• Berita Terkini

    Jumat, 28 April 2017

    Miryam Jadi Buronan KPK

    FebriDiansyah
    JAKARTA – Tersangka kasus dugaan memberikan keterangan palsu dalam sidang mega korupsi e-KTP, Miryam S. Haryani menjadi buronan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kamis (27/4) lembaga antirasuah melaporkan daftar pencarian orang (DPO) atas nama Miryam kepada Polri. Mereka meminta Polri membantu mencari dan menangkap mantan anggota komisi II DPR tersebut.


    Juru Bicara KPK Febri Diansyah menjelaskan, instansinya sudah berulang kali memanggil Miryam untuk dimintai keterangan sebagai tersangka dalam kasus tersebut. Namun, perempuan yang juga berstatus sebagai saksi dalam sidang mega korupsi e-KTP itu tidak kunjung hadir. Terakhir, dia malah menyampaikan surat gugatan praperadilan kepada KPK Selasa (25/4). ”Jadi, KPK sudah memasukan (Miryam) ke dalam DPO,” ungkap dia kemarin.


    Pria yang akrab dipanggil Febri itu menjelaskan, KPK tidak sembarangan mencatat Miryam dalam data DPO. Menurut dia, itu sesuai aturan undang-undang. Aturan itu pula yang menjadi dasar KPK meminta bantuan Polri untuk mencari dan menangkap Miryam. ”Jika penangkangkapan sudah dilakukan, maka itu (Miryam) diserahkan ke KPK,” pinta mantan peneliti sekaligus aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW).


    Sebelum Miryam menjadi buronan KPK, instansi tersebut sudah berupaya memanggil politisi partai Hanura itu untuk dimintai keterangan.  Tidak kurang dua kali KPK memanggil Miryam sebagai tersangka kasus dugaan memberikan keterangan palsu dalam sidang e-KTP. ”Kami sebelumnya sudah memberikan kesempatan kepada MHS (Miryam) untuk dipanggil secara patuh,” ungkap Febri. Yakni pada Kamis (13/4) dan Selasa (18/4). Namun, Miryam tidak hadir.


    Melalui kuasa hukumnya, Aga Khan Abduh Miryam meminta pemanggilan dan pemeriksaan ditunda sampai Rabu (26/4). Namun, sehari sebelumnya Aga malah menyerahkan surat gugatan praperadilan atas penetapan kliennya sebagai tersangka kasus dugaan memberikan keterangan palsu dalam sidang e-KTP. ”Bahkan sampai hari ini (kemarin), kami belum menerima kedatangan tersangka MHS,” terang dia.


    KPK juga sudah menggeledah kediaman tempat tinggal Miryam di bilangan Tanjung Barat tiga hari lalu (25/4). Namun, dalam penggeledahan itu penyidik tidak bertemu dengan? Miryam. ”Tentu saja jika pada saat itu ada MSH, kami lakukan tindakan-tindakan penyidikan pada saat itu,” beber Febri. Keterangan Miryam sebagai tersangka kasus dugaan memberikan keterangan palsu dalam sidang e-KTP penting bagi KPK.


    Karena itu, sambung Febri, KPK merasa perlu menerbitkan surat DPO atas nama Miryam. ”Kemudian menyerahkan kepada pihak kepolisian,” ucap dia. KPK pun meminta bantuan masyrakat untuk turut menginformasikan apabila mengetahui keberadaan Miryam. ”Dapat melaporkan ke kantor kepolisian yang terdekat karena saat ini kami mengirimkan surat DPO tersebut kepada Kapolri,” terangnya.


    Meski Miryam sudah mengajukan gugatan praperadilan atas status tersangka yang dia terima dari KPK, Febri menegaskan bahwa itu tidak lantas menghentikan proses penyidikan yang tengah berlangsung. ”KPK yakin praperadilan tidak akan menghalangi kegiatan–kegiatan diproses penyidikan,” tegas dia. KPK pun siap menghadapi gugatan praperadilan Miryam yang diajukan melalui Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel).


