• Berita Terkini

    Selasa, 02 Mei 2017

    Lagi, Sebelas Nyawa Melayang karena Bus Tidak Layak Jalan

    ILUSTRASIILUSTRASI
    BOGOR – Bus pariwisata tiba-tiba menjadi pembunuh yang mengerikan. Betapa tidak, dalam empat bulan terakhir, puluhan nyawa melayang karena insiden yang melibatkan bus pariwisata. Hampir semua insiden disebabkan rem blong!


    Terbaru, kemarin (30/4) bus pariwisata Kitrans dengan nomor polisi B 7057 BGA nyungsep di kawasan Puncak. Tepatnya di Desa Ciloto, Cianjur. Bus berisi 50 penumpang itu sedang menempuh perjalanan dari Jakarta menuju Kebun Raya Cibodas.


    Berdasar pengakuan penumpang, rem bus itu blong. Sebelum insiden, kernet sempat mengingatkan penumpang tentang kondisi tersebut agar mereka berpegangan erat.

    Sebelum nyemplung ke jurang sedalam 20 meter, bus menghajar beberapa kendaraan. Antara lain Toyota Avanza dengan nomor polisi B 1087 BIO, Toyota Rush putih dengan nomor polisi B 1672 PYW, Toyota Avanza silver B 1608 BKV, pikap yang bermuatan sayuran dengan nomor polisi F 8312 YA, dan satu unit angkot jurusan Cipanas–Puncak. Beberapa sepeda juga menjadi korban.


    Total, sebelas nyawa melayang gara-gara kecelakaan itu. Belasan korban lain dirawat di rumah sakit yang berada di Jakarta.


    ”Setelah dengar bus remnya blong, langsung saya pegangan erat sambil baca-baca istigfar,” kata Wawan, penumpang yang selamat. ”Alhamdulillah, masih bisa selamat, tidak sampai luka berat, paling ini lecet-lecet saja. Teman saya ini ada yang sampai harus pakai kursi roda gara-gara kakinya kejepit badan bus,” lanjutnya.

    Kecelakaan kemarin hanya berselang sepekan dari tabrakan beruntun di Megamendung, kawasan Puncak. Dalam kecelakaan itu, bus menghajar 12 mobil di depannya. Akibatnya, empat korban meninggal. Penyebabnya sama, rem blong.


    Plus kejadian-kejadian sebelumnya, tampak pemerintah kurang serius untuk menertibkan armada bus pariwisata. Sebab, begitu banyak bus pariwisata yang tidak layak jalan tapi berkeliaran.


    Kabidhumas Polda Metro Jaya Kombespol Yusri Yunus menuturkan, tim investigasi kecelakaan lalu lintas Polda Jawa Barat sedang bekerja untuk mengetahui penyebab kecelakaan beruntun yang melibatkan delapan kendaraan tersebut. ”Hasil awal, diduga bus yang berangkat dari Kebayoran Lama itu remnya blong,” tuturnya.


    Penyebab rem blong itulah yang sedang ditelisik. Kemungkinan penyebab rem blong cukup banyak. Misalnya, perawatan kurang, bus tidak mengikuti uji kir, pengawasan dengan uji kir tidak maksimal, atau malah kirnya palsu. ”Ini yang sedang dipastikan,” tuturnya.


    Apakah pemilik bus bisa dijerat? Dia menuturkan, sebenarnya pemilik bus bisa dijerat bila ada bukti yang mengarah ke kemungkinan itu. Bila belajar dari kecelakaan bus minggu lalu, ditemukan buku kir palsu. ”Bila kejadiannya seperti itu, pemilik bus bisa dijerat dengan hukuman tiga kali inkracht dari pengemudi,” jelasnya.

    Namun, bila buku kir asli, akan dilihat lebih mendalam penyebab rem bus itu bisa blong. Tidak tertutup kemungkinan petugas yang melakukan uji kir bisa dijerat hukum. Namun, tentu ada faktor-faktor yang harus mendukung. ”Kalau misalnya uji kir baik, tapi ternyata bus diutak-atik oleh pemilik saat servis dan sebagainya, tentu berbeda,” jelasnya.


    Dia berharap masyarakat bisa menunggu penyelidikan tersebut selesai. Bila semua sudah terungkap, siapa pun yang bertanggung jawab pasti dijerat secara hukum. ”Kalau semua sudah diurai, tentu siapa pun yang terlibat pasti diproses,” ucap dia.


    Untuk mencegah kecelakaan terulang, Yusri mengusulkan agar Kementerian Perhubungan (Kemenhub) memperketat aturan uji kir enam bulan sekali. ”Sehingga pemilik bus, pengemudi, dan lainnya lebih taat dalam melakukan uji kir,” ujarnya.


