• Berita Terkini

    Senin, 19 Juni 2017

    Imam Satibi: Kebumen Sudah Layak Jadi Kota Inklusi

    Imam Satibi 
    KEBUMEN (kebumenekspres.com)- Kabupaten berslogan Beriman ini, sudah layak untuk mendeklarasikan diri sebagai Kota inklusi karena sangat respek terhadap pengembangan pendidikan berbasis inklusi. Sayangnya momen emas ini, kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah daerah.

    Kota inklusi merupakan status yang layak diberikan kepada kabupaten/kota yang respek terhadap pengembangan pendidikan berbasis inklusi.

    "Bila dibandingkan dengan kabupaten lain di Jawa Tengah yang telah lebih dulu mendeklarasikan kota inklusi, sebenarnya Kebumen jauh lebih siap," kata Rektor  IANU Kebumen, Dr Imam Satibi SAg MPdI.

    Menurutnya, deklarasi Kebumen sebagai kota inklusi akan sangat menguntungkan bagi pemerintah daerah, khususnya di hadapan pemerintah pusat. Hal ini terkait dengan program pembangunan yg telah dilakukan.

    “Kendati kabupaten Kebumen selangkah ketinggalan dibandingkan Banyumas, namun pada dasarnya masih sangat urgent untuk segera mendeklarasikan. Dengan demikian maka akan mendapat pengakuan dari pemerintah pusat,” tutur Imam Satibi, Kamis (15/6/2017).

    Adanya perhatian dari pemerintah pusat akan sangat positif untuk mendorong program program pendidikan inklusi yang sudah berkembang di Kebumen.  Lebih jauh hal ini akan mendorong bagi praktisi dan penyelenggara pendidikan untuk lebih berkualitas dalam meningkat peran sertanya. Apalagi saat ini masih sangat terbatas kabupaten yang telah memenuhi sebagai kabupaten inklusi.

    “Kebumen dalam kontek inklusi sebetulnya layak diacungi jempol. Kendati belum melakukan pengajuan penyanangan kota inklusi, namun Kebumen telah melakukan berbagai action pendidikan inklusi,” terangnya.


    Beberapa hal yang telah dilakukan oleh Kebumen, dimulai dengan disusunnya Perda Pendidikan Inklusi yang telah disahkan. Selain itu Bupati Kebumen Ir H Mohammad Yahya Fuad SE berserta ibu bupati Lilis Suryani juga telah dinobatkan sebagai bapak dan ibu asuh bagi anak berkebutuhan khusus (ABK)  oleh komunitas disabilitas atau difabel pada tahun 2016 silam.

    Selain itu, lanjutnya, berbagai desiminasi pendidikan inklusi juga telah dilakukan di berbagai tempat, baik itu oleh instansi pemerintah maupun sekolah/ madrasah. “Sebagai wujud dari desiminasi telah berbuah melahirkan sekolah dan madrasah inklusi serta muncul rumah inklusi sebagai sanggar komunitas difabel wujud kesadaran warga padagerakan inklusi.

    “Menanggapi fenomena tersebut, Imam merekomendasikan kepada pemerintah daerah untuk segera melakukan pengajuan deklarasi kepada pemerintah pusat melalui Kementerian Pendidikan Nasional segera mungkin,”  ungkapnya.


    Imam Satibi juga menyampaikan, saat ini pendidikan inklusi merupakan sesuatu yang wajib di kembangkan. Pelayanan pendidikan yang diskriminatif dengan menolak layanan kesempatan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus merupakan tindakan yang tidak sejalan dengan hakikat tujuan pendidikan.  Anak ABK memiliki hak yamg sama untuk mendapatkan layanan pendidikan secara konvensional atau reguler melalui satuan pendidikan formal bersama anak yang normal.

    Apabila dikaji secara agama, tentunya melayani ABK adalah wajib.  Saat ini mereka adalah anak yang marginal, dipandang sebelah mata,  tertutup bergaul secara sosial dan seringkali mendapatkan sebutan yang tidak mengenakan, misalkan anak cacad dan lain sebagainya.  Mayoritas mereka adalah dari keluarga mustada,"afin yang wajib disantuni.

    Padahal pada dasarnya yang kebutuhan utama mereka bukanlah disantuni secara belas kasih dan material, melainkan diberdayakan dengan diberi kesempatan agar bisa hidup sejajar dengan anak pada umumnya.  “Demikian pula pada keluarga orang tua juga tidak perlu menyembunyikan ABK dalam isolasi sosial.  Stigma stigma negatif inilah yang menjadi perhatian pemerintah dan masyarakat untuk dikikis sehingga dapat di menetralisir,” katanya.

    Melalui layanan pendidikan inklusi. Imam Satibi, berharapkan dapat membentuk cara pandang dan tindakan yang sejalan dengan visi kota inklusi. Adanya pola pendidikan khusus yakni Sekolah Luar Biasa (SLB) yang saat ini ada (terbatas ) sebetulnya bukan model yang diharapkan dari pendidikan inklusi.

    “Pola pendidikan model SLB cenderung mengisolasi atau segregasi antara anak normal dan ABK. Apalagi saat ini dalam regulasi undang-undang pemerintah daerah kewenangan  Penyelenggaraan SLB telah ditarik propinsi bersamaan dengan SLTA.  Artinya pemerintah daerah kabupatan tidak ada pilihan strategis kecuali mengembangkan pendidikan inklusi (inclution),” ucapnya. (mam).


    Berita Terbaru :


    Scroll to Top