• Berita Terkini

    Jumat, 25 Agustus 2017

    Semburan Lumpur Prembun Disebut hanya Berasal dari Kompos

    KEBUMEN (kebumenekspres.com)- Warga RT 06 RW 02  Dukuh Sidomulyo, Desa Kabekelan Kecamatan Prembun digegerkan dengan kemunculan semburan gas alam disertai lumpur, Kamis (24/8/2017). Fenomena alam inipun membuat petugas kepolisian dan Meteorologi turun ke lapangan.

    Hasilnya, petugas menyatakan semburan gas  berjenis metan dan bukan berasal dari gas alam melainkan hanya diakibatkan oleh penumpukan kompos yang tersimpan dalam waktu cukup lama. "Gas ini tidak berbahaya karena bukan bersumberkan gas alam  sehingga gas relatif kecil penyebarannya," ujar rilis yang diterima koran ini, kemarin.

    Sebelumnya, warga sempat khawatir dengan kemunculan gas pada Kamis pagi.  Mengingat, tiba-tiba muncul semburan gas disertai lumpur yang mengingatkan mereka pada kejadian lumpur Lapindo, Sidoarjo Jawa Timur.

    Kejadian di Prembun sendiri berawal saat ada penggalian tanah yang dilakukan perusahaan rekanan PT KAI, PT Yasa Pola Remaja (PT YPR), melakukan pengambilan sampel tanah dengan cara menggali pada lahan lokasi pembangunan double track (rel ganda) itu. Dalam proses ini, penggalian direncanakan dilakukan pada 45 titik dengan kedalaman masing-masing titik 15 meter.

    Namun di lokasi semburan, yang merupakan titik ke-15, pekerja hanya mampu menggali sedalam 8 meter. Saat peralatan dicabut dari dalam tanah sekitar pukul 08.00 itulah, gas menyembur bahkan sempat mencapai ketinggian 1 meter. Adapun material yang keluar dari titik semburan yakni berupa air dan lumpur. Setelah beberapa waktu semburan berangsur-angsur surut.

    Melihat kejadian tersebut, proses penggalian dihentikan sementara dan di sekitar lokasi dipasang tanda larangan.

    Baca juga:
    (Ini Kronologi Keluarnya Semburan Gas dan Lumpur di Kabekelan Prembun)


    Dari pantauan Ekspres di lokasi kejadian, meski semburan tidak lagi terjadi, namun dari dalam lubang masih terdengar suara seperti air mendidih. Suara seperti air mendidih masih terdengar jelas dengan jarak 2 meter dari titik semburan.  Entah karena panas atau beracun, seekor belut yang diletakkan didekatkan titik semburan tiba-tiba mati.

    Sementara itu Aris Widiyanto salah satu petugas pelaksana mengatakan, pemeriksaan tanah dilaksanakan untuk mengetahui kondisi  tanah. Sonder dilakukan dengan cara membuat lubang pada tanah hingga menemukan tanah yang kekerasannya  memenuhi standar untuk dibangun rel kereta api.
    Saat disinggung mengenai apakah layak, tanah yang mengeluarkan lumpur itu digunakan untuk membangun rel, Aris menyampaikan hal itu diperlukan penelitian lebih lanjut. Beberapa tanah labil memerlukan penanganan tersendiri agar dapat distabilkan. “Ya nanti ada penelitian lebih lanjut. Kejadian ini merupakaan hal pertama bagi kami,” ucapnya. (mam)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top