• Berita Terkini

    Jumat, 10 Maret 2017

    Bantuan PUAP di Wonogiri Morat-marit

    ilustrasi
    Keluarga Oknum Pemerintah Desa Diduga Ikut Menikmati
    WONOGIRI – Target pemerintah pusat membantu meningkatkan kesejahteraan petani di Wonogiri meleset. Dari total bantuan pengembangan usaha agribisnis pedesaan (PUAP) Rp 26,9 miliar, senilai Rp 6,9 miliar diantaranya malah macet.

    Dana PUAP digelontorkan sejak 2008-2015. Per gabungan kelompok tani (gapoktan) dan kelompok tani (poktan) mendapat bantuan Rp 100 juta. Anggaran tersebut bisa dipinjam oleh petani untuk mengembangkan usaha agribisnis di desa masing masing.

    Namun, faktanya di lapangan, tidak sesuai harapan. Laporan dari sejumlah pengurus gapoktan, ada indikasi oknum pemerintah desa ikut menikmati dana bantuan tersebut. Meskipun begitu, ada beberapa gapoktan yang sukses memanfaatkan bantuan pusat hingga bisa mendirikan lembaga keuangan mikro agribisnis (LKMA).
    Salah satu gapoktan yang mengalami kendala mengelola PUAP adalah Desa Wonoharjo, Kecamatan Nguntoronadi. Sejak digulirkan 2014, bantuan Rp 100 juta tak jelas juntrungannya. Para peminjam dana bantuan selalu beralasan jika ditagih.

    "Mending kalau bayar angsuran, bayar simpanan pokok dan wajib saja tidak pernah. Kalau ditagih, banyak yang mengatakan ‘duit negoro kok, ngopo kowe sing repot’ (uang negara, kenapa kamu yang repot)," kata Sukiyo, pengurus gapoktan dari Desa Wonoharjo, Kecamatan Nguntoronadi di pendapa kantor bupati Wonogiri kemarin (9/3).
    Karena terus berkelit ketika ditagih, pengurus gapoktan putus asa. Dampaknya, dana PUAP mandek. Sukiyo juga mengeluhkan adanya oknum perangkat desa yang menghambat pengelolaan anggaran.

    "Ini saya sebut saja, tanpa tedeng aling-aling. Ada bendahara desa yang memasukkan anggota keluarganya untuk pinjam uang, padahal bukan apa-apa (bukan petani)," ungkap dia.

    Masalah berbeda dialami gapoktan asal Desa Pucung, Kecamatan Eromoko. Saat peminjam dana PUAP meninggal dunia, si anak enggan menanggung pengembaliannya. Penyebab lainnya, berpindahnya domisili warga peminjam dana PUAP ke luar kota. Ada pula, peminjam dana terjerumus mengikuti ajaran Dimas Kanjeng Taat pribadi, si pengganda uang.

    Sedangkan pengelolaan PUAP di gapoktan Desa Golo, Kecamatan Puh Pelem sempat mulus hingga 2011. Tapi setelah itu, nasibnya sama dengan dua gapoktan di atas. "PUAP disalurkan kepada empat kelompok tani.

    Poktan wajib pertemuan, wajib laporkan perkembangan dana. Tapi, setelah 2011 sampai sekarang macet," beber Sutrisno pengelola gapoktan setempat.
    Ada yang gagal, ada pula yang berhasil. Tiga gapoktan bisa berkembang menjadi LKMA dengan memanfaatkan dana PUAP. Salah satunya Gapoktan Panca Tunggal. Itu karena pengurus gapoktan selalu tegas kepada para peminjam dana baik dari kalangan pengurus atau petani.

    "Kami menerima PUAP 2016. Kita selalu tegas, setiap tanggal  21 (peminjam dana, Red) harus datang, kumpulan, bayar angsuran," tandas Agus pengurus gapoktan Panca Tunggal.

    Sementara itu, gapoktan Desa Pulutan Wetan, Kecamatan Wuryantoro justru kekurangan modal karena pendistribusian dana bantuan sangat lancar. Bahkan mereka sudah menggelar Rapat Anggota Tahunan (RAT) sebanyak delapan kali. "Yang bayar angsuran biasanya Rp 27 juta, tapi yang pengajuan pinjaman Rp 35 juta. Kita kurang modal," beber Sarmi pengurus gapoktan Pulutan Wetan.

    Ditambahkannya, sejak menerima PUAP 2008, Desa Pulutan Wetan membentuk LKMA. Pengurusnya cukup lengkap. Mulai satu manajer, satu bagian keuangan dan satu tukang tagih.

    Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Wonogiri Safuan memaparkan, total anggaran PUAP yang mencapai Rp 26,9 miliar telah didistribusikan kepada lebih dari 220 gapoktan dan poktan sejak 2008-2015.

    Namun, dari jumlah tersebut, hanya 87 gapoktan/poktan yang dapat mengelolanya. 64 lainnya krisis, dan 69 macet. Nah, gapoktan dalam status macet tersebut menyebabkan anggaran PUAP senilai Rp 6,9 miliar seret.
    “Dari hasil monitoring kami, kondisi PUAP yang kurang lancar atau macet disebabkan faktor sumber daya manusia, proses perguliran dana yang belum baik, dan belum terbentuknya lembaga keuangan mikro agribisnis (LKMA)," jelasnya.

    Melihat kondisi tersebut, bupati Wonogiri dan jajarannya melakukan monitoring dan evaluasi terhadap gapoktan dan poktan yang PUAP-nya macet. Sedangkan yang masuk kategori krisis dipantau ketat. Tujuannya agar gapoktan dan poktan bersangkutan kembali sehat.

    Bupati Wonogiri Joko Sutopo (Jekek) dalam Workshop Monitoring dan Evaluasi PUAP di pendapa kantor bupati menerangkan, di kalangan petani, ada anggapan bahwa dana bantuan dari pusat tidak perlu dikembalikan. Akibatnya, jarang ada petani mengembalikan dana PUAP.

    "Pola pikir semacam ini harus diubah. Petani bisa berhadapan dengan hukum. Kita tidak mau semacam itu. Kita akan lebih menggunakan cara-cara kearifan lokal," jelas Jekek.

    Yakni, memaksimalkan peran perangkat desa dan kecamatan guna membantu kesulitan yang dihadapi gapoktan dan poktan mengelola PUAP. "Kami percaya petani kita sangat responsif,” imbuh bupati. (kwl/wa)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top