• Berita Terkini

    Selasa, 04 April 2017

    Dugaan Selewengkan Fungsi Cagar Budaya, Adik Raja Dipolisikan

    A.CHRISTIAN/RADAR SOLO
    SOLO – Polemik internal di Keraton Kasunanan Surakarta melebar. Mulai saling lapor ke aparat penegak hukum. Setelah Paku Buwono (PB) XIII digugat putrinya sendiri Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Timoer Rumbai Kusuma Dewayani ke Pengadilan Negeri (PN) Surakarta, sekarang giliran Gusti Pangeran Haryo (GPH) Puger dipolisikan oleh Satgas Panca Narendra.

    Pelapor anggota Satgas Panca Narendra Kanjeng Pangeran Adipati Aryo (KPPA) Begug Poernomosidi. Dalam surat aduan Nomor 009/SATGAS.PN/III/2017 tertanggal 22 Maret 2017, Puger tertuduh melakukan penyelewengan fungsi benda cagar budaya (BCB) dalam hal ini Keraton Kasunanan Surakarta.

    Ikut dilaporkan Ketua Eksekutif Lembaga Hukum Keraton Kasunanan Surakarta Kanjeng Pangerang (KP) Eddy Wirabhumi.

    Kemarin (3/4), Puger menjalani pemeriksaan perdana didampingi penasihat hukumnya Asri Purwanti di Mapolresta Surakarta. Mengenakan kemeja batik warna biru, Puger masuk ruang pemeriksaan satuan reserse dan kriminal (Satreskrim) sekitar pukul 09.00.

    Kasatreskrim Polresta Surakarta Kompol Agus Puryadi menjelaskan, laporan Begug yang menggunakan dasar hukum Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya tersebut diterima polisi, Selasa (28/3).

    “Masih dalam tahap penyelidikan dugaan tindak pidana di bidang cagar budaya di Keraton Solo. Kami masih perlu memeriksa banyak orang untuk membuktikan kebenaran aduan (Begug, Red),” jelas Agus.

    Pemeriksaan kemarin seharusnya juga menghadirkan Eddy Wirabhumi. Namun yang bersangkutan berhalangan hadir. Tapi, Eddy sempat diperiksa Jumat (31/3). “Kami belum selesai melakukan pemeriksaan (Jumat pagi, Red), tetapi Eddy meminta dihentikan sementara dengan alasan ada kepentingan lain,” ungkap kasatreskrim mewakili Kaporesta Surakarta AKBP Ribut Hari Wibowo.

    Lebih lanjut diterangkan Agus, laporan serupa diajukan oleh ketua Satgas Panca Narendra GPH Benowo yang juga adik Puger. Sebab itu, polisi segera memeriksa pelapor, saksi pelapor dan pihak terkait lainnya. “Ini sifatnya masih awal dan perlu pembuktian lebih lanjut,” ungkap Agus.

    Usai pemeriksaan, Puger menyatakan, pertanyaan penyidik masuh sebatas sejarah Keraton Kasunanan Surakarta dan fungsinya. “Saya belum ditanya tentang isi materi aduan seperti apa. Tadi (kemarin, Red) cuma diminta menjelaskan sejarah keraton serta birokrasi-birokrasinya selama ini seperti apa. Keraton Solo selama ini dijaga dengan baik tanpa ada satu pun bangunan fisik yang beralih fungsi,” beber dia.

    Terpisah, Benowo menegaskan, perusakan BCB tidak hanya bersifat fisik, tapi juga segala hal yang ada didalamnya. "Kami belum bisa berkomentar banyak soal itu. Tunggu polisi saja," terangnya.

    Anggota Satgas Panca Narendra KGPHPA Tedjowulan menegaskan, cagar budaya keraton termasuk didalamnya prosesi adat Tingalan Jumenengan Dalem. "Ini jelas dan sudah kami tanyakan ke dinas terkait. Intinya Jumenengan itu cagar budaya yang harus tetap dilakukan selama masih bisa dilakukan," tandas dia.

    Terkait keabsahan Satgas Panca Narendra atau tim lima yang dikukuhkan PB XIII dan berujung pada gugatan ke Pengadilan Negeri (PN) Surakarta, Tedjowulan mengatakan, pembentuykan Satgas Panca Narendra sesuai Kepetusan Presiden (Keppres) Nomor 23 Tahun 1988 yang menyebutkan kekuasaan keraton ada di tangan raja. Artinya, PB XIII berhak membentuk satgas.

    "Satgas ini dibentuk isinya bukan orang lain, melainkan adik-adik Sinuhun sendiri. Tujuannya agar keluarga besar bisa utuh kembali," papar Terdjowulan.
    Ditambahkan dia, kekuasaan tertinggi di Keraton Kasunanan Surakarta berada di tangan Sinuhun PB XIII Hangabehi. Karena itu, seluruh kerabat keraton harus patuh dengan perintah raja, sebelum ditempuh jalur hukum.

    "Zaman dulu raja bisa mengusir siapa saja keluar dari keraton. Tapi kan Sinuhun tidak melakukan itu. Kita mau menata, dengan syarat semua harus patuh sama Sinuhun," papar Tedjowulan. (atn/ves/wa)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top