• Berita Terkini

    Selasa, 08 November 2016

    Di Tengah Megahnya Rumah Para Pejabat, Kakek Buta ini Tinggal di Gubuk Reot

    saefur/ekspres
    KEBUMEN (kebumenekspres.com)- Sungguh miris melihat nasib Slamet Tugi (70), warga RT 06 RW 02 Dukuh Benerpasar, Desa Benerkulon Kecamatan Ambal ini. Di usia senjanya, pria yang mengalami gangguan penglihatan itu hidup sebatangkara. Belitan kemiskinan juga membuatnya terpaksa tinggal di rumah tak layak huni. Saking tak layak huninya, rumah yang ditinggal Slamet Tugi mengingatkan pada kandang ayam.

    Gubuk reot berukuran 3 x 8 m persegi itupun sepertinya tak layak disebut rumah. Selain berlantai tanah, tak ada perabot seperti rumah pada umumnya. Tidak ada almari, meja atau kursi. Yang ada, dipan reot yang dia gunakan untuk tidur. Ruangan itu menyatu dengan dapur.

    Dinding rumah masih terbuat dari anyaman bambu dengan lubang di sana sini. Saat tidur, Mbah Tugi yang tak punya bantal menggunakan pakaian dan kain dibungkus dalam karung sebagai alas kepala. Untuk sekedar mengusir rasa dingin, Slamet Tugi mengandalkan kain sarungnya yang sudah kumal. Kontras sekali dengan rumah-rumah para pejabat di pusat dan daerah yang kini terlihat cukup megah.

    Yang memprihatinkan, Slamet Tugi sebatang kara tinggal di tempat tersebut. Dengan kondisi matanya yang buta, Mbah Slamet Tugi menjalani hari-harinya dalam kegelapan. Ironisnya, sampai saat ini Slamet Tugi masih belum tersentuh bantuan pemerintah.

    Yang mengharukan, di tengah situasi itu, Slamet Tugi tak pernah putus asa. Setiap hari, tubuh kurusnya tetap dibawa untuk bekerja di sawah atau kebun. Namun, dari hasil bekerja itu tentu tak cukup memenuhi kebutuhannya.

    Alhasil, Slamet Tugi hanya mengandalkan bantuan beras bagi rakyat miskin (raskin) dari pemerintah. Itupun jauh dari cukup. Sebab, dia hanya memeroleh jatah 15 kg untuk satu bulan. Agar bisa bertahan, Slamet tak punya pilihan selain  menghemat raskin  15 kg yang dia dapat. Jumlah itu dia cukup-cukupkan untuk bertahan sampai datang bantuan raskin berikutnya. Kalau sampai habis sebelum raskin datang, Slamet Tugi memilih berpuasa.

    Diakuinya, raskin menjadi salah satu sumber makanan untuk dia bertahan hidup. Sehingga, dia rela membayar untuk mendapatkannya. "Saya harus membayar Rp 1.600 per kilonya. Kalau gak mbayar ya gak dikasih," ujarnya ditemui Minggu (6/11/2016).

    Baca juga:
    (Tak Punya Rumah, Pria ini Tinggal di Bekas Gedung Bioskop Rusak)

    Kepala Desa Benerkulon, Maknan tidak membantah ada salah satu masyarakatnya yang menderita kebutaan dan hidup sebatangkara yang tinggal di rumah tak layak huni. Menurutnya, pihak desa sudah mengusulkan Slamet Tugi untuk  menerima bantuan bedah rumah dan masuk prioritas rumah tak layak huni anggaran tahun 2017. Kalaupun ada kesan bantuan tak datang juga, itu lantaran Slamet Tugi tak memiliki KTP. "Sudah sering kita usulkan, dan dia akan dapat bantuan rumah pada tahun 2017 mendatang," katanya.

    Pagino (50) salah satu tetangga Slamet Tugi mengatakan, sejak sejak kecil Mbah Tugi memang sudah mengalami kebutaan. "Itu sejak dulu Mas. Katanya sejak kecil udah gak bisa melihat. Tapi saya salut setiap ada acara desa, Yasinan, ngaji, dia selalu datang sendiri gak dikawal. Tetangga sering juga kasih makanan, " katanya.(saefur/cah)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top