• Berita Terkini

    Rabu, 16 November 2016

    Bom Samarinda, Momentum Seriusi RUU Terorisme

    ilustrasi
    JAKARTA – Insiden bom molotov di depan Gereja Oikumene Samarinda diharapkan bisa menjadi momentum untuk segera menuntaskan pembahasan revisi Undang-Undang (RUU) Terorisme. Dengan tetap menjunjung tinggi prinsip-prinsip HAM, keberadaan UU hasil revisi nanti diharapkan bisa menekan kejadian teror sejenis berlangsung lagi.


    ”Pemerintah dan DPR, dalam hal ini Pansus RUU Terorisme, harus membahasnya lebih serius,” desak anggota Komisi III DPR Abdul Kadir Karding di Jakarta kemarin (15/11). Dia mengajak agar sejumlah pro-kontra dan silang pendapat yang masih menyertai pembahasan revisi UU tersebut segera dicarikan titik temu.


    Karding menggarisbawahi, teror bom Samarinda telah menunjukkan bahwa payung hukum terkait terorisme saat ini belum cukup. Setidaknya itu kalau melihat pelaku teror yang merupakan seorang residivis di kasus sejenis. Pelaku berinisial Jo pernah terlibat kasus teror bom di Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspitek), Tangerang, pada 2011. ”Ini membuktikan bahwa hukuman yang diberikan tidak berefek jera,” kata ketua Fraksi PKB DPR tersebut.


    Selain itu, imbuh Karding, hal tersebut menjadi pertanda bahwa masih ada jaringan yang memberikan dukungan dan komando bagi pelaku untuk menjalankan aksi. ”Sekaligus, komisi III mendorong Polri untuk tidak hanya menangkap pelaku di lapangan, tapi juga harus menelisik hingga ke otak penggerak teror itu sendiri,” tandas Karding.

    Hingga saat ini Pansus RUU Terorisme belum masuk ke pembahasan substansi. Pansus yang utamanya digawangi beberapa anggota di komisi III dan komisi I itu masih menggali berbagai masukan dari sejumlah pihak terkait.


    Terpisah, Ketua Komisi I Abdul Kharis Almasyhari berharap peran Badan Intelijen Negara (BIN) bisa lebih efektif mencegah aksi terorisme. Selain lewat revisi UU Terorisme, menurut dia, peran BIN bisa lebih ditingkatkan melalui pembaruan dan upgrade peralatan intelijen.


    Atas hal tersebut, Kharis menyatakan bahwa komisi yang membidangi pertahanan sudah berancang-ancang meningkatkan anggaran BIN dalam APBN 2017. ”Saya melihat peralatannya memang masih kurang canggih. Mudah-mudahan ke depan BIN tidak kecolongan lagi,” ujar dia.


    Selain BIN, menurut politikus PKS itu, deteksi dini aksi terorisme nanti bisa dilakukan dengan mengoptimalkan peran masyarakat. Dia mengusulkan agar program semacam sistem keamanan keliling yang sempat diterapkan pada masa lalu kembali diaktifkan. ”Kegotongroyongan itu sangat baik. Ketika antarwarga terjalin komunikasi yang baik, setiap orang yang dicurigai bisa dideteksi lebih awal pula,” tuturnya. (dyn/c9/fat)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top