• Berita Terkini

    Rabu, 19 April 2017

    SM3T Batal Distop, Rekrut 3.000 Guru untuk 2018

    JAKARTA – Para guru yang mengharapkan program Sarjana Mengajar Daerah Terluar, Terdepan, dan Tertinggal (SM3T) berlanjut bisa bernapas lega. Pemerintah memastikan tidak jadi menyetop program tersebut. Rekrutmen akan segera dilakukan untuk memenuhi kebutuhan guru di kawasan perbatasan tahun depan.


    Kepastian itu disampaikan Menrsekdikti M Nasir saat ditemui di kompleks Istana Kepresidenan kemarin (18/4). ’’Tahun ini kami ajukan anggarannya, dan disetujui Presiden. Sehingga tidak jadi dibatalkan (dihentikan),’’ terangnya. Dalam waktu dekat, Kemenristekdikti akan segera membuka pendaftaran guru untuk program tersebut.

    Untuk kebutuhan program tersebut, pihaknya menganggarkan Rp 350 miliar. Anggaran tersebut bisa digunakan untuk membiayai sekitar 3.000 guru yang bakal direkrut oleh Kemristekdikti.  Dengan demikian, program itu akan kembali berjalan normal sebagaimana tahun-tahun sebelumnya.


    Meskipun demikian, tahun ini sistem rekrutmennya sedikit berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Kemristekdikti tidak hanya merekrut untuk kebutuhan di perbatasan. ’’Ini nanti untuk menyelesaikan kebutuhan yang di Kemdikbud, yakni guru produktif untuk SMK,’’ tutur Nasir. Kebutuhannya mencapai 500 guru.


    Dari sekitar 3.000 guru yang akan direkrut, 500 di antaranya dikhususkan untuk memenuhi kebutuhan guru SMK. Selebihnya akan disebar ke berbagai daerah yang sesuai kriteria. Yakni di daerah terluar, terdepan, dan tertinggal. ’’Merata di seluruh perbatasan,’’ tambahnya. Mengingat, jumlah guru di perbatasan memang masih sangat minim.


    Sebelum akhirnya dianulir, Kemenristekdikti memutuskan menghentikan program SM3T mulai tahun ini. Ada beberapa alasan yang jadi pertimbangan. Diantaranya adalah, peserta SM3T itu belum memiliki sertifikat profesi guru. Padahal dalam UU Guru dan Dosen dinyatakan, seorang guru wajib bersertifikat.


    Alasan berikutnya adalah Indonesia saat ini mengalami kekurangan guru hingga 300 ribu orang. Cukup kuwalahan jika ditangani dari program SM3T saja. Sebab rata-rata kuota SM3T setiap tahunnya hanya 3.000 peserta. Sedianya setelah menghentikan program SM3T, Kemenristekdikti menjalan sejumlah skema pengisian guru. Seperti pengisian guru produktif untuk SMK dan membuka program pendidikan profesi guru (PPG) reguler.


    Guru besar Universitas Negeri Yogjakarta (UNY) Rochmat Wahab menyambut baik dibatalkannya penghapusan program SM3T. Menurut dia, program SM3T adalah salah satu agenda pemerintah yang berpihak kepada rakyat di daerah pinggiran. Dia menegaskan memang benar ada kekurangan guru di Indonesia. "Pemerintah silahkan buat skenario-skenario pemenuhannya. Tapi SM3T dipertahankan," jelasnya.


    Pria yang dua periode jadi rektor UNY itu menjelaskan, pemerintah tidak perlu khawatir dicap melanggar aturan karena mengirim sarjana untuk jadi guru. Bagi Rochmat, praktik di lapangan banyak peserta SM3T yang lebih memperhatikan proses pembelajaran ketimbang guru tetapnya. Contohnya ada guru permanen yang datang ke sekolah pinggiran, hanya saat ujian saja. Sementara pada hari biasa, proses belajar terhenti. "Sementara peserta SM3T sehari-hari tinggal di dekat sekolah. Pembelajaran jadi berjalan terus," papar dia.


    Memang peserta SM3T itu belum memiliki sertifikat profesi guru. Untuk itu istilah yang dipakai juga bukan guru SM3T. Namun Rochmat menegaskan, dari sisi kemampuan, para sarjana peserta SM3T sudah dibekali kemampuan pedagogi yang kuat.


    Guru besar bidang anak berbakat itu memberikan saran perbaikan untuk program SM3T berikutnya. Dia ingin para peserta SM3T dibekali kemampuan mengondisikan kelas. Khususnya untuk satu kelas yang terdiri dari dua rombongan belajar (rombel). Rochmat mengatakan idealnya satu kelas diisi satu rombel. Tetapi karena keterbatasan infrastruktur, banyak ditemukan dua rombel dalam satu kelas bersamaan.


    Perbaikan berikutnya adalah pemberian konten penyesuaian pembelajaran kepada peserta SM3T. Rochmat mengatakan sesuai buku pelajaran, praktik belajar menghitung menggunakan kelereng. "Tapi di pedalaman Papua sana, tidak ada kelereng. Diganti kerikil," jelasnya. Kemampuan-kemampuan beradaptasi ini menurutnya sangat penting ditanamkan kepada peserta SM3T.


    Masukan terakhir terkait sikap peserta SM3T. Dia mengatakan sebagai orang luar, peserta SM3T harus bisa berbaur dengan baik bersama warga setempat. Bahkan lebih dari itu, peserta SM3T harus bisa jadi teladan atau panutan dalam bersikap. (byu/wan)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top