggaran juga bisa digunakan untuk peningkatan kapasitas. Sebagai bagian dari upaya pencegahan, lanjutnya, jajaranya siap untuk melakukan penguatan SDM kepada inspektorat. Bentuknya mulai dari pelatihan, pembahasan studi kasus, hingga aplikasi penindakan di lapangan.


    “Jadi audit di depan, kalau mau ada pengadaan inspelktoratnya sudah bisa menentukan apakah kemahalan atau nggak, atau ada yang salah prosedurnya,” ujarnya.


    Selain penguatan pengawas internal, partai politik juga harus ikut bertanggungjawab terhadap banyaknya kepala daerah yang terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK. Wakil Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Riza Patria mengatakan, partai harus selektif dalam memilik calon kepala daerah. Menjelang pilkada 2018, partai harus mengkaji dan meniliti calon yang akan mereka usung. “Semua pihak harus mencari solusi, baik mendagri, presiden dan partai, agar ini (OTT kepala daerah) tidak terulang kembali,” terang dia saat ditemui di gedung parlemen, Senayan kemarin.


    Peran partai sangat penting dalam menyiapkan calon pemimpin daerah. Jik parpol salah pilih, tidak teliti dan tidak cermat, maka kasus yang ada sekarang akan terulang lagi. Jadi, lanjut dia, filter pertama ada pada parpol, baru filter kedua ada pada pemerintah. “Filter ketiga ada di masyarakat,” urai politikus Partai Gerindra itu.

    Menurut dia, semua elemen harus bekerjasama menyelesaikan persoalan moral itu. Sebagai masyarakat yang agamis, tentu sangat malu jika banyak kepala daerah yang melakukan korupsi. Maka, parpol tidak hanya sekedar mengusung calon, tapi juga melihat kejujuran dan integirtas tokoh yang akan dijagokan.


    Riza mengatakan, selain seleksi calon kepala daerah oleh parpol, biaya kampanye pilkada juga mendapat perhatian. Sebab, salah satu penyebab korupsi adalah biaya pilkada yang terlalu tinggi. Jadi, perlu diatur bagaimana kampanye tidak membutuhkan cost yang terlalu tinggi. Pemerintah, KPU, Bawaslu, DPR dan DPRD harus mencari solusi kampanye hemat biaya.


    Biaya pilkada yang mahal akan membuka pintu korupsi. Sebab, calon harus mengeluarkan uang, baik untuk masyarakat atau sebagai mahar kepada partai. “Selama ini money politic masih sangat marak di pilkada,” terang dia. Bawaslu, kepolisian dan KPK harus ikut melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pilkada dan pemilu. Harus ada sanksi tegas bagi mereka yang melakukan politik uang. Jika aparat tidak tegas, praktik tercela itu akan tetap marak.


    Disisi lain, KPK kemarin melakukan penggeledahan di sejumlah lokasi terkait kasus dugaan suap Wali Kota Batu Eddy Rumpoko. Antara lain, rumah dinas Rumpoko di Jalan Panglima Sudirman Nomor 98 RT 1 RW 12, Sumberejo, Kota Batu. Tim juga mengobok-obok balaikota Among Tani (kantor Pemkot Batu) dan rumah atau kantor milik Filipus di Jalan Brigjen Katamso Kota Malang.


    Dalam penggeledahan serentak oleh 3 tim itu KPK menyita mobil Alphard dan uang senilai USD 10 ribu dalam pecahan USD 100 dari rumdin Rumpoko. Tim juga menyita closed circuit television (CCTV) di hotel Amarta Hills milik Filip. Penyitaan kamera tersembunyi itu terkait indikasi penyerahan uang suap Filip untuk Edi Setiawan, kabag unit layanan pengadaan Pemkot Batu. "Kegiatan di lapangan masih akan terus dilakukan," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah. (far/lum/tyo)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top