• Berita Terkini

    Senin, 29 Mei 2017

    Mendesak, Revisi UU LLAJ

    JAKARTA - Pemerintah didesak untuk segera merevisi Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Revisi ini untuk mengakomodir adanya sanksi bagi perusahaan transportasi yang lalai.


    Pengamat Transportasi Djoko Setijowarno menuturkan, saat ini aturan dalam undang-undang hanya mengamanatkan soal kewajiban pihak perusahaan. Tak ada sanksi hukum yang ditetapkan bilamana mereka abai pada kewajibannya.


    ”Pasal-pasal di dalamnya hanya memberi sanksi bagi pengemudi yang lalai,” ujarnya kemarin (28/5).


    Akibatnya, perusahaan selalu lolos jika ada kendaraannya yang mengalami kecelakaan akibat tidak laik jalan atau melanggar aturan. Hukuman pidana pun akhirnya hanya dijatuhkan pada pengemudi.


    ”Selalu pengemudi yang dikorbankan. Padahal, dipastikan ada kesalahan dari pihak manajemen perusahaan yang abai. Tapi belum pernah pihak perusahaan yang terkena sanksi hukum,” ujarnya kemarin (28/5).


    Lolos jeratan hukum membuat mereka akhirnya semakin berleha-leha. Tak jarang, ketidakpatuhan untuk uji KIR dan perawatan atas kendaraan yang dimiliki tak dilakukan. Bahkan, saat banyak permintaan, kendaraan-kendaraan tersebut pun akhirnya keluar kandang.


    ”Karenanya UU LLAJ harus direvisi. Jangan biarkan rem blong jadi teroris jalanan yang siap merenggut nyawa siapapun di jalan raya,” tutur Akademisi Universitas Sugiapranata Semarang itu.


    Desakan ini semakin menguat pasca kembali terjadinya terror maut akibat rem blong di Simpang Jalan Amal, Medan, Sumatera Utara kemarin (28/5). Sebuah truk dilaporkan menabrak sepeda motor yang sedang berhenti menunggu trafficlight. Akibatnya,  tiga orang tewas dan enam lainnya luka-luka.


    Moh. Nizar Zahro, anggota komisi V DPR RI sepakat atas usulan tersebut. Nizar menilai, perusahaan adalah pihak yang paling bertanggung jawab bila kendaraannya rem blong. Sehingga perlu sanksi tegas atas kelalaian yang terjadi.


    juga mengharapkan sanksi tegas terhadap perusahaan transportasi yang mengalami kecelakaan karena busnya mengalami rem blong di Magelang. Sanksi tersebut menurutnya bisa pencabutan izin usaha. ”Sanksi ini untuk menertibkan para pelaku usaha trabsportasi yang nakal,” tegasnya.


    Menurutnya, selama ini sudah ada upaya dalam menyediakan moda transportasi yang aman, nyaman dan minimalisir kecelakaan. Yakni, dengan taat aturan dan melakukan uji KIR seperti yang tertuang dalam pasal 48 hingga pasal 55 UU 22/2009. Dalam UU tersebut disebutkan, uji KIR dilakukan terhadap kendaraan bermotor, kendaraan penumpang umum, mobil bis, mobil barang kendaraan khusus, kereta gandengan dan kereta tempelan yang diperasikan di jalan umum.


    ”Hanya saja, dalam praktiknya, proses uji kir seringkali hanya formalitas saja. Oknum pengawas Uji Kir pun cenderung meloloskan kendaraan yang sebanarnya tidak lolos uji kir,” pungkasnya.

    Karenanya, dia mendorong Kementerian Perhubungan (Kemenhub) untuk segera berbenah. Langkah untuk menggandeng swasta dalam uji KIR ini harus ditindaklanjuti dengan perbaikan di internal. (mia)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top