• Berita Terkini

    Rabu, 16 November 2016

    Yenti: Selain OTT, Tuntaskan juga Perkara PD BPR BKK Kebumen

    KEBUMEN (kebumenekspres.com)- Pakar Hukum Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Dr Yenti Garnarsih SH MH mendorong masuknya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke Kebumen dalam penanganan dugaan suap ijon proyek Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Dikpora) menjadi pintu masuk bagi upaya pemberantasan korupsi di Kota Beriman. Harusnya, kata Yenti, itu juga menjadi momentum bagi aparat hukum yang lain agar dapat menuntaskan kasus-kasus lain yang berkaitan. Termasuk, salah satunya, PD BPR BKK Kebumen yang terjadi pada 2011 silam.

    "Penanganan KPK dalam kasus ini (dugaan suap ijon Dikpora Kebumen) semestinya tak berhenti pada mereka yang tertangkap OTT. Namun juga yang berada di lingkaran kasus ini sehingga tuntas. Ini diperlukan dalam rangka upaya pemberantasan korupsi," kata pakar hukum TPPU pertama di Indonesia sekaligus mantan Pansel KKP tersebut saat dihubungi kemarin.

    "Di saat yang sama, semestinya aparat hukum lain juga melakukan upaya yang sama dalam mendukung semangat pemberantasan korupsi," imbuhnya.

    Untuk di Kebumen, Yenti juga mendorong agar aparat hukum lain menuntaskan kasus PD BPR BKK Kebumen. Sebab dalam perkara itu, Yenti mengatakan ada dugaan kuat telah terjadi kejahatan perbankan dengan total kerugian negara mencapai Rp 8,7 miliar.

    Sebagai informasi, kasus PD BPR BKK Kebumen terjadi pada 2011 silam dengan terdakwa Dian Agus Risqianto dan Giyatmo. Keduanya kini telah dipidana. Dian Agus Risqiantodivonis 9 tahun penjara pada persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Kebumen, 5 Mei 2015. Sementara, Giyatmo divonis 3,5 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar pada 21 April 2015.

    Keduanya dinyatakan bersalah telah melakukan tindak pidana penipuan dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan korban Hidayat, pengusaha asal warga Purwokerto, Banyumas dalam kasus investasi bodong senilai  Rp 23,25 miliar.

    Dari kasus investasi bodong itu, seperti terungkap di persidangan, mengarah pada perkara lain yakni kejahatan perbankan. Itu setelah Giyatmo diketahui menggunakan uang Hidayat yang diperolehnya dari Dian Agus Risqianto untuk membayar utangnya kepada PD BPR BKK Kebumen sebesar Rp 13 miliar yang dipinjamnya pada tahun 2011. Yang kemudian menimbulkan pertanyaan, proses pencairan pinjaman uang Rp 13 miliar kepada Giyatmo menyalahi prosedur.

    Selain karena melebihi batas maksimal pemberian kredit (BMPK), nilai agunan juga berada di bawah ketentuan.Selain itu, verifikasi sebagai syarat pencairan justru cair terlebih dahulu sebelum proses verifikasi.

    Apalagi, diketahui  bahwa pengajuan pinjaman yang diajukan Giyatmo bersama tiga debitur lain masuk ke satu rekening atas nama Giyatmo. Bahkan ada pengkondisian dari dewan direksi dan dewan pengawas. Proses pencairannya juga menyalahi prosedur yang dilakukan oleh jajaran direksi PD BPR BKK Kebumen.

    Yenti sendiri sempat dihadirkan sebagai saksi ahli dalam kasus tersebut. Dia mengatakan, jelas ada indikasi kejahatan perbankan dalam kasus tersebut. Bahkan, Yenti mengaku pernah kembali dimintai pendapatnya soal adanya kejahatan perbankan itu oleh Polda Jawa Tengah.

    Namun, hingga kini kasus itu seperti menguap begitu saja. Apalagi, setelah PD BPR BKK Kebumen mendapat penyertaan modal dari Pemprov Jawa Tengah. Yenti mengatakan, seharusnya aparat hukum yang menangani kasus itu, daripada nantinya KPK turun tangan.

    "Harusnya perkara ini juga dituntaskan. Dengan adanya penuntasan kasus, diharapkan akan mempersempit gerak pihak-pihak yang ingin melakukan tindak kejahatan maupun korupsi. Bila banyak kasus penanganannya tidak tuntas akan menjadi celah bagi pihak-pihak yang punya niat jahat untuk korupsi atau tindak kejahatan lain," katanya.(cah)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top