• Berita Terkini

    Senin, 07 November 2016

    Santoso, Karyawan Swasta Pembuat Pesawat

    Dijuluki Habibie Kudus, Terbangkan Pesawat Tahun 1993

    Santoso tak sekolah khusus membuat pesawat, namun dia mampu membuatnya. Dia mendesain dan membuat pesawat sendiri. Bahkan pada 1993, dia mampu menerbangkan pesawat yang dibuatnya. Tak heran, dia mendapat julukan Habibie Kudus.
    ----------------------------
    NOOR SYAFAATUL UDHMA, Kudus
    ----------------------------
    LELAKI bertubuh tambun ini hanya karyawan swasta. Setiap hari dia bekerja pagi dan pulang sore hari. Tak berbeda dengan karyawan lain seusianya. Namun ada satu yang berbeda, yakni memiliki niat kuat untuk membuat pesawat. Hal ini yang dianggap gila sebagian orang, termasuk keluarganya sendiri.

    Kendati demikian, baginya tak ada yang mustahil. Bahkan sesuatu yang tak mungkin itu menjadi mungkin. Terbukti pada tahun 1993, dia mampu menerbangkan pesawat ringan miliknya. Dengan bahan alumunium dan kayu, dia mampu menerbangkan pesawat.

    Dialah Santoso. Ayah tiga anak ini membuat sendiri pesawat sederhana miliknya. Saat itu, dia mampu menerbangkan pesawat beberapa menit. Namun karena sayap pesawat menghantam atap truk, pesawatnya oleng dan terjatuh.

    Santoso yang lahir di Kudus, 30 April 1966 ini mengaku, merakit dan mendesain sendiri pesawatnya. Berbekal foto pesawat, dia membuat kerangka pesawat. Padahal saat itu akses internet belum semudah seperti saat ini. Berbekal niat, dia mampu membuat pesawat ultra ringan yang dikendarai satu orang.

    Butuh bertahun-tahun untuk membuat pesawat. Sebab, saat itu dia masih bekerja. Sehingga baru bisa merakit pesawatnya ketika santai. Biaya membeli peralatan dan bahan pesawat juga tidak murah. Dia mengaku sempat menjual mobilnya untuk membeli bahan yang digunakan membuat pesawat. Tak hanya itu, uang hasil kerjanya sedikit demi sedikit diambil untuk membeli peralatan seperti obeng, palu dan beberapa peralatan lainnya. ”Namanya hobi. Uang keluar berapa saja juga tidak eman,” ucapnya.
    Lelaki yang berdomisili di RT 1/RW 1, Desa Prambatan Lor, Kecamatan Kaliwungu, Kudus, ini menambahkan, membuat pesawat menggunakan bahan seperti besi bekas, pipa, terpal, lex fox, las, kawat seling dan baut (sekrup). Untuk mesin, dia menggunakan suzuki ST 450 cc 2 tak.

    Sedangkan bahan bakar, dia menggunakan pertamax. Bahan bakar ini dipilih karena paling baik untuk mesin. Selain awet, pertamax juga tidak merusak mesin. Sehingga aman digunakan untuk mesin menerbangkan pesawat. ”Untuk baling-balinya, saya gunakan kayu jati londo. Lebih kuat dan kualitasnya bagus,” terangnya.
    Hobi yang tidak biasa ini berawal ketika semasa kecil, dia selalu membaca majalah angkasa (kedirgantaraan). Saat kelas IV SD, dia gemar membaca dan melihat gambar pesawat. Dia mendapatkan majalah tersebut dari kakaknya yang berprofesi sebagai pilot.

    Dia lantas menyimpan gambar pesawat di kamarnya. Lantas dia mencoba membuat pesawat sederhana dari kayu dan gabus. Dia membuat ukuran pesawat mini. Santoso kecil membuatnya sepulang sekolah. Namun pesawat sederhana itu hanya mampu dia mainkan tanpa bisa diterbangkan.

    Kendati memiliki ketertarikan khusus pada pesawat, dia tidak ingin menjadi pilot. Padahal kakaknya seorang pilot. Dia mengaku seorang pilot hanya mampu mengendarai dan tidak bisa membuatnya. “Saya sempat sekolah akademi, tetapi bukan teknik perakitan pesawat,” katanya.

    Hingga saat ini, dia mampu membuat tiga pesawat. Dua pesawat menggunakan mesin. Sedangkan satu pesawat glider. Pesawat model ini tidak menggunakan mesin pendorong. Pesawat jenis ini dapat terbang setelah ditarik dengan kendaraan atau pesawat terbang mesin.

    Dia mengatakan, untuk pesawat jenis ini dilengkapi motor penggerak guna meningkatkan jangkauan untuk take off dan landing. Bahan dari pesawat glider ini cukup ringan, namun memiliki kekuatan dan kekakuan yang tinggi. ”Jadi kalau mau digunakan harus ditarik truk dulu, baru bisa terbang,” ujarnya.

    Tak heran banyak orang yang menganggapnya si jenius atau Habibie Kudus. Namun tidak sedikit yang meremehkan. Bahkan ada pula yang menggapnya gila karena ingin membuat pesawat terbang.
    Mengetahui tidak banyak yang mendukungnya, anak terakhir dari enam bersaudara ini tidak risau. Bahkan dari keluarga tidak ada yang mendukung. Kendati demikian, dia tidak patah semangat untuk bereksperimen membuat pesawat.

    Hampir setiap hari, dia merakit pesawatnya. Tak sekadar hobi, tapi untuk membuktikan bahwa pesawat sederhana bisa terbang. Bahkan karena terlalu sabar, dia cuek daat dicemooh tetangganya. ”Orang keluarga saya juga tidak peduli. Jadi memang butuh kesabaran,” kelakarnya.

    Saat ditanya tentang komunitas pembuat pesawat, dia mengaku di Kudus belum ada. Namun dia mengetahui di kota lain ada. Karena jaraknya jauh, dia tidak bisa mengikuti kegiatan sesama hobi. ”Kalau ada komunitasnya saya lebih senang. Bisa tukar ide dan saling menyemangati,” katanya.

          Meski tak dapat dukungan dari komunitas, tetangga, bahkan keluarga sendiri, dia masih berharap ada pihak yang mendukungnya. Entah pemerintah, pencinta pesawat atau pilot. Sehingga hobinya itu dapat dukungan dari orang yang mengerti pesawat.

         Saat ini dia sedang menyelesaikan pesawat ultra ringan yang menggunakan mesin. Setelah perakitan selesai, dia mengaku bingung akan menerbangkan di mana. Mengingat lapangan di Kudus tidak terlalu besar.

        “Kalau dulu saya terbangkan di dekat UMK. Dulu tanahnya masih lapang, jadi mudah terbangkan pesawat. Bahkan tahun 1997, helikopter yang dikendarai kakak saya sempat mendarat di sini (dekat UMK). Kalau sekarang bingung mau terbangkan di mana,” ungkapnya.

    Dia tetap berharap ada yang membantu dan men-support karyanya. Bahkan dia siap mendorong anak muda yang memiliki hobi sama untuk belajar bersama. ”Anak-anak sekolah sudah banyak yang suka aeromodelling. Daripada tidak ada kesibukan, mending ikut belajar bersama membuat pesawat ultra ringan,” imbuhnya. (*)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top