• Berita Terkini

    Senin, 17 Juli 2017

    Ketua PGRI Jateng: Ubah Paradigma Sekolah Favorit

    SEMARANG – Umumnya, masyarakat termotivasi mendapat nilai tinggi agar bisa masuk ke sekolah favorit. Anggapan tersebut diminta diubah. Sebab, semestinya sekolah hebat itu sekolah yang mampu memproses input atau anak didik yang biasa, menjadi anak-anak yang hebat.

    Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Jateng, Widadi menilai, saat ini sekolah favorit selalu diserbu siswa baru. Orang tua pun mengarahkan anak-anak mereka untuk masuk ke sekolah yang dianggap unggulan tersebut dengan harapan mendapat pendidikan berkualitas. Mereka meyakini, sekolah unggulan adalah tempat belajar yang tepat bagi anak-anak mereka yang berprestasi.

    Kondisi tersebut kontras dengan sekolah lainnya yang tidak berlabel sekolah unggulan. Meski terdaftar dalam rayonisasi, sekolah-sekolah tersebut terkadang dipandang sebelah mata oleh orang tua.

    Menurut dia, pandangan orang tua tentang sekolah unggulan perlu diubah. Sekolah unggulan tidak semata-mata menjadi komunitas pendidikan bagi bibit-bibit unggul. Paradigma sekolah unggulan justru tampak pada proses pendidikan yang mampu mengantarkan anak didik yang prestasinya semula biasa saja menjadi lulusan yang sukses.
    ”Paradigma tentang sekolah favorit dianggap sekolah yang memfokuskan pada best input sebagai sekolah unggulan. Padahal hakikatnya, sekolah unggulan adalah best process,” terangnya, Minggu (16/7).

    Dijelaskan, berkumpulnya orang-orang hebat dalam sebuah sekolah favorit biasanya dari kalangan menengah ke atas. Sehingga, menjadi malas untuk membangun lembaga pendidikan yang best process karena input-nya sudah bagus. Padahal, sekolah hebat adalah sekolah yang memproses input yang biasa, bisa karena prestasi unas atau kondisi ekonominya, menjadi anak-anak yang hebat.

    Orang tua dan guru, lanjutnya, sebaiknya memandang setiap anak sebagai masterpiece yang diciptakan Tuhan. Mereka istimewa karena memiliki bakatnya masing-masing. Bukan dipukul rata dengan standar dari kacamata orang tua atau guru

    ”Apakah anak nanti akan menjadi bintang atau tidak menjadi bintang itu tergantung pada mindset orang tua dan guru. Kalau guru punya mindset kalau anak adalah bintang, maka mereka akan mendidik anak dengan cara membintangkan anak. Sehingga anak nantinya benar-benar menjadi bintang,” tambahnya.
    Selain itu, Widadi mengapresiasi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang diselenggarakan secara online karena merupakan upaya nyata untuk mewujudkan pendidikan berkualitas yang berkeadilan, tanpa diskriminasi.

    Setali tiga uang, Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo menjelaskan, penyelenggaraan PPDB online merupakan upaya nyata untuk menegakkan integritas di bidang pendidikan untuk menghindari calon siswa ’titipan’. Orang nomor satu di Jateng ini menambahkan, upaya lainnya untuk menegakkan integritas adalah memastikan tidak ada lagi setoran untuk pimpinan ataupun jual beli jabatan di sekolah.


    Dia meminta para guru untuk menciptakan atmosfer belajar yang menyenangkan. Sehingga siswa bersemangat saat belajar. Selain itu, inovasi pendidikan harus senantiasa dikembangkan untuk mewujudkan pembelajaran yang kreatif.

    ”Yuk kita ciptakan suasana pendidikan yang menyenangkan. Sehingga anak-anak kita kalau mau sekolah itu bersemangat. Saya sampaikan juga kepada bapak ibu guru bagi yang memiliki inovasi pendidikan silakan disampaikan, jangan ragu,” tegasnya. (amh/ric/ce1)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top