• Berita Terkini

    Selasa, 30 Mei 2017

    Ketidakpatuhan KPK jadi Senjata, Auditorat III BPK Lumpuh

    JAKARTA – Laporan kepatuhan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap tata kelola anggaran tahun 2015 kembali mencuat seiring tertangkapnya Auditor Utama III Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Rochmadi Saptogiri dan Kepala Auditorat III BPK Ali Sadli. Isu itu dikaitkan sebagai perlawanan BPK terhadap komisi antirasuah tersebut.


    Ada 7 poin laporan hasil pemeriksaan (LHP) kepatuhan KPK tersebut. Pertama, kelebihan pembayaran gaji pegawai KPK yang belum diselesaikan atas pelaksanaan tugas belajar. Kedua, belanja barang pada direktorat monitor kedeputian informasi dan data yang tidak dilengkapi pertanggungjawaban yang memadai dan tidak sesuai mata anggarannya.


    Ketiga tentang pembayaran belanja perjalanan dinas, belanja sewa, belanja jasa profesi pada biro hukum. Kemudian keempat, kegiatan perjalanan dinas kedeputian penindakan yang tidak didukung surat perintah. Berikutnya, standar biaya pembayaran atas honorarium kedeputian penindakan. Keenam, realisasi belanja perjalanan dinas biasa tidak sesuai dengan ketentuan minimal.


    Terakhir perencanaan gedung KPK yang tidak cermat sehingga mengakibatkan kelebihan pembayaran. Poin-poin laporan yang juga dipakai sebagai acuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk menggunakan hak angket KPK itu menyebar ke publik secara masif selang sehari setelah terbongkarnya indikasi jual beli opini predikat wajar tanpa pengecualian (WTP), Jumat (26/5).


    Anggota III BPK Achsanul Qosasi membantah bila pihaknya melakukan perlawanan dengan menggunakan 7 poin ketidakpatuhan KPK tersebut. Menurutnya, LHP tersebut sudah menjadi domain publik. Sehingga, wajar bila kini beredar di kalangan masyarakat. ”Apalagi itu juga sudah dibahas di DPR, jadi domain publik,” kata Achsanul kepada Jawa Pos, kemarin (29/5).


    Apakah 7 poin ketidakpatuhan itu berpotensi menimbulkan kerugian negara ? Achsanul mengaku tidak mengetahuinya secara persis. Sebab, LHP itu dibawah kewenangan Anggota I BPK Agung Firman Sampurna. ”KPK bisa berkoordinasi dengan BPK,” ungkapnya. Saat ini, LHP KPK masuk dalam hak angket di DPR. Prosesnya sampai saat ini terus bergulir, meski ada 6 fraksi yang menolak.


    Achsanul menyatakan, pihaknya tidak ingin larut dalam suasana penangkapan dua pejabat BPK tersebut. Saat ini, dia fokus mencari pengganti Rochmadi dan Ali Sadli. Posisi kedua pejabat itu sangat krusial di struktural auditorat keuangan negara (AKN) III. ”Yang pasti akan diganti. Tidak bisa langsung, kami harus bersidang dulu,” ujar mantan anggota DPR itu.


    Achsanul mengakui, penangkapan Rochmadi dan Ali Sadli membuat kinerja auditorat III kelimpungan. Sebab, keduanya merupakan pengambil keputusan atas pemeriksaan laporan keuangan kementerian/lembaga. Di BPK, terdapat pembagian tugas anggota I hingga VII. Khusus anggota III membawahi 38 instansi pemerintah. Termasuk Kemendesa PDTT. Saat ini, kegiatan mereka masuk tahap penyerahan LHP.


    ”Penyerahan LHP menjadi terganggu. Otomatis lumpuh karena kurang orang,” paparnya. Menurut Achsanul, tertangkapnya 2 pejabat BPK tidak hanya membuat pekerjaan terganggu. Tapi juga membuat opini masyarakat tentang pemberian predikat WTP berkembang liar. ”Sekarang merembet kemana-mana. Ini bahaya,” ungkapnya.

