• Berita Terkini

    Selasa, 11 Juli 2017

    Demi Efisiensi, Pemerintah Pangkas Anggaran Rp 16 Triliun

    JAKARTA – Setelah dua tahun belakangan memangkas anggaran, tahun ini penghematan kembali diklakukan pemerintahan Presiden Joko Widodo. Pada tahun ini, sedikitnya ada belanja barang senilai total Rp 16 triliun yang dipangkas dengan tema efisiensi. Di antara seluruh kementerian, yang paling terdampak adalah kementerian Perhubungan.


    Kebijakan itu tertuang dalam Instruksi Presiden nomor 4 TAhun 2017 tentang Efisiensi Belanja Barang Kementerian/Lembaga dalam Pelaksanaan APBN 2017. Selain Kemenhub yang dipangkas Rp 2 triliun, ada empat kementerian lain yang anggarannya dipangkas lebih dari Rp 1 triliun.


    Masing-masing Kemenkes (Rp 1,9 T), Kemendikbud (Rp 1,88 T), Kemenristekdikti (Rp 1,48 T), dan Kemenag (Rp 1,39 T). Sementara, kementerian lainnya dipangkas puluhan hingga ratusan miliar. Meskipun demikian, dari sisi persentase, yang paling banyak dipangkas adalah Kementerian BUMN (24,6 persen).


    Menko Perekonomian Darmin Nasution mengistilahkan pemotongan anggaran tersebut sebagai efisiensi. ’’Maksudnya, belanja barang yang tidak terlalu perlu,’’  ujarnya saat dikonfirmasi. Dia menjelaskan, belanja barang yang dimaksud bukan semata-mata barang yang berbentuk fisik.


    Yang menjadi prioritas untuk diefisienkan adalah belanja barang sekali pakai. ’’Bisa rapat atau perjalanan dinas, jadi macam-macam,’’ lanjut mantan Gubernur BI tersebut. Selama ini, rapat-rapat maupun biaya perjalanan dinas masuk ke dalam pos belanja barang. Itulah yang diminta untuk disisir kembali mana saja yang tidak benar-benar penting.


    Salah satu sebab pemangkasan anggaran itu adalah realisasi penerimaan pajak yang masih minim. Hingga akhir semester pertama 2017, realisasi pajak baru mencapai 9,7 persen dari target Rp 1.498,9 triliun. Alhasil, selain menghemat anggaran, target pajak juga diturunkan menjadi Rp 1.458,9 triliun.


    Dengan pemangkasan itu, diharapkan anggaran pos lain yang lebih mendesak tidak sampai ikut terancam. Sebab, sudah diamankan dengan menghemat pos belanja barang lain yang dinilai tidak terlalu penting. ’’Jadi, kita bisa perbaiki yang lebih mendesak,’’ lanjut menteri 68 tahun itu.


    Tahun lalu, pemerintah juga memangkas anggaran belanja dalam APBN dengan nilai yang cukup tinggi. Pada 2016, pemangkasan anggaran kementerian dilakukan dua kali, masing-masing Rp 50 dan 65 triliun. Itu belum termasuk pemangkasan anggaran transfer daerah sebesar Rp 68,8 triliun.



    Sementara itu, Adanya Instruksi Presiden (Inpres) 4/2017 tentang Efisiensi Belanja Barang Kementerian/Lembaga dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017, membuat kementerian berbenah. Salah satunya adalah Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) yang anggarannya terpangkas sebanyak Rp 1,48 triliun. Pemangkasan anggaran tersebut berpengaruh terhadap beberapa sektor yang ditangani kementerian tersebut.


    Pagu pada Kemenristekdikti mulanya adalah Rp 28.865.824.206  karena pemotongan tersebut, anggaran mereka menjadi Rp 27.385.819.206  triliun.


    Kemarin (10/7), Menristekdikti Muhammad Nasir dihadapan komisi X DPR RI membeberkan beberapa hal yang akan dilakukan kementeriannya dalam rangka penghematan. Menurutnya ada dua sektor yang bisa dihemat, yakni operasional dan pemeliharaan perkantoran 116 perguruan tinggi negeri dan 14 kopertis serta bagian prioritas bidang. ”Untuk yang operasional dan pemeliharaan perkantoran saldonya Rp 1.251.403.418.355. Sedangkan saldo prioritas bidang mencapai Rp 1.625.787.586.675. Jumlah tersebut dilihat mengacu pada tanggal 5 Juli lalu,” ucapnya.


