• Berita Terkini

    Rabu, 15 Maret 2017

    Muncul Dugaan Eksploitasi Anak pada Program Magang SMK di Klaten

    KLATEN – Munculnya dugaan eksploitasi anak yang dialami empat siswa program reguler SMK Kesehatan Rahani Husada membuat para pendamping korban gerah. Mereka adalah Indonesian Corruption Construction Watch (ICCW) dan Lembaga Perlindungan Konsumen (LPK) Nasional Indonesia (Persero) Klaten yang meminta pemerintah daerah untuk segera turun tangan.

    “Anehnya dalam magang mereka ditargetkan bisa mendapatkan 80 pasien dalam satu bulan yang pendapatannya harus disetorkan ke Yayasan Rahani tanpa adanya imbalan. Itu sudah memenuhi unsur eksploitasi anak, karena sudah mempekerjakan anak dibawah umur,” papar Koordinator Indonesian Corruption Construction Watch (ICCW) Klaten, Cahyo Novianto saat ditemui Jawa Pos Radar Klaten, Selasa (14/3).

    Dijelaskan, apabila siswa yang bersangkutan tak bisa memenuhi target tersebut akan mendapatkan ancaman untuk membayar. Hal ini menjadikan siswa ketakutan karena rata-rata siswa yang menjalani magang tersebut tak bisa mencapai target. Tindakan ini membuat empat siswa yang didampinginya melarikan diri dari tahapan magang.
    “Saat di luar, mereka juga dibiarkan begitu saja tanpa ada pendampingan. Bahkan tak diberi uang transport dan makan saat di lapangan. Padahal mayoritas mereka perempuan, sehingga sangat riskan ketika di lapangan hingga malam,” jelasnya.

    Novianto mengatakan, tindakan yang perlu segera dilakukan adalah menyelamatkan masa depan pendidikan anak-anak yang sudah tak bersekolah itu. Mereka menginginkan untuk pindah dari SMK Kesehatan Rahani Husada ke sekolah lainnya. Tapi ada sejumlah kendala yang dihadapi yakni masih ditahannya ijazah asli SMP oleh pihak sekolah. Menurut Novianto, tindakan yang dilakukan oleh pihak yayasan terhadap siswa reguler sudah melanggar UU Nomor 35 Tahun 2014 Pasal 13 tentang Perlindungan Anak (PA).

    “Kita sebenarnya sudah melakukan komunikasi dengan pihak sekolah dan yayasan untuk menyampaikan keinginan siswa dan wali murid atas keberatan program magang itu. Tapi hingga saat ini tak ada upaya baik dari pihak sekolah,” terangnya.

    Sementara itu, Koordinator Lembaga Perlindungan Konsumen (LPK) Nasional Indonesia (Persero) Klaten, Slamet Komarudin mengatakan pihaknya sudah melaporkan hal itu kepada Unit PPA Polres Klaten. Dirinya berharap pihak berwajib segera menindaklanjuti laporan tersebut.

    “Sudah kita laporkan seminggu yang lalu. Anak-anak yang menerima perlakukan sepeti itu selama menjalani magang juga sudah dimintai keterangannya,” ucap Slamet.
    Ditambahkan Slamet, pihaknya juga sudah menyurati Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah, Bupati Klaten hingga Ketua DPRD Klaten. Ia berharap, berbagai pihak yang sudah disurati segera merespon untuk melakukan kajian terhadap magang yang diselenggarakan SMK Kesehatan Rahani Husada.

    “Pemerintah harus bertanggungjawab atas kelangsungan anak-anak ini, terkait pendidikan kedepannya. Apalagi sebenarnya ingin sekolah lagi karena mau mendekati kenaikan kelas, tapi tak ingin kembali ke SMK Kesehatan Rahani Husada,” ungkapnya. (ren/edy)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top