• Berita Terkini

    Selasa, 18 April 2017

    Kemenag Gulirkan Standarisasi Pesantren

    Terbitkan Daftar Kitab Kuning yang Wajib Diajarkan
    JAKARTA – Pengawasan Kementerian Agama (Kemenag) kepada pesantren selama ini dirasa lemah. Setelah izin operasional keluar, pesantren dibiarkan berjalan sendiri. Tahun ini Kemenag bakal menggulirkan program standarisasi pendidikan di lingkungan pesantren.


    Dirjen Pendidikan Islam (Pendis) Kemenag Kamaruddin Amin mengatakan, program standarisasi pendidikan di pesantren itu nantinya ditangani oleh Lembaga Penjamin Mutu Pesantren. ’’Jadi bukan lembaga akreditasi pesantren,’’ katanya di komplek DPR kemarin (17/4).


    Guru besar UIN Alauddin Makassar itu mengatakan, standarisasi itu penting untuk meningkatkan mutu dan kualitas pesantren. Mulai dari tata kelola, SDM, sampai kurikulum. Salah satu yang akan digulirkan ada identifikasi seluruh kitab kuning yang diajarkan di pesantren.


    Setelah itu Kemenag akan menerbitkan daftar kitab kuning yang wajib diajarkan di pesantren. ’’Istilah kami kutub mukaroroh. Kitab wajib ini untuk memenuhi standar minimal kurikulum di pesantren,’’ urainya. Pesantren diperbolehkan menambah kitab lain, sesuai dengan visi dan misi masing-masing.


    Dia menegaskan program standarisasi pesantren ini bukan untuk menyeragamkan pesantren di seluruh Indonesia. Kemenag hanya ingin pesantren memiliki standar pelayanan minimal. Apalagi saat ini jumlah santri di seluruh pesantren mencapai 4 juta siswa. Sekitar 10 persen atau 400 ribu diantaranya adalah santri yang benar-benar belajar diniyah. Tidak belajar di madrasah maupun sekolah.


    Kamaruddin mengatakan regulasi standarisasi pesantren ini targetnya digulirkan tahun ini. Dia menjelaskan draf aturannya sudah hampir rampung. Kemenag juga merangkul pengelola pesantren seperti NU dan Muhammadiyah untuk membahas kriteria-kriteria standarisasi pesantren.


    Ketua Badan Kerjasama Pondok Pesantren Indonesia (BKSPPI) Didin Hafidhuddin menyambut baik rencana Kemenag membuat lembaga standarisasi pesantren itu. Meskipun begitu dia ingin mengetahui detail kriteria-kriterianya. ’’Jangan sampai mengarah pada pembatasan-pembatasan,’’ tuturnya.


    Diantara pembatasan yang dia khawatirkan terkait dengan konten atau materi pelajaran di pesantren. Misalnya terkait dengan jihad. Dia tidak ingin dengan aturan standarisasi ini, Kemenag justru menciutkan makna jihad. Kemenag jangan sampai melarang pembelajaran tentang jihad, hanya lantar khawatir jihad diartikan sebagai perang saja. ’’Padahal jihad itu luas maknanya. Tidak bisa dibatasi atau bahkan dilarang tidak boleh ada ajaran jihad di pesantren,’’ jelasnya.


    Dia tidak ingin standarisasi ini kental nuansa politik. Kemenag sebagai institusi pemerintah, tidak boleh terlalu dalam mengintervensi proses atau kurikulum di lembaga pendidikan pesantren.


    Ketua Komisi VIII (bidang keagamaan) DPR Ali Taher Parasong mengatakan belum melihat urgensi pembentukan badan penjamin mutu pesantren itu. Secara nasional saat ini sudah ada Badan Standarisasi Nasional Pendidikan (BSNP) dan Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah (BAN S/M). ’’Dari pada buang uang besar, lebih baik mengaju ke komponen yang sudah ada itu,’’ jelasnya.


    Dia mengatakan saat ini jumlah pesantren di seluruh  Indonesia sekitar 89 ribu. Ali Taher berharap Kemenag lebih dahulu berfokus pada pendampingan atau pendataan pesantren yang sudah ada. Dia meragukan bahwa Kemenag memiliki basis data yang kuat terkait kondisi pesantren di Indonesia. ’’Menurut saya tidak perlu terlalu latah membuat badan atau lembaga baru,’’ tandasnya. (wan)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top