• Berita Terkini

    Selasa, 06 Juni 2017

    Keluarkan Fatwa Medsos, MUI Haramkan Penyebaran Hoax

    ILUSTRASI
    JAKARTA- Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa mengenai hukum dan pedoman bermuamalah melalui media sosial (medsos). Ketua MUI KH Maruf Amin menuturkan, fatwa tersebut dikeluarkan karena makin maraknya aktivitas di medsos yang memberikan dampak buruk.


    "Ini berawal dari keprihatinan. Medsos itu ada manfaatnya. Tapi juga ada dosanya," kata Maruf pada sesi diskusi di Kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), kemarin (5/6).


    Maruf menambahkan, aktivitas medsos saat ini sudah mengarah ke kebencian dan permusuhan. Hal itu juga yang kemudian menguasai medsos. Padahal, dua hal itu adalah hal yang dilarang dalam Islam. Maruf menilai, penggunaan medsos yang seperti itu merusak dan menimbulkan bahaya. Bagi ulama, kata Maruf, kerusakan harus ditolak.


    "Bagaimana caranya? Ya bahaya harus dihilangkan. Kita mungkin tidak bisa menghindari (menggunakan medsos) itu. tapi bisa kita cegah agar tidak menimbulkan kerusakan," tutur Maruf.


    Fatwa tersebut memuat beberapa poin yang haram dilakukan oleh umat Islam di medsos. Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Niam Sholeh menjelaskan bahwa setiap muslim yang bermuamalah (bersosialisasi) melalui medsos diharamkan untuk melakukan ghibah (penyampaian informasi spesifik ke suatu pihak yang tidak disukai), fitnah, namimah (adu domba), dan penyebaran permusuhan.


    Aksi bullying, ujaran kebencian, dan permusuhan atas dasar suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) juga diharamkan. Begitu juga dengan penyebaran hoax serta informasi bohong. "Meskipun dengan tujuan baik, seperti informasi tentang kematian orang yang masih hidup, itu diharamkan," kata Niam menjelaskan poin-poin fatwa tersebut.


    Niam menambahkan, menyebarkan materi pornografi, kemaksiatan, dan segala hal terlarang secara syari, dan menyebarkan konten yang benar tetapi tidak sesuai waktu dan tempatnya juga dilarang.

    Terkait dengan produksi, penyebaran, dan pemberian akses informasi yang tidak benar kepada masyarakat, Niam menjelaskan bahwa hal tersebut juga dilarang.


    "Begitu juga menyebarkan konten hoax serta mencari-cari informasi mengenai aib, gosip, dan kejelekan orang lain. Memproduksi atau menyebarkan informasi yang bertujuan untuk membenarkan yang salah atau menyalahkan yang benar hukumnya haram. Juga menyebarkan konten yang sifatnya pribadi ke khalayak padahal konten itu tidak patut juga haram," katanya.


    Niam juga menyinggung soal aktivitas buzzer di medsos yang menjadikan penyediaan informasi berisi hoax, ghibah, dan hal lain yang sejenis sebagai profesi memperoleh keuntungan, baik ekonomi maupun non-ekonomi. Berdasarkan fatwa tersebut, kegiatan itu hukumnya haram. "Demikian juga orang yang menyuruh atau mendukung jasa dan orang yang memfasilitasinya, juga diharamkan," tuturnya.


    Dengan diterbitkannya fatwa tersebut, Maruf berharap baik pemerintah maupun DPR bisa mengadopsinya menjadi peraturan perundang-undangan agar ada tindak lanjutnya. Menurutnya, peraturan perundang-undangan merupakan bentuk ketegasan pemerintah untuk melawan aktivitas negatif di medsos.


    Melalui peraturan itu juga, kata Maruf, ada upaya pemerintah untuk mengedukasi masyarakat. Apalagi dalam waktu dekat akan ada Pilkada dan Pilpres. "Kalau tidak melakukan antisipasi sejak awal, kondisi bangsa dan negara bisa tambah parah. Ini menjadi tanggung jawab kita bersama," ungkapnya.


    Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mendukung penuh dikeluarkannya fatwa tersebut. Menurutnya, fatwa tersebut bisa jadi acuan untuk peraturan perundang-undangan. Dia menuturkan, saat ini, pihaknya sedang merevisi PP 82/2012 tentang penyelenggaraan system dan transaksi elektronik.


    "Ini (fatwa) seperti darah segar untuk peraturan perundang-undangan. Keluarnya fatwa ini jadi rujukan yang lebih luas untuk anggota panel untuk menentukan konten mana yang harus dibatasi atau ditutup aksesnya," ungkapnya.

    Di bagian lain,  Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin menyambut baik adanya fatwa MUI soal bermedia sosial. Menurut Lukman, media sosial itu sebaiknya digunakan untuk memupuk persaudaraan dan mempererat tali silaturahmi. Lukman juga berharap media sosial menjadi wahana untuk saling mencerahkan. "Agar kehidupan kita lebih berkeadaban," tuturnya di kampus Unibersitas Muhammadiyah Jakarta tadi malam.



    Sebaliknya Lukman tidak ingin media sosial jadi alat untuk saling menghujat, memaki, memfitnah, dan ujaran kebencian lainnya. Media sosial jangan sampai saling memisahkan diantara masyarakat. Dia bahkan prihatin dari hujatan di media sosial, berakhir pertikaian di dunia nyata.



    Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nasir mengatakan aktivitas media sosial merupakan hal baru dalam Islam. Tetapi masih bisa ditarik menjadi fenomena hubungan muamalah. Yakni hubungan sosial antara satu masyarakat dengan masyarakat lainnya. "Media sosial tidak boleh menjauhkan kita dengan Tuhan," jelasnya.


    Kemudian media sosial juga tidak boleh menimbulkan kerusakan. Baik itu kerusakan alam maupun kerusakan hubungan sesama umat manusia. "Tidak boleh menyebar fitnah di media sosial. Fitnah itu lebih kejam dari pembunuhan," pungkasnya. (and/wan/dis)



    Berita Terbaru :


    Scroll to Top