• Berita Terkini

    Minggu, 02 Oktober 2016

    Tradisi Gojeg Lesung Minim Penerus

    sudarno ahmad/ekspres

    KEBUMEN (kebumenekspres.com) - Keberadaan  seni tradisi gojeg lesung yang tersebar di wilayah Kecamatan Bonorowo hingga kini masih terjaga. Bahkan di acara-acara tertentu seperti pernikahan, hiburan rakyat negeri agraris ini sering ditanggap.

    Setiap setiap setahun sekali, juga digelar lomba gojeg lesung tingkat Kecamatan Bonorowo, khususnya untuk memeriahkan HUT Kemerdekaan. Namun, sayangnya pemain-pemain gojeg lesung itu kebanyakan sudah berusia lanjut.

    Seniman asal Bonorowo yang aktif "Nguri-uri" seni tradisi ini, Sudiran Hadi Pranoto mengatakan, jarangnya generasi muda meneruskan seni tradisi ini karena mereka menganggap kesenian sudah ketinggalan jaman. "Padahal tradisi ini memiliki filosofi yang tinggi," tutur Sudiran saat melatih Gojeg Lesung di Desa/Kecamatan Bonorowo.

    Sudiran mengatakan, sebelas desa yang ada di Kecamatan Bonorowo semuanya memiliki kelompok kesenian gojeg lesung. Bahkan di Desa Bonorowo sendiri hampir setiap RT memiliki seni tradisi yang sudah berkembang jauh sebelum Indonesia merdeka ini. "Ditambah dua desa di Kecamatan Mirit. Dan memang saat ini pemainnya sudah tua semua," ujarnya.

    Kesenian gojeg lesung di Kecamatan Bonorowo mirip kesenian tradisional gejog lesung di Jogjakarta, yakni kesenian yang mendasarkan diri pada ekspresi musik yang dilakukan dengan alat-alat pertanian khususnya alu dan lesung.

    Menurut Sudiran, gojeg lesung bisa dimodifikasi dengan penambahan instrumen musik lain seperti drum, saron, key board, demung, gender, gong dan lain-lain. Namun, kebanyakan di Kecamatan Bonorowo masih murni hanya menggunakan lesung dan alu.

    Gojeg, kata Sudiran, memiliki arti bercanda. Mengindikasikan bahwa kesenian ini menekankan pada aspek bermain-main dengan tujuan agar dapat lebih menghibur dan disukai penonton.

    "Gojeg lesung memberi kebebasan berekspresi bagi pemainnya. Contohnya, dalam soal musik dibebaskan untuk berekspresi karena gejog lesung berkesan monoton (kothekan) sehingga membosankan. Oleh karenanya bagian musik dibebaskan untuk berkreasi," kata dia.

    Demikian juga dalam hal tembang, persoalan aransemen dan kata-katanya sering dipeleset-pelesetkan. "Semua tembang, dari klasik sampai modern bisa kita iringi dengan gojeg lesung ini," imbuhnya.

    Untuk pemain gejog lesung, rata-rata merupakan kaum ibu. Namun, juga terdapat beberapa kelompok yang pemainnya laki-laki. "Setiap satu kelompok rata-rata enam penabuh, tinggal nanti yang nembang berapa orang. Atau mau menambahkan alat musik apa, itu bebas," terang Sudiran.
     
    Sementara itu, Ketua Umum Dewan Kesenian Daerah (DKD) Kebumen, Pekik Sat Siswonirmolo mengatakan, kesenian gojeg lesung memang masih cukup terpelihara dengan baik di Kecamatan Bonorowo. "Hanya di Kecamatan Bonorowo gojeg lesung berkembang dengan baik," ujarnya.(ori)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top