• Berita Terkini

    Selasa, 23 Mei 2017

    Bupati Klaten Didakwa Terima Gratifikasi Rp 12 Miliar

    JOKO SUSANTO/RADAR SEMARANG
    SEMARANG – Isi dakwaan Penuntut Umum (PU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada sidang perdana Bupati Klaten Nonaktif Sri Hartini di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Senin (22/5), mengungkap bukti mengejutkan.

    Dalam dakwaan yang dibacakan empat PU KPK, yakni Afni Carolina, Mohamad Nur Aziz, Hendra Eka Saputra dan Rony Yusuf menyebutkan, Sri Hartini yang menjabat bupati Klaten kurang dari setahun itu telah menerima uang gratifikasi belasan miliar.

    Mulai dari guru, kepala sekolah, pegawai Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Klaten, hingga kepala desa (kades) menyetor uang kepadanya dengan tujuan mendapatkan posisi “basah”.

    Sri Hartini yang dinonaktifkan sebagai bupati Klaten setelah terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK Jumat, 30 Desember 2016 ini didakwa menerima suap dan gratifikasi dengan nominal sekitar Rp 12 miliar berkaitan dengan penataan struktur organisasi dan tata kerja (SOTK) di Pemkab Klaten.

    "Pemberian uang tersebut bertujuan menggerakkan terdakwa berkaitan dengan penataan SOTK baru," ujar Afni di hadapan majelis hakim yang dipimpin Antonius Widjantono.

    Nominal suap yang disebut uang syukuran tersebut bervariasi. Dari puluhan hingga ratusan juta rupiah tergantung tingkat jabatan yang akan ditempati.
    Hartini juga didakwa menerima gratifikasi senilai Rp 2,4 miliar dari 34 guru berkaitan dengan pengisian jabatan sejumlah kepala SMP, SMA dan SMK di Klaten. Lagi-lagi, nominal yang disetorkan bervariasi.

    "Terdakwa menerima sejumlah uang berkaitan dengan pengisian jabatan sejumlah kepala sekolah yang masing kosong," jelas Afni.
    Selain pengisian jabatan kepala sekolah, lanjut PU KPK, terdakwa juga menerima uang gratifikasi dari 148 kepala desa berkaitan pengelolaan dana bantuan keuangan desa. Totalnya mencapai Rp 4,8 miliar.


    Bukan itu saja, PU KPK juga menyebut Sri Hartini menerima gratifikasi berkaitan pengisian jabatan di PDAM Klaten. Totalnya sekitar Rp 9,1 miliar.
    Atas perbuatan itu, pada dakwaan pertama, PU KPK menyatakan Sri Hartini bersalah melanggar pasal 12a Undang-Undang (UU) Nomor 31/1999 yang diubah dan ditambahkan dengan UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Untuk dakwaan kedua, Sri Hartini dinyatakan melanggar pasal 12b pada UU yang sama.

    Sementara itu, Sri Hartini yang didampingi pengacaranya Dedy Suwadi menyatakan telah memahami isi dakwaan PU KPK dan meminta langsung dilakukan tahapan pemeriksaan saksi.

    “Untuk eksepsi saya tidak akan mengajukan yang mulia. Saya juga memahami dakwaan yang dibacakan penuntut umum. Melalui persidangan ini, saya berharap bisa terungkap fakta sebenarnya, sehingga mendapat keadilan,” beber Sri Hartini.

    Usai pembacaan dakwaan, majelis hakim memutuskan menutup sidang dan melanjutkan sidang pada Senin (29/5) dengan agenda pemeriksaan saksi.
    Menanggapi dakwaan terhadap kliennya, Deddy menuturkan ada hal-hal yang perlu diluruskan. “Seperti masalah penerimaan (uang suap, Red) sekian-sekian (nominal bervariasi, Red), mungkin perlu diluruskan,” jelasnya.

    “Subtansi isi dakwaan tidak tepat. Maksudnya siapa yang berperan aktif dalam kasus jual beli jabatan ini? Kok seolah-olah ibu (Sri Hartini) yang mengondisikan semuanya. Padahal kan ibu orang baru, tidak sampai segitunya (mengoordinasikan suap),” imbuh Deddy.

    Sri Hartini, kata Deddy, sudah berulang kali menegaskan kepada tim penyidik KPK bahwa tidak berperan aktif dalam kasus suap. Itu pula yang akan ditegaskan dalam sidang selanjutnya, ditambah keterangan saksi meringankan berjumlah sepuluh orang.

    Deddy juga berkeyakinan 570 saksi yang dimintai keterangan tidak sepenuhnya menyudutkan Sri Hartini. Termasuk kemungkinan kesaksian dari terdakwa Kasi SMP Dinas Pendidikan (Disdik) Klaten nonaktif Suramlan dapat dijadikan bahan menyangkal tuduhan keaktifan Sri Hartini dalam kasus suap. Sebab, dalam kasus tersebut, Sri Hartini dan Suramlan tidak saling kenal. (jks/JPG/ren/wa)


    Berita Terbaru :


    Scroll to Top