• Berita Terkini

    Jumat, 30 Desember 2016

    Jubir KPK Sebut Adi Pandoyo Terima Suap dari Petruk

    JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Sekretaris Daerah Kebumen, Jawa Tengah, Adi Pandoyo dan seorang swasta, Basikun Suwandhi alias Ki Petruk sebagai tersangka suap ijon proyek di Dinas pendidikan Pemuda dan Olahraga (Dikpora) Kebumen pada APBD Perubahan 2016, Kamis (29/12/2016).

    Untuk kepentingan penyidikan, KPK juga langsung menahan kedua tersangka baru itu di rutan yang berbeda. Andi Pandoyo ditahan di Rutan Polres Jakarta Timur, sementara Basikun ditahan di Rutan Polres Jakarta Pusat.

    Sebelumnya, keduanya sempat menjalani pemeriksaan oleh penyidik KPK. Adi Pandoyo merampungkan pemeriksaan sekitar pukul 14.50 WIB. Saat muncul di ruang steril KPK, kemeja hitam Adi sudah berbalut rompi tahanan KPK oranye bergaris hitam. Selang semenit kemudian, muncul pengusaha Basikun Suwandhin alias Ki Petruk yang juga sudah berbalut rompi tahanan. Adi tampak pasrah saat digelandang masuk mobil tahanan. "Saya akan ikuti semua prosedur di KPK sebagaimana aturan yang ada," kata Adi di depan Gedung KPK, kemarin sore.

    Adi mengaku dalam pemeriksaan kali ini tak banyak dicecar penyidik. Hal ini lantaran dirinya langsung ditahan. "Saya kira hari ini kami tidak ditanya karena hari ini saya langsung ditahan. Kita akan menempati tahanan sebagaimana yang dituduhkan KPK," katanya.

    Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyatakan, Adi ditetapkan sebagai tersangka penerima suap, sedangkan Ki Petruk sebagai pemberi. Adi selaku Sekda diduga bersama-sama dengan tersangka Kabid Pemasaran Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Pemkab Kebumen Sigit Widodo dan Ketua Komisi A DPRD Kebumen Yudhi Tri Hartanto menerima suap dari Ki Petruk. Selepas pemeriksaan kemarin, keduanya langsung ditahan untuk 20 hari pertama.

    "Sprindik (surat perintah penyidikan) atas nama AP dan BSA sudah ditandangani sebelumnya. 2 orang itu dipanggil hari ini (kemarin) dan ditahan di 2 lokasi yang berbeda. Penahanan bukan digantungkan pemanggilan sebagai tersangka atau saksi, tapi apakah sesuai dan memenuhi unsur dalam pasal-pasal penahanan di KUHAP. AP ditahan di Rutan Polres Jaktim, BSA ditahan di Polres Jakpus," kata Febri saat konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, tadi malam.

    Dia menjelaskan, salah satu pasal yang mengatur penahanan yakni Pasal 21 KUHAP. Di dalamnya tertuang  ada alasan objektif dan subjektif dilakukan penahanan oleh penyidik. Objektif yakni ancaman pidananya lima tahun atau lebih dan ada pidana lain. Subjektifnya yakni termasuk kekhawatiran melarikan diri, menghilangkan barang bukti, dan mengulangi tindak pidana. "Selain alasan objektif dan subjektif, penahanan dilakukan terhadap tersangka/terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana. Artinya penyidik meyakini bukti-bukti jauh leibh kuat dibanding bukti-bukti awal saat peningkatan status ke penyidikan," paparnya.

    Dia menuturkan, atas perbuatannya Adi disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo Pasal 55 ayat (1) ke-(1) KUHPidana. Sedangkan Ki Petruk dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-(1) KUHPidana. "AP memiliki peran aktif sehingga pasal suap aktif yang digunakan dengan alternatif. Tentu saja penyidik meyakini dan menemukan bukti-bukti ada upaya menggerakkan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu, ada perbuatan aktif yang dilakukan terkait proyek di Disdikpora dari APBDP 2016," paparnya.

    Febri menandaskan, dengan penetapan Adi dan Ki Petruk maka total tersangka kasus ini ada lima orang. Tiga lainnya yakni, Sigit dan Yudhi sebagai penerima suap dengan tersangka pemberi pemilik sekaligus Direktur Utama PT Otoda Sukses Mandiri Abadi (Osma) Group Hartoyo. Dia memaparkan, memang pada OTT Oktober lalu ditemukan barang bukti uang sejumlah Rp70 juta. Tapi tutur dia, angka suap yang diterima Adi tidak termasuk nilai tersebut.

    "Sudah sering dilakukan seperti itu. Dalam kasus ini jumlahnya Rp70 juta (saat OTT), tapi dalam pendalaman ada penerimaan-penerimaan lain dan dibuka secara rinci dalam dakwaan. Kami belum bisa menyampaikan berapa yang diterima AP hari ini karena sangat teknis," imbuhnya.

    Mantan Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW) ini menggariskan, memang akan suap dalam kasus ini tidak terlalu signifikan. Tapi dalam penangannya KPK mempertimbangkan banyak hal. Di antaranya, potensi suap yang terjadi jika benar-benar disahkan anggarannya maka akan berimplikasi besar. Sehingga konsep penindakan dalam kasus ini bisa dipararelkan dengan mencegah terjadinya korupsi lebih besar. "Dan ini sudah dilakukan dalam bebearpa kasus di sektor APBD di beberapa daerah," tuturnya.

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top