• Berita Terkini

    Minggu, 19 Februari 2017

    Hakim Siyoto Soal Suap Dikpora: Bikin Anggaran Mbok yang Bener

    KEBUMEN (kebumenekspres.com) - Penanganan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait perkara tindak pidana korupsi  pada suap ijon proyek Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Dikpora) Kabupaten Kebumen belumlah selesai. Bahkan, belum juga mencapai setengahnya.

    Namun, setidaknya dari apa yang sudah terungkap menunjukkan - bahkan menelanjangi - betapa masifnya praktek korupsi di Kota Berslogan Beriman ini.

    Sejak melakukan Operasi tangkap tangan (OTT) pada 15 Oktober silam, KPK baru menetapkan lima tersangka atas kasus ini. Dari lima tersangka, hingga berita ini diturunkan pada Sabtu (18/2/2017), baru perkara satu tersangka Hartoyo yang disidangkan.

    Persidangan Hartoyo baru memasuki sidang keenam dengan masih pemeriksaan para saksi. Meski begitu, sudah cukup membuat Ketua Majelis Hakim yang memimpin  persidangan, Siyoto SH, "geleng-geleng kepala" terkait adanya praktek korupsi di Kebumen.

    Seperti terlihat pada persidangan yang digelar di Pengadilan Tipikor Semarang dengan mendengarkan kesaksian Sigit Widodo, Selasa (14/2/2017). Saat itu, Sigit Widodo mengungkapkan adanya praktek suap pada proyek-proyek di Dikpora Kebumen. Menurut Sigit, praktek ijon proyek sudah berlangsung sejak lama. Termasuk pada tahun anggaran 2015/2016.

    Prakteknya, rekanan atau pihak swasta yang ingin mendapatkan proyek mesti "menyetor" sejumlah uang kepada eksekutif dan legislatif. Besarannya bervariasi.

    Sebagai gambaran, pada APBD Murni 2016, rekanan menyetor 5 persen dari nilai proyek. Jumlah itu meningkat menjadi 20 persen di APBD Perubahan 2016. "Di APBD P 2016, 20 persen dibagi masing-masing 10 persen untuk kalangan eksekutif dan 10 persen untuk legislatif," begitu kesaksian Sigit.

    Menjelang akhir pemeriksaan Sigit Widodo, Siyoto SH mendapat "giliran" bertanya. Kepada Sigit, Siyoto menanyakan bagaimana kualitas pekerjaan bila anggarannya sudah disunat 5-20 persen dari nilai proyek. Belum lagi, nanti pihak rekanan juga akan mengambil untung dari proyek yang dia dapatkan dari hasil menyuap eksekutif dan legislatif tersebut. "Apakah nanti barangnya bisa sesuai spek?" tanyanya.

    Menjawab pertanyaan Siyoto, Sigit mengaku masih tetap sesuai spek alias tidak melanggar aturan. Sigit berdalih, dari pihak eksekutif atau dinas instansi terkait memilih barang yang paling murah dari rekanan. "Biasanya ada diskon dari rekanan. Diskonnya cukup tinggi, sehingga barangnya tetap sesuai spek," ujar Sigit yang memang berpengalaman menangani proyek  karena sempat menjabat Kasi Sarpras di Dikpora itu.

    Mendengar jawaban Sigit, Siyoto lantas menanyakan kepada terdakwa Hartoyo, Komisaris PT OSMA yang biasa mengerjakan proyek-proyek pengadaan barang di Dikpora Kebumen terkait berapa keuntungan yang diperoleh. "Biasanya saya mengambil 10 persen. Itu karena saya produsen. Kalau saya bukan produsen, (saya mengambil keuntungan) 20 persen Yang Mulia," jawab Hartoyo.

    Kali ini, Siyoto mengernyitkan dahinya. "Tadi saudara saksi bilang, meski ada praktek suap, barang bisa tetap sesuai spek. Mendengar kesaksian saudara dan terdakwa, artinya hanya 60 persen anggaran yang dipergunakan untuk pengadaan barang.  Itu artinya kan anggarannya gak sesuai nilai barang ya. Mbok ya kalau bikin anggaran itu yang bener. Kalau begini caranya kan banyak uang negara yang dihambur-hamburkan, ya?" sentil hakim senior tersebut.

    Mendengar itu, Sigit Widodo terlihat kaget yang langsung ditimpali Siyoto SH. "Itu kan, saudara sendiri kaget (mengetahui uang rakyat yang dihambur-hamburkan pada praktek suap bersumber pokok-pokok pikiran DPRD)," ujar Siyoto sembari tersenyum.

    Sepertinya, apa yang disampaikan Siyoto SH adalah benar adanya. Pada APBD 2016, anggaran pokir bagi kalangan DPRD Kebumen sejumlah 34,5 miliar sementara di APBD Perubahan 2016, 45 miliar. Itu artinya jumlah pokir di tahun anggaran 2015/2016 adalah Rp 79,5 miliar. Dengan asumi praktek suap itu terjadi di empat komisi yang ada di DPRD Kebumen, artinya ada uang sedikitnya Rp 8 miliar yang masuk kantong pribadi para penyelenggara negara.

    Belum lagi, praktek serupa disebut sudah lumrah sejak dulu, ketika anggaran pokir masih bernama dana aspirasi.

    Bila uang rakyat yang disebut Siyoto "dihambur-hamburkan" tersebut dijumlah, mungkin angkanya mencapai puluhan miliar. Atau ratusan miliar. Sebuah angka yang semestinya dapat dipergunakan untuk memberantas kemiskinan di Kabupaten Kebumen yang masuk kategori kabupaten termiskin di Jawa Tengah. Hmmm.....(cah)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top