• Berita Terkini

    Kamis, 17 November 2016

    Lebih Dekat dengan Komunitas Transport Jadul Semarang

    NUR CHAMIM/PRATONO/JAWA POS RADAR SEMARANG
    Buat Sepeda Langka, Wujudkan Museum Jalanan di Kota Lama


    Berawal dari kecintaannya pada sepeda onthel, Daronjin dan Arifin membentuk Komunitas Transport Jadul. Keduanya mengumpulkan orang-orang dengan kendaraan antiknya dan berniat menciptakan museum jalanan. Seperti apa?
    ---------------
    FIRAS DALIL
    -----------------
    KOMUNITAS Onthel di Kota Semarang, sebenarnya sudah ada dan sangat banyak jumlahnya. Namun Daronjin, pria kelahiran Semarang 46 tahun silam ini, masih merasa ada yang kurang. Kecintaannya pada sepeda onthel dan kendaraan-kendaraan kuno, mendorong tekadnya untuk menghiasi dan meramaikan Kota Lama dengan kendaraan-kendaraan jadul. Dalam benaknya, tidak hanya memamerkan sepeda onthel, tapi beragam kendaraan antik seperti motor sampai mobil yang pernah ada di zaman lampau.

    Karena itulah, dirinya bersama rekan sevisi yang kerap ngumpul bareng, sepakat mendirikan komunitas sejak 3 tahun lalu. Yakni pada 14 Februari 2013 didirikan Komunitas Transpor Jadul. Tekadnya menjadikan Kota Lama sebagai ikon sejarah di Kota Semarang. ”Nantinya tidak cuma sepeda onthel, tapi ada motor klasik sampai dengan mobil klasik,” harap Daronjin.

    Sejauh ini, diakuinya, jumlah anggota masih sedikit hanya belasan orang. Namun, dari belasan orang itu, setiap orangnya bisa memiliki sampai 10 properti. Sehingga setiap kumpul bareng, propertinya sangat banyak. ”Meski begitu, kami sangat terbuka dan menyambut dengan senang hati, terhadap orang yang ingin bergabung dengan komunitas kami,” kata Arifin, 35, rekan Daronjin yang turut menggagas komunitas tersebut.

    Tidak sekadar memamerkan properti, kata Daronjin, pihaknya juga menyewakan properti jadul tersebut untuk umum. Apalagi, sampai saat ini cukup banyak peminat yang tertarik meminjam properti sepeda antik untuk sekadar foto sampai dengan pameran.

    ”Properti-properti jadul ini, kami sewakan untuk masyarakat juga. Setiap bulan pasti ada yang meminjam untuk pameran, beragam event, sampai buat foto pre-wedding juga. Kadang mereka sewa beberapa hari bahkan sampai bulanan. Tarifnya Rp 100 ribu per unit/hari,” kata Daronjin kepada Jawa Pos Radar Semarang.
    Sesuai dengan tujuan awalnya untuk meramaikan Kota Lama, Daronjin dan Arifin justru tidak mengadakan acara kumpul bareng bersama komunitasnya di  jalanan yang sudah ramai di Kota Lama. Justru mereka membawa properti klasik tersebut ke jalan-jalan yang masih sangat sepi di Kota Lama dan mengadakan pameran kecil-kecilan di sana.
    ”Kami ingin membagi keramaian di Kota Lama. Makanya, setiap minggunya kami kumpul di jalan-jalan yang belum ramai di Kota Lama. Kalau Taman Srigunting sudah ramai, kami pindah ke tempat lain, seperti di Branjangan dan jalan Garuda. Dengan begitu, pengunjung bisa leluasa melihat properti kami,” kata Arifin, penggemar dan pedagang barang antik.

    Sedangkan salah satu upaya Daronjin untuk menciptakan komunitas yang tidak cuma onthel ini, dengan memproduksi sepeda sendiri. Namun bukan berarti sepeda yang ia ciptakan ini tidak tergolong klasik. Daronjin mencoba mereplika sepeda-sepeda yang dulunya pernah ada, namun sekarang sudah langka dan tidak pernah ada yang memproduksi di Indonesia.

    ”Saya membuat sepeda sepeda jadul yang dulu pernah ada, tetapi sekarang sudah jarang ditemukan di Indonesia. Contohnya sepeda Pennyfarthing, Strannounion, dan Tricycle atau sepeda yang ada kereta sampingnya,” kata pria pria kelahiran Semarang 23 Juni 1970 ini.

    Sepeda Pennyfarthing merupakan salah satu sepeda unik yang memiliki ban besar di bagian depan dan ban yang sangat kecil di belakangnya. Sepeda ini sangat tenar pada zaman dahulu. Namun, sekarang Pennyfarthing cukup langka di Indonesia dan sangat diburu oleh kolektor.

    Dari situ Daronjin berusaha menciptakan sendiri sepeda-sepeda tersebut. Sumbernya hanya melihat gambar-gambar yang ada, namun sepeda klasik ciptaan Daronjin sangat mirip dengan aslinya. Bahkan, sepeda buatannya tidak hanya untuk dipamerkan, tapi bisa dioperasikan layaknya sepeda baru dan aman.

    Saat ini, diakui Daronjin, sudah mendapatkan pesanan dari salah seorang kolektor dari Jakarta untuk sepeda Pennyfarthing dengan harga yang cukup fantastis. Ia sendiri berniat memasarkan sepeda-sepeda tersebut, namun hanya kepada orang tertentu yang betul-betul suka sepeda antik dan mampu merawatnya.

    Kendati begitu, sepeda klasik hasil produksinya, hanya dijual bagi para pemesan saja. Harapannya, kalau ada yang bertanya beli sepedanya di mana, dijawab di Kota Lama Semarang. ”Jadi Kota Lama sendiri bisa dikenal, tidak hanya oleh masyarakat Semarang saja,” ujar Daronjin yang akan membawa sepeda karyanya di ajang pameran sepeda IVCA 2018 di Bali mendatang.

    Daronjin dan Arifin berharap pada jangka panjang, semakin banyak properti jadul yang dimilikinya. Harapannya, bisa terwujud Museum Jalanan. Sehingga masyarakat bisa melihat beragam alat transportasi jadul yang pernah ada dan berjaya di zamannya.

    ”Sehingga wisatawan yang ke Kota Lama tidak hanya melihat gedung-gedung tua dan foto-foto saja, tapi mereka bisa foto-foto dan melihat-lihat kendaraan jadul di Museum Jalanan. Bahkan, pengunjung Kota Lama bisa mencobanya secara gratis,” timpal Arifin. (*/ida/ce1)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top