• Berita Terkini

    Jumat, 18 Agustus 2017

    Palangkaraya Kurang Cocok Jadi Ibukota

    JAKARTA – Para pakar Perencanaan Wilayah Kota (PWK) dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya merilis sbelas kriteria ideal ibu kota indonesia yang ideal di masa depan. Menurut Kajian, Palangkaraya yang merupakan daerah pedalaman kurang cocok utuk dijadikan ibukota kepulauan.


    Dari sebelas kriteria tersebut, pertama-tama ibukota harus mencirikan kota pelabuhan (marina city) sebagai simbol ibukota negara kepulauan. Lokasinya harus berada di tengah-tengah indonesia. Secara Geografis antara pesisir timur Kalimantan ataupun pesisir barat Sulawesi.


    Lokasi Ibukota juga tidak berada di area rawan bencana. Penempatannya harus memperhitungkan jangkauan jaringan fiber optik nasional (Palapa Ring) yang tengah dibangun. Serta tidak melupakan lokasi server recovery jika suatu saat terjadi bencana.


    Pusat pemerintahaan dalam ibukota tersebut juga tidak terkonsentrasi di satu titik, tapi menyebar. Jenis kegiatan di dalam ibukota juga harus dibatasi. Pola kepemilikan lahan harus diatur sedemikian rupa untuk memudahkan pembangunan infrastruktur.


    Yang tidak kalah penting adalah soal keamanan. Jakarta sebagai ibukota sendiri menurut Llyod’s City Risk Index sangat rentan terhadap serangan terorisme, serta sabotase kota. Kalau perlu, menurut para pakar ITS, lokasi Ibukota bisa dalam sebuah pulau tersendiri.


    Ketua jurusan PWK ITS Adjie Pamungkas menyatakan bahwa ibu kota yang ideal harusnya tidak berada di pedalaman. “Selama ini pemerintah masih terlalu terpaku pada Palangkaraya,” kata Adjie.


    Menurut doktor bidang planologi ini, bentuk utama Ibu kota masa depan adalah kota yang memanfaatkan secara penuh potensi maritim. Indonesia sejak Abad 19 memang menjadi jalur pelayaran utama dunia. Namun, sampai abad ke 21 saat ini, jalur pelayaran dan saranannya tidak bertambah secara signifikan. “Ini menunjukkan pembangunan maritim yang masih stagnan,” katanya.


    Ibukota yang baru juga harus merubah wajah pemerintahan indonesia dari Jawa sentris menjadi negara yang berbasis kelautan. Mindset pembangunan sudah saatnya dialihkan dari ekspansi dan eksplorasi daratan, menuju eksplorasi laut.


    Tidak hanya dari segi fisik, kata Adjie, kota yang baru nanti sistem pemerintahannya juga harus benar-benar berubah dari yang sangat birokratis bersifat kelembagaan, menjadi berbasis teknologi informasi.


    Ibukota juga tidak mesti berdiri sendiri, kata Adjie dapat dibuat kota-kota pendukung di sekitarnya. Selain kota inti. “Tapi konektivitasnya harus terjamin, diakomodasi penuh oleh Teknologi dan Informasi,” Katanya. (tau)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top