• Berita Terkini

    Selasa, 11 Juli 2017

    Hidayat Akui Tidak Murah Untuk Lapor Sana Sini

    JAKARTA— Prilaku nyeleneh M. Hidayat Simanjuntak (MHS) dalam melaporkan puluhan lembaga kerap menimbulkan tanda tanya. Dari sumber dana lelaki yang mengaku berprofesi sebagai pekerja sosial dalam melakukan aktivitasnya melaporkan berbagai lembaga dan seseorang.


    Ditemui di kantor Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Hidayat menuturkan, berdasarkan catatannya sudah ada 80 lembaga lebih dalam setahun ini yang dilaporkannya. Tidak murah untuk melaporkan semua lembaga tersebut, membutuhkan transportasi, tenaga dan pikiran. ”Tapi, saya tidak lelah,” ujarnya.


    Seperti halnya, saat melapor ke LPSK kemarin (10/7) karena Hidayat berangkat dari rumahnya di perumahan nasinal 1 Jakasampurna, Bekasi Barat Jawa Barat menuju ke kantor LPSK di jalan Raya Bogor km 24. ”Saya merasa ada ancaman seperti penguntitan dan penyadapan, maka saya kesini,” jelasnya.


     Hidayat yang datang pukul 14.00 di LPSK untuk meminta perlindungan sekaligus melapor itu baru keluar empat jam kemudian. ”Saya tidak pernah menghitung waktu yang saya habiskan untuk melapor,” ujarnya.


    Saat ditanya habis berapa selama membuat 80 laporan, dia mengaku tidak mengetahuinya. Yang pasti cukup banyak untuk lelaki yang mengaku kemampuannya masih berada digaris bawah. ”Sekali lagi, saya tidak menghitungnya,” paparnya.


    Namun, bila ditanya asal muasal biaya melaporkan, dengan nada cukup tinggi dia mengatakan bahwa tidak seperti yang disebut Kadivhumas Polri Irjen Setyo Wasisto. ”Uang saya sendiri semua, saya memang miskin tapi saya tidak memeras,” ujarnya.


    Kalau saja, Dia menerima uang hasil perasan. Setidaknya, Rp 80 juta sudah dikantonginya. ”Iris kuping saya, mereka pasti mau memberi Rp 1 juta biar saya diam tidak melanjutkan laporan. Tapi, saya tolak, saya tidak mau,” tegasnya lelaki yang juga berwiraswasta tersebut.


    Kendati begitu, dia mengakui bahwa kegiatannya lapor sana sini itu membuatnya terbelah dalam mencari uang demi keluarga. ”Anak saya empat masih kecil-kecil,” ujarnya dengan mata yang sedikit berkaca.


    Istrinya, yang tidak ingin dia sebut namanya juga berulang kali protes terhadap kegaitannya lapor sana sini. Namun, setelah protes berulang kali dan tak digubris, istrinya meminta untuk setidaknya mengurangi kegiatan lapor melapor itu. ”Mau bagaimana lagi, saya memang terus berniat melaporkan setiap kejanggalan dan apapun yang mendiskreditkan agama saya,” jelasnya.


    Dia mengakui bahwa beberapa tahun lalu pernah melaporkan Imparsial ke Komisi Informasi Publik (KIP). Bahkan, sebagian besar laporannya terhadap lembaga swadaya masyarakat juga kebanyakan difasilitasi KIP. ”Saya memahami benar soal keterbukaan informasi publik. Lembaga berbadan hukum itu memiliki kewajiban memberikan informasi publik. ada tiga jalur situs, secara langsung dan pengumuman di papan,” tuturnya.


    Imparsial, lanjutnya, memiliki akses dana dari luar negeri. Tentunya, dia harus mempertanggungjawabkannya. ”saya uji tiga jalur informasi publik tadi,” terang lelaki yang enggan menyebut komunitas sosial yang menaunginya.


    Ada informasi saat dimediasi KIP justru tidak datang, dia mengaku bahwa tidak bisa hadir saat dipanggil. Namun, itu karena adanya halangan. ”Harusnya dipanggil tiga kali, ini saya Cuma dapat sekali,” jelasnya. (idr)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top