• Berita Terkini

    Sabtu, 05 November 2016

    Kawin Kontrak Kian Meresahkan

    ilustrasi
    JAKARTA – Kawin kontrak mulai dirasakan meresahkan oleh sebagian masyarakat. Balitbang Kementerian Agama (Kemang) telah melakukan riset fenomena kawin kontrak di kawasan Puncak, Bogor dan di Jepara. Solusi penanganan kawin kontrak yang menyimpang, butuh kerjasama lintas sektor.


    Riset soal kawin kontrak itu dilaksanakan oleh peneliti Puslitbang Kehidupan Keagamaan Balitbang Kemenag Abdul Jamil Wahab. Dia mengatakan meneliti kawin kontrak di kawasan puncak, Bogor. Sementara tim lain meneliti fenomena kawin puncak di Jepara, Jawa Tengah.
     "Secara garis besar kawin kontrak ada dua jenis," katanya kemarin. Pertama adalah kawin kontrak yang benar-benar resmi. Kawin kontrak jenis ini, si laki-laki benar-benar bertemu keluarga perempuan untuk meminang. Kemudian oleh tokoh agama setempat, dilakukan proses pernikahan secara resmi. Saksi dan wali nikah juga bisa dipertanggung jawabkan.


    Sementara itu jenis kawin kontrak yang berikutnya adalah sudah menjuru pada prostitusi terselubuh. Mulai dari pencatat nikah, saksi, dan wali nikahnya abal-abal. "Semuanya sudah dalam satu jaringan. Termasuk yang menyediakan villa, "kata dia. Kemudian perempuan yang disiapkan untuk kawin kontrak jenis ini, sudah tersedia di sejumlah kos-kosan. Perempuan biasanya dari Cianjur dan Subang.


    "Yang membuat resah adalah kawin kontrak yang mendekati prostitusi terselubung itu, " tandas Jamil. Diantara indikasinya adalah tokoh keagamaan setempat yang biasanya menjadi penghulu, tidak bersedia memimpin proses kawin kontrak ini. Akan kawin kontrak jenis ini biasanya digelar seadanya di restoran atau bahkan di villa langsung.


    Untuk tarif nikah kontrak, Jamil mengatakan beragam. Rentangnya antara Rp 5 juta sampai 20 juta. Pihak laki-laki umumnya berasal dari Arab Saudi. Praktik kawin nikah di kawasan puncak sudah menjadi sumber mata pencaharian banyak pihak. Sehingga untuk menertibkannya butuh keterlibatan banyak instansi.


    Sementara itu peniliti Balitbang Kemenag lainnya Ahmad Rosyidi menjelaskan alasan fenomena kawin kontrak di Jepara berbeda dengan di puncak, Bogor. Dia mengatakan kawin kontrak di Bogor, umumnya sekaligus sambil berlibur."Istilah orang Arab untuk kawasan puncak Bogor adalah jabal, " tuturnya.


    Sedangkan untuk kawin kontrak di Jepara, umumnya motivasinya adalah ekonomi. Rosyidi menuturkan untuk bisa memiliki aset di Jepara, WNA harus menikahi perempuan asal Jepara. Kejadian ini sudah berjalan cukup lama di kota mebel itu.


    Rosyidi menuturkan proses penelitian kawin kontrak di Jepara masih tahap pelaporan. "Timnya baru datang dari Jepara, "jelasnya. Dia mengatakan hasil penelitian dari tim Balitbang Kemenag nantinya akan diseminarkan. Kemudian mengundang pihak-pihak terkait untuk menangani permasalahan kawin kontrak. (wan)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top