    Selain menetapkan Miryam sebagai DPO, KPK juga sudah mencegah Miryam bepergian ke luar negeri. ”Sudah dicekal,” imbuh Febri. Lembaga yang berkantor di Gedung Merah Putih itu memastikan bahwa Miryam masih berada di Indonesia. Kepala Bagian Humas dan Umum Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi Agung Sampurno menyebutkan, permintaan pencegahaan atas nama Miryam disampaikan KPK Senin (24/4). ”Beraku enam bulan ke depan,” ujarnya.


    Selaras dengan keterangan Febri, data Ditjen Imigrasi juga menyatakan Miryam masih berada di Indonesia. Namun demikian, mereka tidak dapat mengungkap secara rinci lokasi pasti Miryam berada. ”Data perlintasan merupakan materi penyidikan sehingga tidak bisa di share,” jelas pria yang akrab dipanggil Agung itu. Dia pun meminta semua pihak menghormati proses dan kerja yang tengah dilakukan penyidik KPK.


    Sementara itu, pihak Interpol menyatakan belum mengetahui adanya permintaan bantuan dari KPK untuk mencari Miryam. "Saya belum terima suratnya, dan kebetulan memang sedang berada di Jogjakarta, " ujar Sekretaris National Central Bureau (NCB) Interpol Brigjen Naufal Yahya saat dihubungi kemarin.


    Meskipun demikian, Naufal memastikan pihaknya siap untuk mam-back up KPK mencari keberadaan Miryam. Terutama, bila memang dia berada di luar negeri pada saat penetapan DPO itu terjadi. ’’Kalau kita dimintai itu, kami akan bantu,’’ lanjutnya. dia akan mengecek dahulu bagaimana rincian permintaan KPK tersebut.


    Terpisah, kemarin sore tim kuasa hukum Miryam menggelar konferensi pers terkait status DPO politikus Partai Hanura itu. pengacara Miryam, Aga Khan, mempertanyakan status DPO yang disematkan kepada kliennya. "Kami tidak pernah diberitahu oleh KPK, " ujarnya.


    Dia juga memastikan Miryam masih berada di Indonesia, tidak ke luar negeri. Hanya saja, Aga enggan mengungkapkan di mana Miryam berada saat ini. "Kalau klien kami dipanggil untuk pemeriksaan sebagai saksi, akan kami hadirkan. Namun, bila dipanggil sebagai tersangka, tunggu dulu,"’ lanjutnya.


    Hal itu tidak lepas dari upaya hukum yang saat ini sedang ditempuh oleh Miryam. Dia sedang mengajukan gugatan praperadilan atas penetapannya sebagai tersangka kasus dugaan kesaksian palsu. Gugatan praperadilan itu akan disidangkan 8 Mei mendatang. Aga juga akan melayangkan surat protes ke KPK atas penetapan DPO tersebut.


    Pengacara lainnya, Patriani Paramita Mulia, menjelaskan bahwa kondisi Miryam saat ini baik-baik saja, dan relatif sehat. "Kalau stress, wajar saja, namanya juga manusia, " ujar Mita, panggilan Paramita.


    Dia mengingatkan, Miryam bukan tersangka dalam kasus dugaan korupsi E-KTP. Melainkan, dugaan kesaksian palsu di pengadilan. Dia meminta agar kedua kasus itu tidak dikait-kaitkan. ’’Klien kami tetap berstatus sebagai saksi atas terdakwa Irman dan Sugiharto dalam kaitannya dengan proyek KTP Elektronik,’’ lanjutnya.

    Mita bahkan mempertanyakan bagaimana bisa Miryam dituding menjadi saksi palsu. Padahal, kasus yang membuatnya dituding sebagai saksi palsu itu belum bisa dipastikan benar atau salahnya. Mengingat, kasus tersebut belum diputus oleh hakim.


    Karena itu, dia meminta pemeriksaan Miryam sebagai tersangka ditunda sampai proses praperadilan tuntas. "Selama prose situ, klien kami berhak secara hukum untuk tidak memberikan keterangan apapun kepada penyidik KPK,’’ tambahnya. Keterangan yang dimaksud adalah yang terkait kasus dugaan kesaksian palsu di pengadilan. (syn/byu)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top