• Berita Terkini

    Jumat, 04 Agustus 2017

    Prof Dr Sumaryoto, Putra Buayan yang Kini Jadi Rektor Unindra Jakarta

    Prof Dr H Sumaryoto/foto imam/ekspres
    "Kalau Kuliah Mahal, Bisa Kualat Perguruan Tingginya" 

    Ada banyak sekali putra kelahiran Kabupaten Kebumen yang berhasil "menaklukan" kejamnya Jakarta. Salah satunya, adalah Prof Dr H Sumaryoto, putra kelahiran Desa Banyumudal, Kecamatan Buayan yang kini menjabat Rektor Universitas Indraprasta (Unindra) PGRI Jakarta. Berikut laporan wartawan Kebumen Ekspres, Imam Wahyudi yang sempat bertemu dengan Sumaryoto di Jakarta, Sabtu akhir pekan kemarin.
    -----------------------
    IMAM WAHYUDI, Jakarta
    -----------------------
    WAKTU itu, Profesor Sumaryoto menerima koran ini di ruang kerjanya, Kampus A Unindra PGRI Jakarta Jl Nangka no 58 C (TB Simatupang) Tanjung Barat Jagakarsa, Jakarta Selatan. Sejumlah lukisan wajah Sumaryoto dan beberapa foto terlihat di ruangan menyelingi tumpukan berkas yang menumpuk di meja kerja.

    Sementara, sajian teh hangat dan singkong lengkap dengan urap kelapa menemani obrolan di malam Minggu itu. Ya, kesan hangat dan bersahaja menggambarkan sosok Profesor Sumaryoto.

    Kesederhanaan dan sikap bersahaja Sumaryoto makin terlihat saat wartawan berusaha "mengorek" lika liku perjalanan hidupnya hingga sekarang ini. Intinya, Profesor Sumaryoto tak mau kisah hidupnya dipublikasikan. Akhirnya, kesepakatan tercapai dan Kebumen Ekspres tidak bercerita soal jejak karir pribadi Sang Profesor.

    "Kita bicara pendidikan saja ya," ujar Profesor yang masih energik di usianya yang sudah tergolong sepuh itu.

    Profesor Sumaryoto saat ini memimpin Unindra Jakarta. Sejak didirikan pada 2004, Unindra memiliki dua kampus. Masing-masing di Jl Nangka no 58 C Tanjung Barat Jagakakarsa dan Kampus B Jl Raya Tengah Kelurahan Gedong Pasar Rebo Jakarta Timur. Saat ini, mahasiswa Unindra berjumlah 35 ribu orang dari Jakarta dan sekitarnya juga dari daerah-daerah. Mereka ditampung dalam 16 jurusan yang diampu oleh lebih dari 1000 dosen.

    Yang harus digarisbawahi, para mahasiswa itu berasal dari banyak golongan. Bahkan, ada satpam hingga anak tukang masak. Yang makin menarik, biaya persemester para mahasiswa Unindra Rp 900 ribu dan tidak akan naik selama menempuh pendidikan. Bila dihitung sejak masuk hingga sarjana, seorang mahasiswa hanya mengeluarkan biaya Rp 7,2 juta. Untuk ukuran Jakarta, biaya kuliah ini bisa dibilang super super murah.

    Profesor Sumaryoto mengatakan, standar pendidikan perguruan tinggi memang sudah selayaknya murah namun bukan murahan. Konsep itu betul-betul dia terapkan di Unindra yang dipimpinnya. Konsep pendidikan yang mengantarkan Unindra seperti sekarang, yang juga mengantarkan ribuan bahkan jutaan generasi muda meraih gelar sarjana bermutu dengan biaya terjangkau.

    "Semua operasional di kampus kami berasal dari Mahasiswa, baik untuk gedung sampai pembayaran dosen. Faktanya bisa berjalan dengan baik. Jadi kalau ada perguruan tinggi apalagi yang gedungnya sudah ada dan dibiayai negara kok biaya kuliahnya tinggi ya (perguruan tingginya) kualat. Untuk apa coba biaya kuliah tinggi itu," ujar Sumaryoto.

