• Berita Terkini

    Senin, 14 Agustus 2017

    Bangun Sepuluh Kapal Selam di Tanah Air


    JAKARTA - Sesuai Minimum Essential Force (MEF), TNI AL membutuhkan 12 kapal selam. Dua di antaranya sudah dan sedang dibangun produsen kapal perang dari Korea Selatan (Korsel) Daewoo Shipbuilding and Marine Engginering (DSME). Sedangkan sepuluh lainya bakal dikerjakan PT PAL Indonesia. Kementerian Pertahanan (Kemhan) optimistis, BUMN itu mampu membuat kapal selam untuk menambah kekuatan matra angkatan laut.



    Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemhan Laksamana Madya TNI Widodo menuturkan, instansinya terus berupaya memaksimalkan potensi dalam negeri. Salah satunya melalui kesepakatan transfer of technology (ToT) dalam kontrak jual beli kapal selam dengan DSME. "Untuk mengembangkan industri pertahanan dalam negeri," ungkapnya kemarin (13/8). Pada tahap awal, Kemhan mempercayakan PT PAL membangun satu dari total tiga pengadaan kapal selam dari DSME.



    Guna menuntaskan tugas tersebut, BUMN yang bermarkas di Surabaya itu bakal dipandu oleh DSME. Selanjutnya, Kemhan berniat menugaskan mereka membangun sembilan kapal selam lainnya. "Mudah-mudahan 2019 kemandirian industri pertahanan sudah bisa diraih," jelas Widodo. Dengan modal ToT serta dukungan pemerintah, mereka yakin PT PAL sanggup memenuhi kebutuhan TNI AL. Sesuai kerja sama dengan DSME, kapal selam yang dibangun adalah Chang Bogo Class.



    Dua hari lalu (12/8) kapal selam pertama yang sudah tuntas dibangun oleh DSME bertolak dari Korsel. Kapal selam yang diberi nama KRI Nagapasa 403 dijadwalkan sudah merapat di markas Komando Armada Republik Indonesia Kawasan Timur (Koarmatim) pada Senin (28/8). Meski kedatangan Nagapasa sempat tertunda, Kemhan tetap menyambut baik. "Nanti langsung diterima di Surabaya," ucap perwira tinggi TNI AL dengan tiga bintang di pundak itu.



    Nagapasa bukan hanya menambah kekuatan Satuan Kapal Selam (Satkalsel) Koarmatim. Melainkan juga melengkapi KRI Cakra 401 dan KRI Nanggala 402 yang sudah bertugas sejak Perang Dunia II itu. Agar dapat beroperasi secara optimal, Kemhan sudah memesan senjata untuk Nagapasa. "Mudah-mudahan di 2017 ini sudah datang senjatanya," tutur Widodo. Senjata yang dia maksud adalah torpedo black shark 533 mili meter buatan Whitehead Sistemi Subacquei (WASS), Italia. Torpedo paling canggih dikelasnya.



    Menurut Widodo, torpedo black shark 533 mili meter sangat cocok untuk Nagapasa. Juga sesuai dengan kebutuhan dan spesifikasi teknis yang diserahkan TNI AL kepada Kemhan. Lalu jika Nagapasa dijadwalkan tiba di tanah air akhir bulan ini, kapan torpedo tersebut terpasang di delapan tabung peluncur kapal selam generasi terbaru itu? "Paling lambat November atau Desember tahun ini," jawab pejabat kelahiran Malang tersebut.



    Dengan begitu, kapal selam yang diawaki 41 prajurit TNI AL tersebut sudah bisa beroperasi dengan kekuatan penuh tahun depan. Sejalan dengan itu, Kemhan bersama TNI juga terus mengembangkan pangkalan kapal selam. Tujuannya tidak lain agar alat utama sistem persenjataan (alutsista) andalan TNI AL tidak hanya bermarkas di Surabaya. "Ada beberapa titik yang dikembangkan," ucap Widodo. Di antaranya di Palu, Sulawesi Tengah dan Natuna, Kepulauan Riau.



    Alumnus Akademi Angkatan Laut (AAL) 1983 itu itu menyebutkan, ke depan setiap Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) dilengkapi pangkalan kapal selam. "Paling tidak ada home base kapal selam," imbuhnya. Senada, Kepala Badan Sarana Pertahanan(Kabaranahan) Kemhan Laksamana Muda TNI Leonardi optimistis dengan kedatangan Nagapasa. Dia yakin kapal selam tersebut mampu bertahan seperti KRI Cakra 401 dan KRI Nanggala 402. "Teknologi tinggi, barang mahal, kami berharap nggak ada kendala," kata dia. (syn/)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top