    Menurut Nasir penghematan tersebut membawa beberapa risiko. Misalnya saja mengganggu program-program prioritas seperti akreditasi program studi dan institusi, Program Hibah Pembinaan Perguruan Tinggi Swasta (PHP-PTS), bahkan akan mengganggu SNMPTN dan SBMPTN serta sertifikasi.


    Nasir mengakui bahwa pemangkasan tersebut memang membawa risiko. ”Namun kami pilih risiko yang paling sedikit,” katanya.


    Yang merasakan efek tersebut tidak hanya Kemenristekdikti saja. Akan tetapi juga kementerian dan lembaga lainnya. Contohnya saja Kementerian Perhubungan.

    Kementerian Perhubungan melakukan efisiensi anggaran sebesar Rp 2 triliun. Awalnya anggaran Kemenhub sebesar Rp 46, 1 triluun, kini menjadi Rp 44,1 triliun. Kemenhub merupakan kementerian yang anggarannya paling besar dipotong. ”Kami masih bisa mengatur sehingga kepentingan rakyat tidak terganggu,” tutur Menteri Perhubungan Budi Karya saat pertemuannya dengan komisi V DPR RI pada Kamis lalu (6/7).


    Menurut Budi, sumber penghematan itu bisa berasal dari berbagai aspek. Misalnya saja perjalanan dinas dan paket meeting, honorarium tim, belanjar operasional perkantoran, dan belanja jasa. Selain itu ada pula belanja pemeliharaan, belanja barang operasional, dan belanja barang non operasional.


    Mantan Direktur Utama Angkasa Pura II itu mengatakan bahwa ada beberapa trik yang akan dilakukan di lembaganya dalam rangka penghematan. ”Bus dan kapal penyebrangan tidak akan saya beli,” tuturnya.


    Untuk mengakali hal tersebut, Kemenhub akan melakukan leasing yang sering dikenal juga dengan sewa guna usaha. Dengan sistem ini daharapkan pembiayaan pemeliharaan akan dia hemat. ”Kalau menyewa kan yang memelihara orang lain,” ujarnya.


    Sementara itu, Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani menyebutkan bahwa efesiensi anggaran kementrian dan lembaga akan berdampak pada pengusaha hotel.


    Sebab, selama ini berbagai kementrian dan lembaga kerap mengadakan pertemuan dan rapat di hotel. ”Khususnya hotel-hotel di daerah, karena mereka sangat mengandalkan segmen pemerintah. Seperti misalnya di Kalimantan Tengah, porsi dari segmen pemerintah bisa 50-60%. Kalau di kota besar seperti Jakarta mungkin hanya 20-30%,” ujarnya.

    Namun meski demikian, Hariyadi tetap berharap dampaknya tidak besar atau signifikan. Sebab, dirinya menyebutkan bahwa akan ada multiplayer effect yang cukup serius jika hotel benar-benar sepi. ”Karena hotel itu banyak bekerja sama dengan UKM. Mulai dari supplier dagingnya, sayurnya, dan lain-lain,” beber Hariyadi.


    Hariyadi yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia tersebut menjelaskan bahwa langkah efesiensi yang dilakukan pemerintah tahun ini, masih terbilang cukup aman dibandingkan pada tahun 2015 lalu. ”Bahkan pada tahun 2015 lalu muncul edaran yang melarang langsung bagi pemerintah melakukan pertemuan di hotel. Kalau yang sekarang masih mending istilahnya hanya pemotongan anggaran tanpa larangan langsung,” tambahnya.


    Dengan efesiensi anggaran itu, Hariyadi meyakini bahwa kementrian dan lembaga akan mengurangi frekuensi mereka untuk menghelat acara di hotel. ”Tapi bukannya menjadi 0 atau tidak ada sama sekali. Hanya frekuensinya yang dikurangi. Karena untuk acara seperti sosialisasi yang butuh mendatangkan banyak orang dari berbagai daerah, saya rasa masih membutuhkan fasilitas hotel,” pungkasnya. (byu/lyn/agf)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top