    Faktanya, lulusan Unindra mampu bersaing dengan perguruan tinggi lainnya seperti ITB dan universitas lain. Nah, barangkali karena itupula, Unindra sampai kini tak pernah kekurangan mahasiswa. Bahkan di saat sejumlah perguruan tinggi swasta harus gulung tikar, Unindra menolak mahasiswa. "Untuk tahun ajaran ini, kami sudah tutup menerima mahasiswa sebelum lebaran," kata Sumaryoto.

    Diakui Sumaryoto, apa yang terjadi di Unindra sampai saat ini bahkan melebihi harapan. Mengingat dulu saat awal merintis Unindra, Profesor Sumaryoto nyaris gagal mewujudkan karena gagal mendapat dana dari Malaysia. Hingga kemudian, Sumaryoto "nekat" menggunakan dana pribadi dan membangun kampus Unindra secara bertahap.

    Sejumlah cerita menarik pun mewarnai perjalanan Kampus Unindra. Seringkali, pihak kampus mempermudah mahasiswa yang belum mendapat kiriman dari orang tua. Caranya, mahasiswa itu mengangsur semampunya bahkan senilai Rp 50 ribu. Faktanya, Unindra yang untuk biaya listrik perbulan saja ratusan juta itu tak pernah kesulitan dari sisi keuangan.

    "Di lingkungan kampus, kami memang melarang karyawan mendirikan kantin dan usaha-usaha lain agar warga sekitar yang melakukan. Kebijakan ini membuat warga masyarakat di sekitar kampus ikut merasa memiliki dan menjaga kampus ini," ujarnya.

    Sumaryoto meyakini, harmonisasi di keluarga besar Unindra itu sebagai kemudahan dari Tuhan. Bagi Sumaryoto, seluruh  yang ia lakukan berdasarkan prinsip untuk menyenangkan orang lain dan tidak mempersulit mereka dengan banyak urusan. "Itu sudah diajarkan dalam Agama. Dan Allah telah berjanji sendiri untuk membalasnya. Apa yang perlu kita ragukan dengan janji Allah itu," ujar Sumaryoto saat disinggung "rahasia" keberhasilannya melakukan manajemen kampus dan hidupnya itu.

    Bicara soal menyenangkan orang lain, Sumaryoto tak hanya melakukannya di lingkungan kampus. Profesor satu ini dikenal rutin nanggap wayang kulit, bahkan bisa setiap bulan. Baik di Jakarta maupun di Kebumen. Bukan atas kemauannya sendiri, melainkan atas permintaan masyarakat. Kendati membutuhkan biaya tak sedikit, Sumaryoto tak pernah menolak. Apalagi, dia memang dikenal pecinta budaya khususnya wayang  kulit.

    Praktis kini Profesor Sumaryoto tinggal menuai ibadah dan buah kerja kerasnya selama ini. Soal kampus, dia mengungkapkan tinggal menyempurnakan Unindra serta bagaimana agar konsep pendidikan seperti itu bisa lebih diperbanyak lagi cakupannya. "Selain melengkapi sejumlah sarana dan prasana kampus yang dirasa masih belum sempurna, tentunya kami tinggal meningkatkan profesionalisme para dosen dengan mengirim mereka menempuh pendidikan doktoral," ujarnya.


    Apakah ada rencana untuk mendirikan lembaga pendidikan seperti Unindra di Kabupaten Kebumen? Sumaryoto mengatakan, konsep pendidikan murah namun tidak murahan dan bermutu serta memberdayakan warga sekitar itu bisa dilaksanakan dimana saja.

    Namun demikian, butuh persiapan matang dari penyelenggara pendidikan, mengingat aturan mengenai pendirian perguruan tinggi saat ini sangat ketat. "Kalau di Gombong atau Kebumen mungkin bisa diawali dengan SMK berkonsep modern dengan biaya terjangkau dan menghasilkan lulusan bermutu. Kalau itu bisa diwujudkan, dipastikan akan dapat diterima dengan baik oleh masyarakat," kata dia. (*/cah)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top