• Berita Terkini

    Minggu, 05 Februari 2017

    Jejak Sejarah Oei Tiong Ham, Raja Gula Asia Tenggara

    ABDUL MUGHIS/JAWA POS RADAR SEMARANG
    Miliki Rumah Mewah Istana Pamularsih, Kini Jadi Rumah Kumuh

    Sebuah bangunan kuno di daerah Bongsari Jalan Pamularsih Dalam I, Kota Semarang ini, dahulu milik seorang Taipan bernama Oei Tiong Ham. Bangunan berlantai marmer timah yang dulu merupakan rumah mewah itu kini memprihatinkan dan menjadi hunian kumuh.
    -------------------------
    ABDUL MUGHIS
    ---------------------------
    BANGUNAN kuno berlantai dua yang terletak di daerah Bongsari Jalan Pamularsih Dalam I, Kota Semarang itu ternyata memiliki sejarah panjang. Dulu, masyarakat sekitar menyebutnya sebagai Istana Pamularsih.

    Selain memiliki arsitektur unik, bangunan ini ditopang menggunakan fondasi beton kokoh dengan struktur material kuno. Lantainya berbahan marmer merah yang mengilap. Kombinasi lantai kayu dilapisi dengan timah di lantai dua membuktikan adanya arsitektur langka. Sejumlah pihak menilai bangunan tersebut termasuk cagar budaya. Namun saat ini, bangunan ini kian renta dan memprihatinkan. Bahkan dihuni warga tanpa ada perawatan memadai.

    Pemilik terakhir adalah seorang Taipan ternama keturunan Cina, Oei Tiong Ham. Ia dulu dikenal sebagai pengusaha terkaya se-Asia Tenggara atau sering disebut Raja Gula dari Semarang. Ia menguasai berbagai usaha baik di bidang perdagangan, perkebunan, farmasi, gula hingga candu.

    Pasca 1961 silam, terjadi nasionalisasi penyitaan aset oleh militer. Termasuk bangunan milik Oei Tiong Ham ini. Gedung tersebut diambil alih pengelolaannya dan pernah dijadikan barak militer. Namun dalam perkembangannya, gedung ini tak jelas statusnya. Hingga kini, kondisi bangunan bersejarah tersebut kumuh dan sebagian rusak tak terawat.

    Bangunan berukuran kurang lebih 15 x 20 meter persegi tersebut, saat ini disekat-sekat dan dihuni oleh sedikitnya 9 kepala keluarga (KK). Menurut salah satu penghuni bangunan tersebut, Saliman, 50, mengaku ayahnya yang dulu menjadi tentara tinggal di bangunan tersebut. ”Dulu mendapat jatah asrama di sini. Semua yang menghuni di sini anak cucu tentara,” kata dia, belum lama ini.

    Dia menghuni bangunan tersebut hanya berkewajiban membayar biaya kebutuhan sehari-hari seperti listrik dan air saja. Sedangkan untuk biaya perawatan dilakukan secara swadaya seadanya bersama penghuni lain. Ia juga mengakui bila struktur bangunan Istana Pamularsih sangat istimewa. ”Mulai dari atap kayu yang kokoh, fondasi besar hingga lantai marmer mengilap,” katanya.

    Jika lantai marmer usai dipel, akan sangat terlihat mengilap sekali. Menurutnya, sebenarnya struktur atap rumah juga masih sangat kokoh. Namun karena sudah berusia tua, ada beberapa bagian yang lapuk. Sehingga seringkali mengalami kebocoran saat hujan. Di bagian sisi selatan ada bagian bangunan yang rusak. Ia juga mengaku tidak mengetahui status kepemilikan bangunan kuno tersebut. ”Saya hanya menempati secara turun-temurun,” katanya.

    Budayawan Jongkie Tio, mengatakan bangunan Istana Pamularsih ini memiliki sejarah kuat. Pemilik terakhir adalah Oei Tiong Ham yang pernah menguasai bisnis perdagangan di Asia Tenggara, bahkan hingga Eropa. Oei Tiong Ham mendapat warisan bangunan tersebut dari ayahnya, Oei Tjie Sien.

    Oei Tiong Ham semakin kaya karena sukses meneruskan berbagai bisnis besar miliki ayahnya. Berbagai asetnya tersebar di sejumlah kota, bahkan di sejumlah negara. ”Oei Tiong Ham sejak kecil hingga dewasa tinggal di bangunan itu,” kata Jongkie.

    Dia juga terkenal banyak membangun rumah seperti sejumlah bangunan di Jalan Gajahmada, Pandanaran dan Jalan Gergaji. Termasuk bangunan kuno Bernic Castle atau Istana Oei Tiong Ham di Jalan Kyai Saleh Semarang. Bangunan Istana Pamularsih sendiri lebih tua dari Bernic Castle.

    ”Dulu, bangunan kuno di Pamularsih itu digunakan sebagai tempat memantau kapal-kapal miliknya yang bersandar atau bongkar muat di Pantai Semarang,” katanya.

    Ayahnya Oei Tiong Ham, Oei Tjie Sien hidup di kisaran abad ke-18 silam. Ia menjadi salah satu pengusaha Taipan yang berjaya kala itu. Semasa dengan pengusaha kaya di Semarang yang lain, seperti Tasripin warga pribumi dan Johanes keturunan Yahudi. Termasuk bangunan Istana Pamularsih, awalnya dibangun oleh pengusaha Johanes. Tetapi kemudian dibeli oleh Oei Tjie Sien. Maka tak heran, arsitektur bangunan tersebut tidak menggambarkan ciri khas kebanyakan Tionghoa. ”Bangunannya memang unik, pernah memasuki Istana Pamularsih, semua peralatan lengkap dan unik, lantai marmer merah yang mengilap dan lantai kayu di lantai dua dilapisi dengan timah,” katanya.

    Di bagian atas, memiliki fungsi sebagai gardu pandang untuk melihat pemandangan sekaligus digunakan untuk memantau kapal-kapal yang keluar masuk di Pelabuhan Semarang. Dikatakannya, status bangunan tersebut tak jelas pasca terjadi nasionalisasi penyitaan aset 1961 silam. Termasuk tanah dan bangunan lain yang ada di Semarang. ”Bangunan diambil alih militer kala itu, lalu digunakan sebagai barak militer (asrama militer). Saya pernah memotret pada 1970 silam, tapi kemudian diusir oleh militer,” katanya.

    Jongkie juga menyayangkan kondisi bangunan bersejarah tersebut saat ini justru tidak jelas statusnya. ”Kini semakin renta karena tidak terawat. Memprihatinkan, pengambilalihan aset tersebut menyebabkan bangunan tak terawat. Bahkan kini tak diketahui siapa pemiliknya,” ungkap dia. (*/ida/ce1)


    Berita Terbaru :


    Scroll to Top