• Berita Terkini

    Kamis, 13 Juli 2017

    Lika-liku Nuning, Anak Pembuat Emping yang Jadi Atlet PON Jateng

    TRINGUDIPRASETYOFOREKSPRES
    Nyaris Gagal Sekolah, Rumah Nyaris Roboh, Namun Tetap Berprestasi

    Keterbatasan bukanlah halangan untuk mencapai cita-cita. Itu pula yang membuat Nuning Hasanah (18) bisa berprestasi meski dalam keterbatasan ekonomi. Berikut cerita menginspirasi dan menyentuh remaja asal RT 02 RW 01 Dukuh Krajan, Desa Kaibon Petangkuran Kecamatan Ambal tersebut.

    ---------------------
    CAHYO KUNCORO, Kebumen
    ---------------------
    NUNING adalah salah satu anak muda Kebumen yang berprestasi. Remaja yang baru saja lulus SMA itu kini tercatat sebagai salah satu atlet hockey Kebumen dan PON Jawa Tengah. Di saat yang lain kebingungan mencari sekolah perguruan tinggi favorit, Nuning sudah dipastikan masuk Universitas Negeri Semarang (Unnes).

    Hebatnya, pencapaian itu dicapai Nuning tidak dengan mudah. Nuning terlahir dari keluarga sederhana. Ayah dan ibunya, pasangan suami istri Subur-Rodiatun sehari-hari bekerja sebagai buruh bangunan. Untuk sekedar menambah penghasilan, sang ibu bekerja sebagai perajin emping. Sudah barang tentu, penghasilannya tidak lah banyak bahkan hanya cukup untuk makan sehari-hari.

    Baca juga:
    (Insan Olahraga Kebumen Galang Dana untuk Naning, Atlet PON yang Rumahnya Nyaris Roboh)

    Kesederhanaan itu terlihat dari rumah Nuning yang sampai saat ini masih berdinding anyaman bambu. Lantainya pun masih berupa tanah. Antara dapur dan kamar disekat dengan kain kelambu. Itupun sudah usang. Di tempat itu, Nuning harus berbagi dengan tiga saudaranya yang lain. Mereka pun harus berhemat dalam pengeluaran, termasuk hanya menyalakan listrik pada malam hari.

    Namun, ketertabatasan itu tak membuat Nuning berkecil hati. Malah-malah, melahirkan tekad kuat dari remaja kelahiran 31 Desember 1998 tersebut. Ditemui kemarin, Nuning menceritakan sempat dilarang sekolah oleh orang tuanya. "Kamu itu orang tidak punya. Tapi keinginanmu itu tinggi. Mbok ya dilihat keadaaan keluargamu sekarang aja kayak gini kok jangkah (berniat) mau nerusin kuliah. Kowe iku wong ora duwe (kamu itu orang tidak punya), " ujar Nuning menuturkan perkataan orang tuanya soal keinginannya kuliah tersebut.

    Bukan hanya sekali ini saja, larangan tersebut disampaikan orang tua Nuning. Nuning bahkan nyaris gagal melanjutkan ke sekolah SMA gara-gara uang.

    "Dulu saya jane pas mau masuk SMA saya itu ga boleh nerusin Pak.  Tapi saya nekad pak datang ke SMANJA (SMA Negeri Pejagoan, red) buat daftar pak. Waktu itu pas daftar ulang disuruh membawa uang Rp 1,5 juta tapi saya hanya dikasih uang Rp 500 ribu sama ortu (orang tua). Sampai di bagian administrasi,  Saya disuruh menghadap ke Kepsek (Kepala Sekolah). Lalu saya dibuatkan surat pernyataan dari Kepsek yang isinya "untuk dilayani seragam sekolah"," kenangnya.

    Selama menempuh pendidikan SMA, Nuning pun harus rela hidup seadanya. Lantaran jarak dengan rumah jauh, Nuning tinggal di tempat kost. Seringkali, lantaran tak punya uang, orang tua Nuning tak mampu memberi bekal. Bahkan, memintanya berhenti sekolah.

    "Tapi saya tetep berangkat. Walaupun di kosan saya sempat tidak makan 3 hari. Hanya air putih yang bisa saya teguk Pak,"ujarnya.

    Tekad dan perjuangan Nuning akhir mulai membuahkan hasil. Apalagi, Nuning yang memang berbakat di bidang olahraga itu mulai menunjukkan prestasi. Di bawah kepelatihan Dwi Aries Pambrasto, Nuning menekuni cabang olahraga Hockey dan berhasil membawa Kebumen di ajang tingkat nasional. Itupun tak mudah. Sebab, seringkali saat harus ke luar kota untuk bertanding, Nuning tak punya uang.

    Beruntung di saat-saat seperti itu, guru dan pelatihnya membantu agar Nuning tetap bisa bertanding. Akhirnya, bakat Nuning tercium KONI Jawa Tengah. Nuning pun dipanggil untuk memperkuat Jateng di ajang Pekan Olahraga Nasional (PON).

    Di saat bersamaan, Nuning juga jago main futsal. Diapun berkesempatan memperkuat sekolahnya di sejumlah kejuaraan futsal. Hasilnya pun memuaskan. Nuning berkali-kali membawa Kebumen berjaya di ajang tersebut. Rangkaian prestasi tersebut lantas berbuah manis, saat Nuning dinyatakan diterima Universitas Negeri Semarang (Unnes) melalui jalur prestasi dan bidik misi.

    Nuning kini sedikit bisa menghela nafas lega. Cita-citanya sebagai guru memang belum tercapai. Namun setidaknya, pintu itu kini terbuka lebar. Diapun mengucapkan terimakasih kepada orang tua, para guru dan para pelatih yang bisa mengantarkannya seperti sekarang ini. "Mereka selalu memberi dorongan dan motivasi. Juga teman dan para sahabat saya pun ikut mendukung Pak. Saya harus bisa menunjukkan bahwa saya itu mampu Pak," ungkapnya.

    Nuning berharap, apa yang dialaminya tersebut bisa menginspirasi anak-anak lain, yang mungkin bernasib sama dengannya. "Jangan menyerah dengan keadaan. Teruslah melangkah untuk mencapai tujuan. Satu persatu masalah datang dapat diselesaikan dengan 1000 cara. Dan yakinlah di setiap masalah pasti ada solusi untuk menyelesaikan masalah tersebut," wanti-wantinya.

    Praktis kini Nuning tinggal memikirkan masa depannya untuk meraih cita-citanya menjadi guru. Hanya, di tengah rasa syukur itu, Nuning mengaku masih ada yang mengganjal terkait keadaan orang tuanya. Rumah mereka yang hampir tak layak huni salah satunya. Kendati sempat mengajukan kepada pemerintah untuk bantuan rumah, namun mereka tak memiliki cukup uang lagi untuk membuat tempat tinggal itu layak huni. (*)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top