saefur/ekspres |
"Hari Jumat, peletakkan batu pertama dilakukan," kata Yahya Fuad, Selasa (8/11/2016).
Seperti diberitakan, Slamet Tugi (70) terpaksa hidup dalam keterbatasan. Di usia senjanya, pria yang mengalami gangguan penglihatan itu hidup sebatangkara. Belitan kemiskinan juga membuatnya terpaksa tinggal di gubuk reot berukuran 3 x 8 m persegi.Yang memprihatinkan, Slamet Tugi sebatang kara tinggal di tempat tersebut. Dengan kondisi matanya yang buta, Mbah Slamet Tugi menjalani hari-harinya dalam kegelapan. Ironisnya, sampai saat ini Slamet Tugi masih belum tersentuh bantuan pemerintah. Untuk bertahan hidup, Mbah Tugi hanya mengandalkan bantuan beras bagi rakyat miskin (raskin).
Sebelumnya, pemerhati dan pengamat kebijakan di Kebumen, Achmad Marzoeki mengapresiasi Bupati yang sudah lumayan responsif memberikan santunan kepada mereka yang memang membutuhkan. Seperti saat ada warga yang mengunggah seorang yang kondisinya memelas lewat jejaring media sosial.
Yahya Fuad, langsung melakukan penanganan. Namun, banyaknya kegiatan santunan orang miskin yang digerakan melalui media sosial itu menurutnya masih kurang terkoordinasi. Bahkan terkesan sendiri-sendiri.
Padahal semestinya, ada lembaga-lembaga amil zakat yang bisa menangani persoalan semacam itu. "Harusnya kegiatan masing-masing saling melengkapi tidak berjalan sendiri-sendiri seperti yang sekarang tidak terjadi, sehingga penyalurannya tak selalu tepat sasaran dan tepat guna. Kalau pada kasus Mbah Tugi mungkin santunan yang dibutuhkan atau rumah layak huni. Namun pada kasus lainnya, bantuan uang bukan pilihan bijaksana. Kalau sakit, belikan dia obat. Atau kalau miskin namun berusia produktif alangkah baiknya bila bantuan itu diberikan dalam bentuk kesempatan berusaha agar mandiri," ujar Kang Juki. (saefur/mam/cah)