• Berita Terkini

    Selasa, 04 April 2017

    Kemenlu Kejar Penyalur TKI ke Arab Saudi

    JAKARTA – Moratorium penempatan TKI sektor informal ke timur tengah sejak dua tahun lalu masih berlaku. Namun, pemerintah tetap saja kecolongan. Kabar pilu dari KBRI Riyadh adalah bukti nyata. Mereka mendapat informasi ada ratusan TKI yang disekap di ibu kota Arab Saudi tersebut. Informasi itu mereka terima dari enam TKI yang berhasil melarikan diri. Sampai saat ini, KBRI Riyadh masih berusaha memverifikasi informasi tersebut.



    Menlu Retno Marsudi menjelaskan, verifikasi penting lantaran informasi yang diterima oleh KBRI Riyadh bukan temuan maupun hasil penelusuran. Melainkan berasal dari TKI yang melarikan diri. ”Jadi, kami sedang verifikasi semua info yang masuk,” ungkap dia ketika diwawancarai Senin (3/4). Menurut Retno, pihaknya sudah menghubungi pemerintah Arab Saudi guna menindaklanjuti informasi yang mereka terima.



    Bukan hanya di Riyadh upaya verifikasi oleh Kemenlu juga dilakukan di dalam negeri. Retno menyebutkan, dia sudah meminta KBRI Riyadh agar mencari tahu perusahaan penyalur yang masih berani mengirim TKI sektor informal ke Arab Saudi. Menurut dia, perusahaan tersebut harus mendapat sanksi tegas. ”Agar praktik-praktik seperti itu tidak terulang,” imbuhnya. Sebab, akibatnya amat besar bagi para TKI.



    Retno menduga perusahaan penyalur TKI dari tanah air legal. Namun, mereka merekrut TKI dengan mendobrak aturan. Padahal rekrutmen dengan cara itu sangat beresiko. ”Rentan penyalahgunaan hak-hak TKI di luar negeri,” jelas dia. ”Kasihan mereka itu manusia yang harus dilindungi,” tambahnya. Menurut dia, persoalan itu tidak ubahnya masalah kemanusiaan.Untuk itu dia meminta KBRI Riyadh segera mencari tahu perusahaan penyalur TKI tersebut.



    Sementara itu, Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kementerian Luar Negeri Lalu Muhammad Iqbal menjelaskan bahwa antara Februari-Maret, enam TKI yang didatangkan oleh Al-Jeraisy melarikan diri dari majikannya dan meminta perlindungan ke KBRI Riyadh. Iqbal mengatakan, untuk mendapatkan exit permit bagi enam TKI tersebut tidak mudah. ”Karena mereka statusnya kabur dari majikan. Ada di antaranya baru tiga hari di majikan sudah kabur,” ungkap Iqbal.



    Setelah prosedurnya diselesaikan oleh KBRI Riyadh, enam TKI tersebut akhirnya sudah berhasil dipulangkan. Sejak mencuatnya kasus tersebut, tambah Iqbal, KBRI Riyadh sudah langsung turun tangan. Tim dari KBRI Riyadh juga sudah berkunjung ke kantor Al-Jeraisy dan hanya menemukan empat TKI. Dengan bukti yang masih minim, KBRI masih sulit untuk membawa kasus tersebut ke pihak berwajib.”Kami terus mengumpulkan informasi dan bukti untuk melakukan tindakan hukum terhadap para pelaku,” tuturnya.



    Iqbal menuturkan, secara umum, kasus tersebut merupakan kasus TKI nonprosedural alias ilegal. Agen di Arab Saudi tidak pernah memperoleh endorsement job order dari KBRI Riyadh. Di sisi lain, perusahaan perekrutan TKI di Indonesia itu juga melakukan rekrutmen secara nonprosedural. ”Mereka merekrut untuk cleaning service. Tapi faktanya malah dijadikan pembantu rumah tangga,” ungkapnya.



    Kondisi tersebut menggambarkan kondisi nyata bahwa tindak pidana perdagangan orang (TPPO) masih mengincar para TKI yang hendak bekerja ke luar negeri. Iqbal menilai, hal tersebut seharusnya bisa dicegah sejak di tanah air. Sebelum mereka berangkat dan jadi korban. ”Itulah sebabnya kami dorong Imigrasi untuk lakukan pengetatan secara selektif. Korban TKI ilegal sudah terlalu banyak. Angkanya mungkin sudah puluhan ribu,” terangnya. (and/syn)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top