    Wakil Ketua BPK Bahrullah Akbar menambahkan, setelah penangkapan yang dilakukan KPK terhadap auditornya, pihaknya langsung melakukan intropeksi diri dan evaluasi. ”Kita kan punya inspektorat,” terang dia saat ditemui di gedung DPR kemarin (29/5). Sistem yang ada akan diperbaiki.


    Menurut dia, setiap tahunnya cukup banyak lembaga yang harus diaudit BPK. Ada 534 pemerintah provinsi dan kabupaten/kota, 80 Kementerian dan lembaga, ada juga perguruan tinggi serta rumah sakit. Jika ditotal, kata dia, ada sekitar 600 lebih yang harus diaudit. ”Jika ada satu yang kecolongan mau bagaimana lagi. Tentu kami akan evaluasi,” ujar dia.


    Terkait permintaan audit ulang terhadap Kemendes, Hal itu bisa saja dilakukan. Namun, sampai sekarang pihaknya belum bertemu dengan auditor yang menangani. Jika dalam audit itu ada temuan yang disembunyikan, maka audit ulang bisa dilakukan.


    Bahrul menegaskan bahwa auditor terjerat kasus suap Pasti akan diberi sanski. Mereka juga akan dicopot, tapi tentu harus mengikuti aturan kepegawaian. Ini menjadi pelajaran semua pihak. Sebenarnya, pihaknya selalu mewanti-wanti agar tidak ada permainan dalam audit keuangan. "Kasus ini kami serahkan sepenuhnya kepada KPK," tuturnya.


    Bagaimana dengan daerah yang pelayanan jelek dan pejabatanya kerap memotong anggaran, tapi selalu mendapat opini WTP? Bahrul mengatakan, dalam mengaudit, BPK hanya melihat kewajaran penyajian laporan berdasarkan standar akutansi. Pihaknya tidak bisa masuk dalam Proses lelang, struktur anggaran dan penentuan satuan harga. "Ini kedepannya menjadi pelajaran," terang dia.


    Di tempat terpisah, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan, pihaknya tidak mempermasalahkan 7 temuan BPK yang menjadi perbincangan itu. Menurutnya, semua temuan harus melalui proses check and balance. ”Orang yang tidak mau di check and balance oleh BPK kita harus curiga. Iya enggak,” terangnya kepada wartawan.

    Terkait perkembangan operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK, Saut menyebut itu merupakan bagian dari check and balance. Pihak-pihak yang dijadikan tersangka mesti mempertanggungjawabkan perbuatannya di pengadilan. ”Itu kan bagian dari check and balance juga. Harus bertanggungjawab,” papar mantan anggota Badan Intelijen Negara (BIN) itu.

    Keterlibatan menteri dan pejabat tinggi di Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT) bakal menjadi fokus Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mendalami indikasi rasuah jual beli opini predikat wajar tanpa pengecualian (WTP). Itu dilakukan seiring produk WTP merupakan prestasi kementerian/lembaga, bukan individu.


    Pemeriksaan para saksi bakal segera dilakukan KPK dalam waktu dekat. Mulai dari Menteri Desa PDTT Eko Putro Sandjojo maupun Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemendes PDTT Anwar Sanusi. Keduanya memiliki peran mengetahui sejauh mana kegiatan pemeriksaan laporan keuangan oleh auditor keuangan negara (AKN) III Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) di kementerian mereka.


    Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyatakan, pemeriksaan saksi akan segera dilakukan. Hanya, pihaknya belum bisa menyebutkan kapan jadwal pemeriksaan itu. ”Kami akan mendalami secara bertahap. Dua itu akan didalami serta akan dilakukan pemeriksaan saksi-saksi tentu saja dalam jadwal yang akan ditentukan,” ujarnya di gedung KPK, kemarin (29/5).


    Saat ini, penyidik masih fokus mempelajari dokumen yang diperoleh dari hasil penggeledahan di kantor BPK dan Kemendes PDTT. Pendalaman juga dilakukan penyidik terhadap uang tunai Rp 1,145 miliar dan USD 3.000 yang disita dari brankas di ruangan Kepala Auditorat III BPK Ali Sadli. ”Penyidik fokus mempelajari analisa dokumen yang didapatkan dari OTT,” ungkapnya. (tyo/lum)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top