    Merespons kejadian itu, Ditjen Perhubungan Darat langsung menerjunkan direktur angkutan dan multimoda menuju lokasi. Saat ini koordinasi dengan pihak berwajib tengah berlangsung. ”Koordinasi untuk penyidikan dan penyelidikan terkait penyebab kecelakaan tersebut,” ujar Kepala Pusat Informasi Publik Kemenhub J.A. Barata.


    Kemenhub juga tak akan segan-segan menjatuhkan sanksi tegas kepada pihak-pihak yang bersalah. Entah oknum tertentu atau pihak perusahaan bus. ”Bila memang secara nyata terlibat pelanggaran pidana dalam kecelakaan-kecelakaan ini, maka akan diberikan sanksi yang setimpal karena abai,” ungkapnya.


    Barata menambahkan, Kemenhub telah menugasi Ditjen Perhubungan Darat untuk mengoordinasi dinas perhubungan agar melakukan pemeriksaan terhadap angkutan bus. Pemeriksaan itu harus secara menyeluruh, bukan random check. ”Pembinaan perusahaan angkutan umum akan terus dilakukan agar sistem manajemen keselamatan transportasi dijalankan dengan baik,” tutur dia.



    Terulangnya kecelakaan maut oleh bus pariwisata itu menjadi alarm bahaya bagi pemerintah untuk segera berbenah. Pengamat transportasi Djoko Setiawarno menilai pengawasan di lapangan masih lemah. Misalnya pengawasan terhadap kecurangan pengusaha bus pariwisata yang menggunakan bus reguler. Casing bus diubah agar tampak baru. Sedangkan kondisi dalam bus tidak berubah.


    ”Pemerintah perlu melakukan tindakan sweeping ke beberapa operator bus pariwisata yang dicurigai bermasalah. Jika ketahuan melanggar, bisa ditutup izin usahanya. Jika tidak berizin, bisa dilanjutkan pelanggaran terhadap tindakan usaha angkutan umum ilegal,” tuturnya.


    Dia menilai, selama ini UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan cenderung menyalahkan pengemudi bila terjadi kecelakaan. Padahal, pemerintah daerah juga memiliki tanggung jawab terkait dengan pengawasan yang dilakukan. ”Operator bus dan uji kir oleh pemda ini kan juga terkait. Harus jadi perhatian juga,” katanya.


    Terkait dengan kecelakaan kemarin, Djoko mendesak pemerintah untuk menjatuhkan sanksi tegas. Mulai larangan beroperasi dalam rentang waktu tertentu hingga dicabutnya izin usaha. Harapannya, ada efek jera. ”Hal yang sama juga diberikan kepada petugas kir yang meloloskan uji kir yang mungkin tidak layak,” tegasnya.


    Dia turut mengimbau masyarakat agar lebih cerdas dalam memilih angkutan. Jangan terjerat tawaran sewa bus pariwisata murah tapi mengabaikan keselamatan. ”Mintalah fotokopi STNK, uji kir, SIM pengemudi, dan izin usaha transportasinya untuk memastikan mereka memenuhi aturan,” ungkapnya.


    Sementara itu, Ketua Presidium Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Prof Agus Taufik Mulyono menuturkan, kecelakaan di kawasan tanjakan atau turunan itu setidaknya terjadi karena dua hal. Selain kondisi kendaraan yang kurang prima, juga dipicu kondisi jalan yang tidak layak.


    ”Geometrik jalan yang tidak standar itu bisa mempercepat kerusakan kendaraan. Rem jadi cepat blong, apalagi kalau jalannya menurun dan menikung tajam,” tutur dia kemarin. Selain itu, rambu lalu lintas di sekitar jalan yang berbahaya harus lebih lengkap.


    Taufik menyatakan sudah berkali-kali melontarkan kritik soal jalan yang kurang layak itu. Salah satu penyebabnya adalah ketidaktegasan aparat di daerah dalam pengaturan tata ruang jalan. Banyak bangunan di kanan dan kiri jalan yang terlalu dekat. ”Sehingga ketika perlu pelebaran susah dilakukan. Pemda tidak tegas mengawasi,” tambah dia.


    Guru besar bidang teknik transportasi Universitas Gadjah Mada itu menuturkan, masalah mendasar dalam sistem transportasi publik di Indonesia adalah pengawasan dan evaluasi. Sebab, sudah banyak aturan tentang keselamatan di jalan. Termasuk, kendaraan harus lolos uji kir dan tidak boleh dioperasikan bila kondisinya tidak prima.

    ”Kalau ngomong aturan itu tidak kurang-kurang. Yang kurang itu evaluasi dan monitoring-nya. Karena perlu keberanian dan komitmen untuk menjalankannya,” tegas dia. (idr/mia/jun/c11/ang)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top