• Berita Terkini

    Rabu, 14 Juni 2017

    Pimpinan DPRD Kebumen Akui Terima Fee Pokir APBD

    Joko Susanto/JawaPos Radar Semarang
    KEBUMEN (kebumenekspres.com) - Unsur pimpinan DPRD Kebumen, dari Ketua hingga wakilnya, mengakui menerima fee terkait pokok-pokok pikiran (pokir) APBD Kabupaten Kebumen. Hal itu terungkap dalam sidang lanjutan perkara Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Kebumen non aktif Adi Pandoyo di Pengadilan Tipikor, Semarang, Selasa (13/6/2017).

    Empat saksi dihadirkan dalam persidangan yang dipimpin Siyoto SH ini. Mereka masing-masing, Ketua DPRD Kebumen; Cipto Waluyo dan tiga Wakil Ketua DPRD Kebumen yakni;  Miftahul Ulum, Bagus Setyawan dan Agung Prabowo. Dari sebagian uang fee itu, sebagian sudah mengembalikan, sementara lainnya belum.


    Miftahul Ulum mengatakan, menerima Rp 25 juta. Uang fee itu telah dia kembalikan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lantaran menyadari itu sebuah kesalahan. "Saya menyadari uang itu adalah kesalahan. Itu uang bukan honor resmi melainkan fee pokir, jadi saya kembalikan," ujar politisi PKB yang akrab disapa Miftah tersebut.

    Selain soal fee, JPU KPK kemarin juga mencecar Miftah soal adanya "pertemuan Jogja" pada Februari 2016 yang digelar di kediaman Bupati Kebumen, HM Yahya Fuad dalam rangka "bagi-bagi proyek" untuk timses.  Pertemuan itu, dibenarkan Miftahul Ulum, dihadiri Bupati Kebumen HM Yahya Fuad berikut istri dan sejumlah timses lainnya, seperti Zaini Miftah, Barli Halim dan Arif Ainudin.

    Namun demikian, Miftah mengaku tidak tahu persis apa yang dibahas di pertemuan tersebut lantaran hanya mengikuti pertemuan selama 1 jam.

    "Saya diundang juga ndak paham untuk apa yang dibahas, tapi setelah ada pak bupati ada pembahasan. Waktu itu saya sudah dicegat untuk ndak ikut-ikut pembahasan, jadi saya keluar masuk sambil merokok. Bayangan saya awalnya cuma mau diajak syukuran makan karena bupati menang," ungkapnya sembari mengaku  sempat mendengar yang dibahas masalah perintisan dan mengkoordinir sumber daya proyek baik APBD di Kabupaten, provinsi maupun pusat.

    Namun terkait apakah proyek tersebut dibagikan kepada timses Bupati, Miftah mengelak.  "Pembagian dan ploting proyek untuk timses Bupati (Yahya Fuad,red) saya ndak tahu, tapi memang saya pernah ke Jogja. Waktu itu ditelpon pak Hojin (Hojin Ansori) untuk kumpul di rumah pak Fuad, yang datang Zaini Miftah, Barli Halim dan Arif, kemudian Bupati datang sama istrinya,"kata Miftahul Ulum.

    Sementara itu, saksi Bagus Setyawan mengaku kalau uang pokir komisi A memang ada diberikan fee, yang dibagikan ke anggota komisi A. Bahkan ia mengaku sebagai kordinator juga mendapat bagian. Ia juga secara jujur mengakui belum menitipkan ke KPK terkait uang Rp 25juta yang diterimanya dengan alasan belum memiliki uang.

    “Untuk pokir murni saya dikasih fee Rp 25juta dari Hartono. Besaran pokir kesepakatan antara TAPD dengan legislatif, berapa persennnya saya ndak paham, yang jelas saya terima uang Rp 25juta. Saya juga belum serahkan ke KPK, karena saya belum punya uang,”ungkapnya.

    Oleh majelis hakim kemudian menunda sidang pada Selasa, 20 Juni mendatang dengan agenda keterangan saksi.

    Seperti diberitakan, Adi Pandoyo menjadi terdakwa atas kasus dugaan suap terkait penganggaran proyek bersumber Pokok Pikiran (Pokir), pengadaan buku dan alat peraga pada Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) di APBD Perubahan 2016. Adi didakwa menerima gratifikasi Rp 3,7 miliar lebih darii sejumlah pihak terkait pembahasan APBD dan Banprov. (jks)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top